SULING NAGA : JILID-54


Thian Kek Sengjin tidak dapat membantah dan dia pun mengangguk.

"Nah, begitu baru laki-laki jujur," kata Bi-kwi.

Ceritanya bahwa ia membantu mereka mengalahkan pendekar keluarga Pulau Es telah mendatangkan kesan baik dalam hati Sin-kiam Mo-li.

"Selain Thian Kek Sengjin, juga Ok Cin Cu minta kepadaku untuk mau melayani nafsu birahinya semalam suntuk. Kalau aku memenuhi kedua permintaan itu, barulah mereka akan membebaskan kekasihku itu. Dan permintaan Ok Cin Cu itu pun telah kupenuhi dengan hati rela. Hei, Ok Cin Cu, bukankah aku telah melayani dan tidur bersamamu selama semalam suntuk?"

Ok Cin Cu bersungut-sungut. "Tidak ada bedanya tidur ditemani sesosok mayat!"

"Tentu saja, aku tidak cinta padamu dan hatiku sedang kesal karena kalian menawan kekasihku, mana mungkin aku bersikap hangat?" Bi-kwi tertawa dan Sin-kiam Mo-li juga tersenyum.

Melihat bentuk tubuh Ok Cin Cu yang perutnya gendut sekali itu, mukanya pucat kuning dan rambutnya yang putih riap-riapan, wanita mana yang akan timbul seleranya ketika berdekatan dengan dia?

"Nah, aku telah memenuhi permintaan mereka berdua, membantu mereka mengalahkan keluarga pendekar Pulau Es dan melayani Ok Cin Cu semalam suntuk, akan tetapi apa yang mereka lakukan? Mereka tidak mau membebaskan kekasihku, bahkan menyerang dan hendak membunuh aku!"

"Hemmm...!" Sin-kiam Mo-li melirik ke arah kedua orang tosu itu yang diam saja tak dapat membantah.

"Karena aku tidak mampu mengalahkan pengeroyokan mereka dan juga tidak berhasil membebaskan kekasihku, aku berduka sekali. Kebetulan saat itu aku bertemu dengan sumoi-ku, murid ke dua dari Sam Kwi yaitu Siauw-kwi. Nah, pada waktu itu Siauw-kwi sedang berpacaran dengan Pendekar Suling Naga. Mendengar kesulitanku ini, sumoi Siauw-kwi lalu membantuku dan pacarnya, yaitu Pendekar Suling Naga, membantu pula sehingga akhirnya aku berhasil membebaskan kekasih baruku itu. Nah, apakah hal itu berarti aku bekerja sama dengan seorang pendekar untuk menentang kedua orang tosu ini? Pertemuanku dengan dia hanya kebetulan saja dan pendekar itu tidak membantuku, melainkan membantu sumoi-ku Siauw-kwi yang menjadi pacarnya."

Sin-kiam Mo-li menarik napas lega, lalu menoleh kepada Ok Cin Cu dan Thian Kek Sengjin. "Benarkah keterangannya itu, ji-wi totiang?"

"Benar, akan tetapi sumoi-nya yang berjuluk Siauw-kwi dan bernama Can Bi Lan itu sudah bergabung dengan para pendekar!" kata Ok Cin Cu, masih bersungut-sungut karena diam-diam dia merasa jengkel bila mengenang betapa wanita cantik ini pernah melayaninya dengan dingin seperti mayat.

"Memang ada perbedaan antara aku dengan Siauw-kwi. Dia condong bekerja sama dengan para pendekar karena dia tergila-gila kepada Pendekar Suling Naga, bahkan ketika terjadi pertempuran antara kelompok yang dipimpin oleh Sai-cu Lama dan Kim Hwa Nionio, dengan kelompok para pendekar, ia pun membantu para pendekar, bahkan bentrok dan berkelahi dengan aku sendiri! Akan tetapi, ketika ia melihat aku berduka karena kehilangan kekasih baruku, ia kemudian membantu dan karena aku ingin sekali mendapatkan kekasihku yang tertawan, tentu saja bantuannya kuterima. Harapanku untuk menyelamatkan kekasihku habis ketika dua orang tosu ini melanggar janji dan menipuku!"

Sin-kiam Mo-li percaya akan keterangan Bi-kwi karena dua orang tosu itu sama sekali tidak membantah. Akan tetapi, hatinya masih merasa tidak senang mendengar betapa Bi-kwi pernah dibantu oleh Pendekar Suling Naga, musuh besarnya karena di dalam pertempuran itu, yang membunuh ibu angkatnya, Kim Hwa Nionio, adalah Pendekar Suling Naga itulah!

"Bi-kwi, apakah semenjak itu engkau tidak pernah lagi berhubungan dengan Pendekar Suling Naga?"

"Huh, untuk apa berhubungan dengan dia? Bertemu pun aku tidak pernah! Sebelum dia membantu Siauw-kwi yang membantuku, pendekar itu dan semua temannya adalah musuh-musuh besarku. Sampai sekarang pun, para pendekar adalah musuh besarku!"

"Ha-ha-ha, pendekar mana, Bi-kwi? Coba sebutkan!" kata Thian Kek Sengjin.

"Tosu bau, pendekar mana lagi kalau bukan keturunan keluarga Pulau Es? Engkau kan telah melihat dengan kedua matamu sendiri betapa aku membantu kalian mengalahkan dan melukai Suma Ciang Bun, keturunan keluarga Pulau Es!"

Sikap Bi-kwi yang amat membenci Ok Cin Cu dan Thian Kek Sengjin ini memang tidak mengherankan yang lain karena tentu Bi-kwi masih mendendam oleh pelanggaran janji dan penipuan itu.

"Bi-kwi, siapakah kekasihmu itu dan di mana dia sekarang?" Sin-kiam Mo-li bertanya, tertarik melihat betapa seorang seperti Bi-kwi yang terkenal mempunyai kesukaan yang sama dengannya, dapat membela seorang kekasih seperti itu.

Bi-kwi tersenyum lebar. "Aihhh, Mo-li, seperti tidak tahu saja. Mana aku dapat tahan bersama seorang kekasih lebih dari tiga bulan? Aku sudah bosan dan sudah lama dia kusingkirkan."

Kemudian, agar tidak harus melalui ujian dengan pria lain, apa lagi dengan tosu-tosu buruk di situ yang memandang kepadanya seperti segerombolan bandot melihat rumput muda, ia pun menyambung, "Terus terang saja, Mo-li, sudah beberapa lamanya aku menjauhkan diri dari laki-laki. Aku sudah muak dengan mereka dan sebagai gantinya, aku lebih mendekatkan diriku dengan sesama wanita."

"Ehhh...?!" Sin-kiam Mo-li membelalakkan matanya memandang rekannya itu. "Apa... apa maksudmu?"

Terdengar Ok Cin Cu tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, pantas saja ketika melayani aku, kau begitu dingin! Tidak tahunya kau sudah mengubah kesukaanmu, Bi-kwi. Mo-li, agaknya dalam hal kesenangan dunia, biar pun engkau lebih lihai dari Bi-kwi, akan tetapi kalah pengalaman. Sekarang Bi-kwi sudah menjadi seorang pencinta kaumnya sendiri, suka berhubungan dengan sesama wanita, seperti juga beberapa orang di antara kami lebih suka berdekatan dengan pria-pria muda remaja dari pada dengan gadis-gadis."

Sin-kiam Mo-li belum pernah mendengar akan hal yang dianggapnya aneh sekali itu, maka dia hanya bengong. Memang pengakuan Bi-kwi bahwa dia sekarang tidak suka kepada pria melainkan suka berdekatan wanita merupakan satu di antara siasatnya.

Ia sedang menyelidiki lenyapnya puteri keluarga Kao, seorang gadis remaja berusia tiga belas tahun, dan sudah mengenal pula orang macam apa adanya Sin-kiam Mo-li. Kalau ia mengaku sebagai orang yang suka menggauli sesama wanita, maka apabila benar-benar Kao Hong Li berada di situ dan masih hidup, lebih banyak kesempatan baginya untuk mendekatinya tanpa dicurigainya! Dan ia memiliki alasan untuk mendekati gadis remaja itu.

"Wah, aneh sekali! Apa senangnya... dengan sesama wanita?" berkata Sin-kiam Mo-li tanpa malu-malu, sedangkan para tosu itu hanya tertawa-tawa saja.

"Ah, engkau belum tahu, Mo-li. Kalau engkau sudah merasakan senangnya, engkau pun akan sependapat dengan aku, tidak lagi suka kepada laki-laki yang memuakkan."

Suasana menjadi gembira dan legalah hati Bi-kwi karena kini sikap mereka itu ramah dan senang, seolah-olah ia telah diterima di antara mereka dan tidak lagi dicurigai. Akan tetapi, tiba-tiba Ok Cin Cu yang cerdik berkata kepada Sin-kiam Mo-li.

"Mo-li, kalau kawan kita Bi-kwi ini sedemikian membenci pendekar keluarga Pulau Es, bahkan kini membenci pria pula, kenapa tidak suruh dia saja membunuh tikus itu?"

Hati Ok Cin Cu masih penuh dengan kebencian dan dendam kepada Hong Beng karena memang pemuda itu musuh besarnya, terutama sekali melihat betapa nyonya rumah agaknya tergila-gila pada pemuda itu.

Sin-kiam Mo-li mengerutkan alisnya. Usul yang baik, pikirnya. Inilah bukti yang paling baik untuk melihat apakah benar Bi-kwi datang dengan iktikad baik ataukah menyimpan rahasia dan menjadi kaki tangan musuh.

"Hemm, baik juga. Pemuda itu sudah berani menolakku, dan berkeras kepala. Memang sebaiknya kalau Bi-kwi yang membunuhnya, akan tetapi tidak sekarang. Yang paling perlu sekarang aku ingin bertanya kepadamu, Bi-kwi. Apakah maksud kunjunganmu yang tiba-tiba ini?" Berkata demikian, sepasang mata yang mencorong itu ditujukan kepada wajah Bi-kwi dengan penuh selidik.

Bi-kwi tadi sudah terkejut setengah mati bahwa ia akan diserahi tugas membunuh seorang pemuda. Tetapi diam-diam ia mencatat kata-kata lanjutan dari Sin-kiam Mo-li yang menyatakan betapa pemuda itu telah menolaknya! Hal ini berarti bahwa Sin-kiam Mo-li jatuh hati kepada pemuda itu, entah siapa dan pemuda itu telah menolak cintanya!

Kini ditanya oleh Sin-kiam Mo-li tentang maksud kedatangannya, ia menjawab dengan lancar dan tenang karena memang sebelumnya sudah diatur terlebih dahulu sebagai siasatnya.

"Mo-li, seperti engkau ketahui juga, tiga orang guruku..."

"Juga kekasihnya... heh-heh-heh..." Ok Cin Cu mengejek.

"Benar, juga kekasihku, mereka sudah tewas oleh para pendekar. Akan tetapi, para pendekar keturunan keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir itu semuanya demikian lihai sehingga seorang diri saja, apakah dayaku? Aku ingin sekali membalas dendam, namun tahu akan kelemahan diri sendiri. Oleh karena itu, aku lalu teringat kepadamu, Mo-li. Bukankah engkau murid dari mendiang Kim Hwa Nionio, bahkan kabarnya juga anak angkatnya? Nah, Kim Hwa Nionio juga tewas dalam pertempuran itu. Aku yakin bahwa engkau tentu juga menaruh dendam. Karena musuh-musuh kita sama, maka kurasa alangkah baiknya kalau kita bergabung untuk menghadapi mereka. Karena itulah aku datang ke sini, Mo-li."

Sin-kiam Mo-li mengangguk-angguk sambil memandang kepada ketujuh orang tosu itu. "Dan bagaimana pendapat kalian, para totiang? Aku sendiri setuju untuk menerimanya sebagai sekutu karena Bi-kwi adalah tenaga yang sangat baik, hal ini sudah banyak kudengar."

Para tosu itu lalu saling pandang dan dari pandang mata mereka, mereka pun setuju dan senang kalau menerima bantuan seorang seperti Bi-kwi.

"Akan tetapi, tidak mudah untuk bekerja sama dengan kami, Mo-li. Kepada dirimu, kami sudah percaya sepenuhnya. Akan tetapi kalau Bi-kwi ingin bekerja sama dengan kita, sebaiknya kalau ia memenuhi beberapa syarat terlebih dulu," kata Ok Cin Cu.

Bi-kwi menjebikan bibirnya memandang kepada Ok Cin Cu. Di dalam kehidupan para tokoh sesat, memang tidak banyak dipergunakan tata susila dan sopan santun, sudah biasa mereka itu mengemukakan perasaan hatinya secara terbuka, bahkan perasaan tidak senang pun tidak disembunyikan.

"Ok Cin Cu, tosu tua bangka yang bau! Kalau syarat itu kau yang mengajukan aku tidak akan sudi karena engkau pasti akan menipuku lagi! Biarlah syaratnya ditentukan oleh Sin-kiam Mo-li. Tentu saja kalau aku disuruh melayani laki-laki, betapa pun muda dan gantengnya, aku berkeberatan karena aku sudah tidak dapat lagi melayani pria setelah aku lebih suka berdekatan dengan wanita. Apa lagi disuruh melayani kalian ini, terutama sekali engkau, Ok Cin Cu. Aku tidak sudi! Nah, syarat apa yang diajukan agar kalian percaya kepadaku?"

Biar pun di luarnya Bi-kwi bersikap tenang dan menantang, namun jantungnya berdebar penuh ketegangan karena maklum bahwa ia tentu takkan mampu melakukan perbuatan yang jahat dan kejam, yang berlawanan dengan suara hatinya yang sudah berubah sama sekali itu. Ia dapat menyamar sebagai tokoh sesat, karena hal itu hanya lahiriah saja. Akan tetapi betapa mungkin batinnya dapat berubah menjadi jahat kembali? Lebih baik mati!

"Mo-li, tidak ada bukti yang lebih baik dari pada menyuruh ia membunuh pendekar yang menjadi tawananmu itu. Kalau ia mau membunuhnya, barulah kami percaya padanya," kata Ok Cin Cu dengan marah karena ucapan Bi-kwi tadi menyinggung harga dirinya sebagai seorang pria.

Sin-kiam Mo-li mengangguk. "Bukti itu pun baik sekali. Bi-kwi, mari ikut bersamaku!"

Bi-kwi menahan guncangan hatinya dan dengan sikap dibuat tenang ia pun mengikuti Sin-kiam Mo-li, diikuti pandang mata dan tawa ketujuh orang tosu itu. Sin-kiam Mo-li membawa Bi-kwi menuruni lorong di bawah tanah.

"Hemm, menjemukan sekali tosu-tosu tua bangka itu!" Bi-kwi mengomel. "Mereka masih tidak mau percaya bahwa aku adalah musuh besar keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir. Padahal, tiga orang guruku tewas di tangan para pendekar itu. Berilah orang-orang dari keluarga itu kepadaku dan akan kubunuh semua mereka!"

Sin-kiam Mo-li tiba-tiba menghentikan langkahnya di jalan tangga yang menuruni lorong itu. "Ketahuilah bahwa aku memiliki dua orang tawanan dan keduanya adalah anggota keluarga dan murid dari para pendekar Pulau Es dan Gurun Pasir."

"Ahh...! Benarkah itu, Mo-li? Siapakah mereka?" tanya Bi-kwi terkejut bukan dibuat-buat.

Sin-kiam Mo-li tersenyum bangga akan hasil pekerjaannya. "Pertama-tama, aku sudah berhasil menculik puteri keturunan Pulau Es dan Gurun Pasir."

"Benarkah? Hebat! Siapa ia?" Bi-kwi pura-pura bertanya padahal jantungnya berdebar tegang karena ternyata dugaan Bi Lan dan Sim Houw benar. Perempuan iblis inilah yang telah menculik Kao Hong Li itu.

"Ia benama Kao Hong Li, puteri dari pendekar Kao Cin Liong keturunan Gurun Pasir dan Suma Hui keturunan Pulau Es. Akan tetapi tak seorang pun yang menyangka padaku, dan baru-baru ini malah kukirim potongan rambutnya dan hiasan rambutnya kepada keluarga Kao yang mengadakan pesta ulang tahun!"

"Ihhh! Jadi engkaukah yang melakukan hal itu, yang melempar fitnah kepadaku?" Bi-kwi berseru kaget sekali, dan diam-diam ia waspada.

Kalau wanita ini yang melakukan penukaran bingkisan di dalam pesta ulang tahun Kao Cin Liong itu, berarti Mo-li sudah tahu akan kehadirannya dan tentu menaruh curiga akan hubungannya yang baik dengan para pendekar!

"He-he-he, kau kira aku begitu bodoh untuk pergi sendiri ke sana? Ketika mendengar bahwa Kao Cin Liong mengadakan pesta ulang tahunnya, aku lalu mengirimkan dua benda itu untuk membuat mereka gelisah dan berduka. Aku lalu menyuruh seorang teman yang boleh dipercaya untuk mengirim sumbangan itu tanpa dapat diketahui siapa pengirimnya. Dia adalah Sai-cu Sin-touw (Copet Sakti Kepala Singa), seorang kawan baik yang ahli untuk mencuri atau mencopet dengan kecepatan luar biasa. Dan dia sendiri pun membenci para pendekar karena sering kali dia bentrok dengan mereka dan pernah beberapa kali dihajar."

"Ahhh...!" Bi-kwi bernapas lega.

Tahulah dia kini siapa orang brewok yang menurut para pelayan dalam pesta sudah masuk ke dalam dapur pura-pura mabok, kemudian menaruh racun dalam arak. Kiranya dia itu adalah Sai-cu Sin-touw, kaki tangan Sin-kiam Mo-li. Pantas saja dapat menukar bingkisannya tanpa ada yang mengetahuinya, karena dia memang ahli copet sesuai dengan julukannya.

"Dalam satu atau dua hari ini tentu dia akan segera kembali dan ingin aku mendengar laporannya, hi-hi-hik!"

Celaka, pikir Bi-kwi. Sekarang ia harus mengubah sikapnya, tidak mungkin lagi ia dapat berpura-pura tidak tahu akan penculikan itu.

"Aihh, kiranya dia itu orangmu!" katanya lagi dengan sikap kaget sekali dan memandang pada nyonya rumah dengan mata terbelalak. "Sungguh suatu hal yang amat kebetulan sekali. Apakah barangkali engkau pula yang menyuruh Sai-cu Sin-touw itu melempar fitnah kepadaku?"

Sin-kiam Mo-li memandang tajam. "Dua kali engkau mengatakan melempar fitnah. Apa maksudmu?"

"Ketahuilah, Mo-li. Kao Cin Liong mengirim undangan dan membolehkan siapa saja mendatangi ulang tahunnya. Aku mendengar akan hal itu dan aku ingin sekali tahu apa yang terjadi dan ingin pula melihat-lihat keadaan semenjak tiga orang suhu-ku tewas. Maka aku nekat mendatangi pesta itu. Dan terjadilah fitnah itu. Orangmu itu telah menukar bingkisanku dengan bungkusan terisi rambut dan hiasan rambut itu. Dan tentu saja akulah yang dituduh menculik puteri mereka dan mereka menyerangku!"

"Ehh?! He-he-he, sungguh lucu. Aku belum tahu akan hal itu karena Sin-touw belum kembali. Akan tetapi usahanya itu baik pula karena dia hendak mengacaukan pesta itu, dan karena iseng, dan karena tahu pula bahwa engkau musuh adalah mereka, maka dia sengaja menukar bingkisan itu. Hi-hi-hik, sungguh lucu."

"Memang dia telah berhasil mengacaukan pesta dengan menaburkan racun ke dalam arak. Lagi-lagi aku yang menjadi pelampiasan amarah mereka. Tentu saja aku terpaksa melarikan diri menghadapi demikian banyaknya pendekar yang marah kepadaku. Dan aku pun lalu lari ke sini untuk berlindung dan bersekutu denganmu."

Sin-kiam Mo-li terkekeh geli, sedikit pun tidak menaruh curiga kepada Bi-kwi karena wanita ini demikian berterus terang dan tidak nampak khawatir sama sekali. Kalau nanti utusannya itu pulang, tentu ia akan mendengar laporannya dan dia akan tahu apakah Bi-kwi membohong ataukah tidak.

"Ahh, sungguh lucu sekali. Sai-cu Sin-touw memang pandai berulah. Kalau dia pulang aku akan memberi banyak hadiah kepadanya."

"Akan tetapi mengapa engkau repot-repot menahan anak itu dan tidak kau bunuh saja?" Bi-kwi bertanya, sengaja ia bertanya dengan sikap kejam untuk memperlihatkan betapa bencinya ia kepada keluarga para pendekar itu.

"Aku amat suka kepadanya. Ia anak manis dan berbakat. Dan aku menculiknya dengan menyamar sebagai Ang I Lama sehingga aku muncul sebagai penolong bagi anak itu. Maka aku lalu mengambil ia sebagai muridku, supaya aku dapat lebih lama menikmati kemenangan ini. Dan kelak, kalau saatnya tiba baru aku akan memukul benar-benar, entah dengan cara bagaimana."

"Akan tetapi, kenapa sekarang kau tawan?" Bi-kwi medesak, heran.

"Dia mulai memberontak dan berpihak kepada seorang tawanan lain yang baru saja datang menyerahkan diri. He-heh, kau tentu tidak akan mampu menduga siapa orang itu. Dialah yang akan kami minta agar kau membunuhnya. Dia datang untuk mencari Hong Li, akan tetapi aku berhasil menangkapnya. Dia tampan dan gagah, dan aku.... hemm, aku suka padanya. Akan tetapi pemuda tak tahu diri itu berani menolak cintaku! Mestinya sudah kubunuh dia, akan tetapi entah bagaimana, aku terlalu sayang untuk membunuhnya, Bi-kwi. Kau tentu tahu bagaimana rasanya hati kalau sudah tergila-gila. Dia bernama Gu Hong Beng, murid dari musuhmu, Suma Ciang Bun tokoh Pulau Es itu."

"Aihhh! Dia memang musuh besarku! Sudah beberapa kali dia bentrok dengan aku, bahkan ketika terjadi keributan di pesta, dialah yang menyerangku paling hebat, bahkan dia yang mengejar-ngejarku. Kiranya dia juga sudah tiba di sini? Tentu dalam usahanya mengejarku!"

"Aku percaya padamu, Bi-kwi. Akan tetapi para tosu itu tidak percaya, maka sebaiknya engkau bunuh saja dia."

"Apa sukarnya membunuh seekor harimau sekali pun kalau dia sudah berada di dalam kandang. Mari kita lihat."

Bi-kwi memutar otaknya untuk mencari akal karena tentu saja ia tidak mau membunuh Hong Beng, meski untuk menyelamatkan dirinya dan menyelamatkan Hong Li sekali pun.

Moli mengajaknya memasuki ruangan tahanan. Di sana, di dalam dua kamar tahanan yang berdampingan, Bi-kwi melihat seorang anak perempuan berusia kurang lebih tiga belas tahun yang manis sedang duduk bersandar dinding, dan di kamar lain nampak Hong Beng duduk bersila! Bi-kwi menahan perasaannya kemudian ia menghampiri dan tertawa mengejek.

"Hi-hik, kiranya Gu Hong Beng manusia sombong itu kini sudah tak berdaya, di dalam kerangkeng seperti seekor monyet!" Ia tertawa dan suaranya penuh sindiran.

Mendengar suara ini, Hong Beng membuka matanya memandang. Ketika dia melihat bahwa yang mengejeknya itu bukan lain adalah Bi-kwi yang datang bersama Sin-kiam Mo-li, mukanya menjadi merah sekali dan matanya memancarkan sinar berapi-api. Dia meloncat berdiri, bagaikan seekor harimau ingin dia dapat keluar dari kerangkeng untuk menerjang wanita itu. Dia bertolak pinggang dan menuding dengan telunjuk kirinya ke arah muka Bi-kwi.

"Bi-kwi, setan perempuan yang busuk! Perempuan busuk macam engkau ini selamanya akan tetap jahat dan busuk! Ternyata benar dugaanku bahwa engkau bekerja sama dengan Sin-kiam Mo-li untuk menculik adik Hong Li. Terkutuk engkau, Bi-kwi!"

Bi-kwi juga terkekeh mengejek. "Heh-heh, engkau seorang pemuda yang sombong dan goblok!" Kemudian setelah memandang ke arah Hong Li yang juga memandang tanpa bangkit dari duduknya, Bi-kwi berkata kepada Sin-kiam Mo-li, "Hemm, keenakan dia jika dibunuh begitu saja, Mo-li. Membunuh dia apa sih sukarnya? Akan tetapi terlalu enak baginya. Mari kita bicara di sana." Ia lalu mengajak Mo-li keluar dari tempat tahanan itu sampai tidak nampak oleh Hong Beng.

"Mo-li, sebetulnya amat sayang jika dia dibunuh begitu saja. Aku sudah sering bentrok dengan dia dan tahu betul bahwa dia adalah seorang perjaka emas!"

"Perjaka emas? Apa maksudmu?"

"Aih, kiranya engkau belum banyak pengalaman dalam hal ini walau pun kita tadinya memiliki kesukaan yang sama, Mo-li. Dia seorang perjaka asli yang bertulang baik dan berdarah bersih. Siapa yang pertama kali melakukan hubungan dengan seorang perjaka emas, tentu ia akan menjadi awet muda dan tak pernah dapat kelihatan tua!"

"Hemm, memang tadinya aku sayang kepadanya. Akan tetapi walau pun aku tadinya telah mempergunakan sihir, dia tetap menolak keinginanku."

"Hemm, mudah saja, Mo-li. Aku dapat menggunakan akal sehingga dia akan berubah menjadi seperti seekor kuda jantan yang jinak dan akan melayani segala keinginanmu dengan senang hati."

"Ahh, benarkah itu, Bi-kwi? Aku akan berterima kasih sekali kalau benar engkau mampu membuatnya jinak untukku!" kata Sin-kiam Mo-li dengan wajah berseri.

"Akan tetapi, aku mempunyai satu permintaan yang kuharap akan kau setujui sebagai upahku. Aku melihat anak perempuan itu... hemm, ia hanyalah anak dari musuh-musuh kita dan ia sudah tidak mentaatimu lagi. Sudah kukatakan tadi bahwa aku tidak memiliki selera lagi terhadap pria, akan tetapi melihat seorang gadis remaja... hemm, bolehkah aku meminjam tawananmu itu untuk satu malam saja, Mo-li? Dengan demikian, kita berdua dapat bersenang-senang, engkau bersama pemuda yang ganteng dan gagah itu, dan aku bersama gadis remaja itu."

Mo-li sudah terlalu bernafsu untuk memikirkan hal lain. Apa lagi kini muridnya itu telah berubah, mungkin pula telah membencinya. "Baiklah, begitu pemuda itu mau memenuhi keinginanku, anak perempuan itu boleh kau miliki satu malam. Lakukanlah cepat, aku sudah tidak sabar lagi untuk melihatnya."

"Mo-li, engkau tentu tahu bahwa tujuh orang tosu itu seperti anjing-anjing yang mengilar melihat kita berdua. Mereka itu seperti hendak berebut dan akan menerkamku kalau saja aku mau melayani mereka. Kalau mereka melihat kita berdua bersenang-senang dan tak mempedulikan mereka, tentu membuat mereka iri dan marah, mungkin mereka akan menyatakan tidak setuju dengan niat kita. Karena itu, sebaiknya hal ini kita lakukan di luar pengetahuan mereka dan caranya terserah kepadamu untuk mengaturnya."

Sin-kiam Mo-li mengerutkan alisnya dan melihat kebenaran ucapan Bi-kwi. Memang tujuh orang tosu itu sudah dilayani oleh tiga orang pelayannya, akan tetapi agaknya tiga orang itu untuk mereka masih kurang dan mereka memang selalu mengincarnya dan juga mengincar Bi-kwi seperti yang dapat ia lihat dari pandang mata mereka terhadap Bi-kwi tadi.

"Jangan khawatir, dapat diatur," katanya dan ia pun menarik sehelai tali yang tergantung di sudut lorong. Tak lama kemudian, muncul Ang Nio yang mendengar suara panggilan rahasia itu.

"Engkau cepat cari perempuan secukupnya untuk menemani tujuh orang tosu tamu kita itu. Berikan bayaran secukupnya. Aku dan Bi-kwi tidak ingin diganggu malam ini."

Ang Nio tersenyum girang. Ia dan dua orang kawannya sudah merasa muak dengan tujuh orang tosu yang terpaksa harus mereka layani itu. Kini, Mo-li menyuruh ia mencari tujuh orang perempuan dari dusun di kaki bukit. Jika ia membayar mahal, tentu banyak yang mau dan hal ini berarti ia dan kawan-kawannya akan bebas dari cengkeraman tosu-tosu tua yang rakus itu.

"Sekarang bagaimana, Bi-kwi?"

"Mo-li, sebaiknya kita lakukan usaha penjinakan pemuda itu malam nanti kalau para tosu sudah sibuk bersenang-senang di kamar masing-masing. Sementara ini, kita beri tahukan kepada mereka bahwa pembunuhan atas diri pemuda itu ditunda dulu karena engkau hendak menaklukkan dia terlebih dulu dengan bantuanku."

Sin-kiam Mo-li merasa agak kecewa bahwa tidak sekarang saja ia dapat mendekap pemuda itu, akan tetapi karena ia tidak mau terganggu oleh para tosu, ia pun setuju. Mereka keluar lagi dari lorong bawah tanah dan memasuki ruangan tamu di mana para tosu itu masih makan minum sambil mengobrol dan tertawa-tawa. Walau pun mereka mengenakan jubah pendeta, namun sikap mereka jauh dari pada patut untuk menjadi pendeta-pendeta yang hidup saleh.

Melihat munculnya dua orang wanita itu, Ok Cin Cu yang masih mendongkol terhadap Bi kwi segera berkata, "Wah, kalian nampaknya bukan seperti orang-orang yang baru saja membunuh musuh. Apakah tikus itu sudah dibunuh?"

"Begitu melihat Bi-kwi, dia mencak-mencak dan memaki-maki. Jelaslah bahwa dia amat membenci Bi-kwi."

"Tentu saja," kata Bi-kwi, "sudah beberapa kali aku berkelahi dengan dia dan gurunya."

"Akan tetapi, aku tak ingin dia mati begitu saja. Terlalu enak dan terlalu mudah baginya. Aku ingin menaklukkannya dulu, mempermainkan dan menghinanya sampat puas, baru aku akan membunuhnya," sambung Sin-kiam Mo-li.

"Ha-ha-ha, bagaimana hal itu mungkin, Mo-li. Dengan sihirmu pun engkau tidak dapat menundukkan dia malam itu," kata Thian Kek Sengjin.

"Akan tetapi sekarang ada Bi-kwi yang akan membantuku. Ia mempunyai cara untuk menjinakkan pemuda itu untukku. Biarkan aku bersenang-senang, dan jangan khawatir karena sekarang aku sedang memesan beberapa orang gadis cantik dari dusun untuk menemani kalian bertujuh."

Mendengar ini, tujuh orang tosu itu menjadi gembira dan mereka tidak lagi menyatakan ketidak cocokan atau kecurigaan mereka terhadap rencana Mo-li dan Bi-kwi.

Malam itu, setelah para tosu memasuki kamar mereka bersama para wanita dusun yang didatangkan Ang Nio, Sin-kiam Mo-li dan Bi-kwi memasuki lorong bawah tanah. Bi-kwi memberi tahu kepada Mo-li bahwa ia memiliki minuman yang akan dapat merampas semangat Hong Beng, membuat pemuda itu lupa diri dan tentu akan menuruti semua permintaan Sin-kiam Mo-li.

"Akan tetapi bagaimana engkau akan dapat memaksanya untuk minum?"

"Serahkan saja kepadaku, Mo-li. Aku mempunyai akal dan engkau sebaiknya jangan ikut mendekat agar Hong Beng tak menjadi curiga. Biarkan aku sendiri menghadapinya dan aku akan dapat membujuknya untuk minum obatku itu."

"Baik, tetapi jangan sampai engkau gagal, Bi-kwi." Kata-kata ini mengandung ancaman.

"Jangan khawatir, Mo-li, aku pasti berhasil. Akan tetapi ingat akan janjimu, begitu dia kelihatan menurut, gadis remaja itu harus diserahkan kepadaku."

"Baik."

"Nah, sekarang kau menanti dan mendengarkan dari sini saja, sebaiknya aku sendiri yang menghadapinya," kata Bi-kwi.

Ia lalu memasuki ruangan kamar tahanan dan di bawah sinar lampu lentera yang cukup terang, ia melihat betapa Hong Li rebah terlentang di atas lantai, sedangkan Hong Beng sudah duduk bersila lagi. Di sudut kamar terdapat mangkok-mangkok dan sumpit, sisa makanan yang diberikan kepada mereka oleh Hek Nio.

Melihat kemunculan Bi-kwi, Hong Beng lalu mengerutkan alisnya dan tetap saja duduk bersila. Sin-kiam Mo-li yang bersembunyi, mengikuti semua percakapan mereka dengan penuh perhatian. Ia seorang wanita yang cukup cerdik dan tidak ingin dikelabui, maka meski pun ia sudah percaya kepada Bi-kwi, tetap saja ia mengikuti semua peristiwa di ruangan tahanan itu dengan penuh perhatian. Ia merasa aman dan yakin bahwa hanya ia seoranglah yang dapat membebaskan Gu Hong Beng mau pun Kao Hong Li, karena kunci kedua kamar tahanan itu selalu berada di saku bajunya.

"Perempuan iblis jahanam terkutuk! Mau apa kau masuk ke sini? Mau membunuhku? Silakan, aku tahu bahwa engkau hanyalah seorang pengecut yang beraninya hanya terhadap orang yang sudah tidak berdaya!" terdengar Hong Beng membentak dengan suara marah dan mengandung penuh kebencian sehingga hati Sin-kiam Mo-li menjadi kecil. Bagaimana mungkin Bi-kwi mampu membujuk pemuda yang demikian membenci dirinya?

"Gu Hong Beng, engkaulah laki-laki yang sama sekali tidak mengenal budi," terdengar Bi-kwi berkata. "Butakah matamu, tidak dapatkah engkau melihat betapa Sin-kiam Mo-li telah jatuh cinta kepadamu? Kalau engkau seorang pemuda yang berakal sehat, tentu engkau memilih hidup dengan menemani Sin-kiam Mo-li bersenang-senang. Mengapa engkau demikian keras kepala, bukankah engkau adalah seorang laki-laki yang dewasa dan normal?"

Sambil berkata-kata dengan suara membujuk ini, di luar tahunya Sin-kiam Mo-li karena Bi-kwi memegang kertas bertulis itu di depan perutnya sehingga Hong Beng saja yang dapat membacanya, Bi-kwi memberi tanda dengan kedipan mata kepada pemuda itu, sementara mulutnya terus membujuk.

Sejenak Hong Beng tertegun. Tulisan itu mudah dibaca karena tulisannya besar-besar dan jelas. Dia cepat membaca.

Aku datang untuk membebaskan engkau dan Hong Li. Terus bersikaplah bermusuhan denganku, kemudian minum obat yang kuberikan, lalu engkau pura-pura mabok terbius. Selanjutnya, pura-pura lemas saja dan serahkan kepadaku. Jangan bergerak sebelum kuberi tahukan.

Hong Beng selesai membaca dan biar pun dia masih belum percaya benar, namun dia tahu bahwa tentu wanita ini datang bersama Sim Houw dan Bi Lan yang juga hendak menyelamatkan Hong Li.

"Sudahlah, perempuan siluman, jangan membujuk lagi, percuma saja!" katanya sambil memberi isarat dengan matanya bahwa dia mengerti. "Lebih baik bunuh saja aku dari pada harus tunduk dan melakukan perbuatan hina itu!"

"Gu Hong Beng, pemuda tolol! Engkau masih muda belia, tampan dan gagah. Apakah kau lebih suka mati konyol dan menolak kesenangan yang dapat kau nikmati? Sekali lagi, maukah engkau menyerah dan menuruti semua keinginan Sin-kiam Mo-li? Ingat, kalau engkau menolak, aku sudah menerima perintah untuk membunuhmu sekarang juga."

Tanpa menanti sebentar pun, tanpa keraguan sedikit pun, Hong Beng lalu membentak sesuai dengan suara hatinya, juga sesuai dengan permintaan Bi-kwi dalam surat agar dia bersikap bermusuhan.

"Keparat, tulikah engkau? Aku tidak sudi, sekali tidak sudi dan selamanya pun tak sudi. Mau bunuh, lekas bunuh, siapa takut mati?"

Tiba-tiba terdengar suara halus dari kamar tahanan yang ada di sebelah, "Hemm, suara Gu-suheng demikian gagah perkasa, sedangkan suara perempuan ini bagaikan siluman tukang bujuk yang tak tahu malu!" Itulah suara Hong Li yang ikut merasa tegang dan marah.

"Aihhh, adik manis, jangan terlalu galak, nanti kemanisanmu berkurang! Engkau tunggu saja, engkau akan menikmati kesenangan luar biasa dengan aku," kata Bi-kwi, sengaja berkata demikian untuk lebih meyakinkan hati Mo-li yang mengintai dan mendengarkan.

"Siluman jahat, tidak perlu engkau membujuk atau merayu aku!" Hong Li membentak marah dan Bi-kwi mengeluarkan suara ketawa mengejek.

"Siluman jahat, tak perlu banyak cakap lagi. Jika engkau datang hendak membunuhku, lakukanlah. Aku akan menghadapi kematian dengan kedua mata terbuka! Jangan harap engkau akan dapat membuat aku ketakutan dengan bujukan dan ancaman!"

"Hemm, jadi engkau tetap memilih mampus? Engkau tak takut mati? Hemm, aku masih belum mau percaya. Engkau tentu ingin menggunakan kepandaianmu untuk mencoba menipuku dan membuat aku lengah. Kalau memang benar engkau memilih mati, nah, ini aku bawakan sebotol kecil racun. Beranikah engkau meminumnya? Engkau akan mati dengan tenang, seperti orang pergi tidur saja. Ataukah engkau lebih memilih mati kuserang dengan jarum-jarum beracun dari luar kamar tahanan? Nah, minumlah ini kalau memang benar engkau tidak takut mati, bukan hanya bualan sombong belaka!"

Dari tempat persembunyiannya, Sin-kiam Mo-li terus mengintai dengan jantungnya yang berdebar-debar. Maukah pemuda itu minum obat yang akan membuatnya tunduk dan jinak seperti yang dijanjikan oleh Bi-kwi kepadanya?

"Gu-suheng, jangan percaya omongan siluman itu! Dari suaranya saja aku tahu bahwa ia adalah seorang manusia siluman yang jahat, kata-katanya penuh dengan bujuk-rayu dan tipu. Jangan mau minum racun itu!" terdengar suara Hong Li yang merasa khawatir sekali. Ia tidak dapat melihat apa yang sedang terjadi di kamar tahanan sebelah, akan tetapi dapat mendengar percakapan mereka.

Akan tetapi Hong Beng, setelah bertemu pandang yang penuh arti dengan Bi-kwi, lalu menerima botol kecil berisi cairan bening itu, dan berkata dengan lantang karena dia pun tahu bahwa sikap Bi-kwi yang penuh rahasia itu menunjukkan bahwa ada orang lain, tentu iblis betina Sin-kiam Mo-li, yang melakukan pengintaian.

"Hemm, siapa takut mati?" Dan dia pun membuka tutup botol dan meminumnya sampai habis. Diam-diam dia merasa geli karena tahu bahwa yang diminumnya itu hanyalah air putih biasa saja, tidak mengandung apa-apa yang mencurigakan!

Kini Bi-kwi yang bermain sandiwara. Suaranya terdengar girang sekali.

"Hi-hi-hik, kau kira aku sedang berpura-pura dengan ancaman kosong? Ha, lihat betapa wajahmu telah menjadi pucat, dan tubuhmu pasti menjadi lemas. Ha-ha-ha, ya, engkau boleh berusaha mengerahkan sinkang-mu, Gu Hong Beng, akan tetapi percuma saja. Semua kemauanmu telah lenyap, dan engkau sekarang menjadi penurut. Engkau akan mendengarkan semua perintah dan mentaatinya tanpa melawan sedikit pun. Ha-ha-ha!"

Dan Hong Beng yang sebetulnya tidak merasakan sesuatu, kini melakukan apa yang dikatakan Bi-kwi. Dengan ilmu sinkang-nya, ia dapat menahan dan memperlambat jalan darah dan membuat mukanya tampak pucat, lalu tubuhnya terhuyung dan jika dia tidak berpegang kepada jeruji, tentu dia sudah roboh. Kepalanya menunduk dan tergantung seolah-olah kepala itu terasa berat dan pening, matanya terpejam.

"Mo-li, ke sinilah dan lihat hasilnya!" Bi-kwi berseru ke belakang.

Sin-kiam Mo-li cepat berlari mendekati kamar tahanan itu. Ia menemukan Hong Beng dalam keadaan tak berdaya, bergantung ke jeruji jendela dan nampak pucat dan lemas. Giranglah hatinya melihat ini.

"Sekarang dia akan melakukan apa saja yang kau perintahkan, Mo-li."

"Ahh, terima kasih, Bi-kwi. Aku akan membawanya ke kamarku sekarang juga."

"Aihh, jangan lupa membuka kamar tahanan sebelah, Mo-li."

"Jangan khawatir. Nih kuncinya, kau buka sendiri. Akan tetapi, jangan sampai ia terluka apa lagi terbunuh. Engkau hanya boleh meminjamnya saja untuk memuaskan seleramu yang gila itu. Aku masih belum selesai dengan anak itu!"

"Baiklah, siapa mau mencelakakannya? Aku... aku sayang pada anak-anak seperti itu, bagaikan kuncup bunga yang mulai mekar, hi-hi-hik!"

Dua orang wanita itu membuka pintu kamar tahanan. Melihat masuknya seorang wanita yang tidak dikenalnya, akan tetapi yang diketahuinya adalah wanita yang tadi dimakinya siluman, yang tentunya sudah membius atau meracuni Gu Hong Beng seperti yang tadi didengarnya, Hong Li menjadi marah sekali. Begitu pintu kamar tahanan itu dibuka dari luar, dara cilik ini menyambut Bi-kwi dengan makian.

"Siluman betina keparat!"

Ia pun sudah menerjang dan menyerang dengan nekat, bagaikan seekor anak harimau yang marah. Akan tetapi, tentu saja serangannya itu tiada artinya bagi seorang wanita selihai Bi-kwi. Dengan cekatan, wanita ini menyambut tubuh kecil yang menyerangnya itu dengan tangkapan tangan kiri sedangkan tangan kanannya sudah menotok pundak Hong Li. Anak itu terkulai lemas dan segera dipondongnya sambil tertawa kecil.

Sementara itu, saat melihat pintu kamar tahanannya terbuka dan melihat Sin-kiam Mo-li masuk, sukar sekali bagi Hong Beng untuk menahan dirinya untuk tidak menerjangnya. Akan tetapi ia teringat akan pesan Bi-kwi. Ia harus berhati-hati karena Bi-kwi bermaksud untuk menyelamatkan Hong Li. Kalau dia sembrono dan hanya menurutkan nafsu hati lalu menyerang Mo-li, jangan-jangan dia membuat kapiran semua rencana Bi-kwi yang belum diketahuinya bagaimana.

Karena itu, ketika Mo-li menyentuh lengan dan pundaknya untuk meyakinkan diri, dia membuat tubuhnya lumpuh dan jalan darahnya berjalan sangat lambat sehingga wanita itu percaya bahwa dia benar-benar berada dalam pengaruh bius yang amat kuat. Ia pun membiarkan saja wanita itu merangkulnya, menciumnya kemudian tertawa kecil dan menuntunnya keluar dari dalam kamar penjara.

Ia bertemu dengan Bi-kwi di luar kamar tahanan, dan melihat Hong Li sudah terkulai lemas dipanggul oleh Bi-kwi. Bi-kwi tersenyum kepadanya.

"Bagaimana Mo-li? Tidak manjurkah obatku?"

"Memang ampuh sekali, dan aku berterima kasih padamu, Bi-kwi," kata Sin-kiam Mo-li sambil merangkul pinggang Hong Beng.

"Gu Hong Beng...," kata Bi-kwi dan Mo-li mengira bahwa rekannya itu akan mengejek tawanannya, akan tetapi ternyata panggilan itu oleh Bi-kwi disambung dengan seruan, "... serbuuu...!"

Dan ia sendiri mengirim tamparan keras ke arah kepala Mo-li! Tentu saja Sin-kiam Mo-li terkejut bukan main. Cepat ia miringkan tubuhnya mengelak dari tamparan yang amat berbahaya itu. Akan tetapi pada saat itu Hong Beng juga telah menyerangnya. Pemuda ini tadi dirangkul pinggangnya, maka hantaman Hong Beng yang amat dekat itu sukar sekali dielakkan dan biar pun ia sudah membuang diri, tetap saja punggungnya terkena pukulan tangan Hong Beng.

"Bukkk!"

Tubuh Sin-kiam Mo-li terpelanting keras dan ketika ia meloncat berdiri, dari mulutnya keluar darah segar! Wanita ini ternyata kuat sekali karena hantaman itu sama sekali tak membuatnya lemah. Dia bahkan mencabut pedangnya dan memandang dengan mata penuh kemarahan kepada Bi-kwi dan Hong Beng.

"Bi-kwi... manusia hina, khianat dan curang!" bentaknya.

"Hong Beng, bawa dia keluar dari sini, suruh dia menjadi penunjuk jalan. Cepat... biar kuhadapi siluman ini!" kata Bi-kwi sambil melemparkan tubuh Hong Li yang diam-diam telah ia bebaskan totokannya kepada Hong Beng.

Pemuda itu cepat menangkap Hong Li. Dipondongnya gadis cilik itu, kemudian maklum bahwa yang terpenting adalah menyelamatkan Hong Li, dia meloncat keluar dari tempat tahanan itu.

Mo-li hendak mengejar, akan tetapi Bi-kwi sudah menghadang di depannya dan Bi-kwi juga mencabut pedangnya, menghadang Mo-li sambil tersenyum mengejek.

"Nah, sekarang kita boleh mengadu kepandaian, Mo-li. Akulah lawanmu!"

Saking marahnya, Sin-kiam Mo-li tidak mampu mengeluarkan suara apa pun, bahkan saking marahnya, ia tak ingat untuk berteriak minta bantuan para pelayan dan juga para tamunya untuk mencegah Hong Beng dan Hong Li melarikan diri. Mulutnya menyeringai penuh kebencian, sepasang matanya mencorong seolah-olah ia hendak menelan Bi-kwi bulat-bulat. Ia lantas mengeluarkan suara melengking nyaring dan pedangnya berubah menjadi sinar berkelebat, tahu-tahu pedang itu telah menyambar dan menusuk ke arah dada Bi-kwi.

"Cringgg...!"

Bunga api berpijar menyilaukan mata ketika dua batang pedang bertemu. Bi-kwi merasa betapa telapak tangannya panas dan lengan kanannya tergetar hebat. Maklumlah dia bahwa Sin-kiam Mo-li memang sesuai dengan julukannya, Iblis Betina Berpedang Sakti, amat hebat ilmu pedangnya.

Oleh karena itu, sambil melawan dengan pedang, Bi-kwi mengeluarkan ilmu-ilmu tangan kosongnya yang tidak kalah hebatnya. Dia mengisi tangan kirinya dengan ilmu yang disebut Kiam-ciang (Tangan Pedang), ilmu dari Sam Kwi yang amat terkenal. Dengan ilmu ini, tangan kirinya kalau dipergunakan untuk menyerang, tiada ubahnya sebatang pedang pula, yang selain amat kuat, juga dapat membabat anggota tubuh lawan sampai buntung, bahkan lengan kiri ini berani menangkis senjata tajam karena telah dilindungi kekebalan Kiam-ciang.

Di samping ini, ia juga merubah-rubah ilmu pedangnya karena memang wanita ini telah mewarisi semua ilmu dari ketiga orang gurunya, yaitu mendiang Hek Kwi Ong si Raja Iblis Hitam, Im kan-kwi si Iblis Akhirat dan Iblis Mayat Hidup yang ketiganya merupakan datuk sesat yang terkenal dengan julukan Sam Kwi (Tiga Iblis).

Akan tetapi sekali ini Bi-kwi bertemu lawan yang sangat tangguh pula. Sin-kiam Mo-li adalah anak angkat mendiang Kim Hwa Nionio, sudah mewarisi semua ilmu dari nenek sakti itu dan ditambah dengan pengalamannya yang luas, ia merupakan seorang wanita yang amat lihai, bukan saja dalam ilmu silat, melainkan juga memiliki kekuatan batin yang hebat karena ia pernah mempelajari ilmu sihir.

Kalau saja ia tidak menghadapi seorang yang juga sudah matang seperti Bi-kwi, tentu ia dapat menjatuhkan lawan dengan ilmu sihirnya. Bahkan kini pun, dengan mengeluarkan lengkingan-lengkingan tajam yang mengandung kekuatan batin, beberapa kali Bi-kwi merasa jantungnya tergetar dan terguncang hebat yang hampir saja melumpuhkannya. Tetapi, maklum akan kesaktian lawan, Bi-kwi lalu mengerahkan segala kemampuan dan tenaganya untuk melakukan perlawanan dengan amat gigihnya.

Hong Beng memondong Hong Li keluar dari kamar tahanan itu menurutkan petunjuk Hong Li. Ternyata lorong yang membawa mereka ke atas itu tidak terjaga. Tiga orang pelayan Mo-li agaknya sedang asyik melayani tujuh orang tosu bersama wanita-wanita dusun.

Hong Li minta turun dari pondongan karena tubuhnya sudah terasa segar kembali dan gadis inilah yang menjadi petunjuk jalan untuk keluar dari daerah berbahaya itu. Akan tetapi, tiba-tiba Hong Beng teringat akan Bi-kwi. Bagaimana dia dapat melarikan diri dan meninggalkan Bi-kwi di tempat yang berbahaya itu? Selama ini dia telah salah sangka terhadap Bi-kwi, bahkan terhadap Bi Lan dan Sim Houw!

Dia sudah menganggap bahwa Bi-kwi adalah seorang wanita iblis yang tidak mungkin menjadi baik kembali. Akan tetapi, kini dia melihat kenyatan betapa keliru pendapatnya itu, pendapat yang dahulu didorong oleh perasaan iri dan cemburu karena cintanya terhadap Bi Lan gagal. Kini baru nampak olehnya, Bi-kwi telah menjadi seorang wanita yang gagah perkasa.

Hal ini telah dibuktikannya. Bi-kwi rela mengorbankan diri, menghadapi Sin-kiam Mo-li yang demikian lihainya, yang masih dibantu tujuh orang tosu. Bi-kwi mengorbankan diri demi menyelamatkan dia dan Hong Li. Dan bagaimana mungkin dia sekarang melarikan diri meninggalkan wanita itu begitu saja diancam bahaya maut? Ahhh.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SULING NAGA (BAGIAN KE-12 SERIAL BU KEK SIANSU)

Suling Naga