SULING NAGA : JILID-55


"Tentu saja, aku sudah hafal jalan di sini dengan semua rahasianya. Jangan khawatir, suheng. Aku akan membawamu keluar dari sini dengan aman."

"Bukan itu yang kukhawatirkan, sumoi. Engkau sekarang larilah secepatnya keluar dan setelah di luar daerah ini, carilah sepasang pendekar yang bernama Sim Houw dan Can Bi Lan, lalu bawalah mereka masuk untuk membantu kami. Aku harus cepat kembali untuk membantu nona Ciong Siu Kwi."

"Siapakah itu?"

"Wanita tadi..."

"Ahhh,... siluman itu?"

"Tidak, sumoi. Dia hanya pura-pura, termasuk siasatnya agar dipercaya oleh Sin-kiam Mo-li. Ia datang untuk menyelamatkan engkau dan ia datang bersama Sim Houw dan Bi Lan itulah. Sudah, aku tidak dapat bicara banyak, engkau cepatlah lari mencari bantuan mereka. Kalau terlambat, mungkin nona Ciong dan aku akan tewas di tangan Mo-li dan tujuh orang tosu itu!" Tanpa menanti jawaban, Hong Beng melompat dan lari kembali ke arah bangunan besar di tengah hutan dan rawa itu.

Sejenak Hong Li berdiri bingung, akan tetapi ia pun dapat menangkap apa yang terjadi menurut cerita Hong Beng tadi, maka ia pun cepat melompat dan melanjutkan larinya ke luar dari daerah itu. Ia merasa amat khawatir akan keselamatan pemuda yang menjadi suheng-nya itu, dan ia harus dapat cepat menemukan sepasang pendekar seperti yang dikatakan oleh Hong Beng tadi.

Juga kini Hong Li baru melihat kenyataan betapa gurunya, Sin-kiam Mo-li, yang selama ini dianggapnya menjadi ibu angkat dan gurunya, amatlah jahatnya. Maka ia pun tidak ragu-ragu untuk membantu Gu Hong Beng, kalau perlu ia bahkan siap untuk menentang kejahatan subo-nya sendiri.

Perkelahian antara Bi-kwi dan Mo-li berjalan dengan sangat serunya dan selama itu, keduanya masih nampak seimbang. Walau pun Mo-li lebih kuat dalam tenaga sinkang, akan tetapi kekurangan Bi-Kwi diimbangi dengan kemenangannya dalam ilmu silat yang banyak ragamnya, terutama sekali Ilmu Sam-kwi Cap-sha-kun yang merupakan ciptaan terakhir dan hasil kerja gabungan dari ketiga orang tokoh sesat itu.

Akan tetapi, setelah berkelahi selama empat puluh jurus lebih, mendadak bermunculan tujuh orang tosu Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai yang menjadi tamu di rumah itu. Akhirnya mereka mendengar juga akan perkelahian itu ketika seorang di antara tiga pelayan yang kebetulan mempunyai keperluan ke belakang, mendengar suara denting pedang beradu yang keluar dari lorong rahasia bawah tanah.

Ang Nio, pelayan ini, segera memasuki lorong dan melihat betapa Mo-li berkelahi mati matian melawan Bi-kwi, sedangkan dua ruangan tahanan telah kosong. Ang Nio cepat berlari ke atas memberi tahu kepada tujuh orang tosu itu dan minta bantuan. Ketujuh orang tosu itu cepat berlompatan keluar dari dalam kamar sambil membetulkan pakaian mereka dengan tergesa-gesa, lalu mereka memasuki lorong bawah tanah.

Melihat betapa Mo-li berkelahi dengan mati-matian melawan Bi-kwi, mereka pun tanpa diminta sudah maju mengepung. Melihat munculnya tujuh orang musuh baru ini, Bi-kwi maklum bahwa ia terancam bahaya maut, namun ia sudah nekat. Ia rela mati, namun hatinya lega karena Hong Beng dan Hong Li tentu sudah dapat keluar dengan selamat.

Ia tidak takut mati, apa lagi mati sebagai seorang gagah yang menentang kejahatan. Suaminya yang amat dicintanya tentu maklum, dan akan merasa bangga pula dengan kematiannya. Maka, dengan penuh semangat, pedang di tangan dan tubuh basah oleh peluh, ia siap untuk mempertahankan nyawanya sampai titik darah terakhir.

Sementara itu, Sin-kiam Mo-li sudah marah sekali kepada Bi-kwi. Demikian besar rasa marah dan bencinya sehingga ia berseru kepada tujuh orang tosu yang membantunya, "Jangan bunuh perempuan keparat ini! Boleh saja buntungi kaki tangannya, akan tetapi jangan buntungi lehernya. Aku ingin menangkapnya hidup-hidup, menyiksanya sepuas hatiku. Pengkhianat keji ini harus mengaku mengapa ia membalik dan membela para pendekar!"

Seruan yang timbul dari kebencian dan kemarahan yang bergelora ini bahkan menolong nyawa Bi-kwi. Kalau saja tidak ada larangan itu, para tosu maju mengeroyok, agaknya tidak sampai sepuluh jurus Bi-kwi akan roboh dan tewas! Akan tetapi, karena dilarang membunuh oleh Mo-li, tujuh orang tosu itu pun menyerang tanpa menggunakan senjata dan mereka tidak melakukan serangan maut, melainkan berusaha merobohkan saja dan menangkapnya. Tidaklah mudah menangkap seseorang yang demikian lihainya seperti Bi-kwi tanpa membunuhnya!

Bi-kwi yang hendak mempertahankan nyawanya sampai napas terakhir, menggunakan seluruh kepandaiannya. Baru sakarang inilah selama hidupnya ia menghadapi lawan yang demikian kuatnya. Delapan orang yang rata-rata memiliki tingkat yang tinggi, dan untuk melawan seorang saja dari mereka sudah sukarlah baginya untuk keluar sebagai pemenang. Apa lagi dikeroyok delapan!

Ia lalu merubah-rubah ilmu silatnya. Bahkan ketika dalam benturan pedang yang amat dahsyatnya pedangnya dan juga pedang di tangan Sin-kiam Mo-li terlempar dan jatuh, ia melanjutkan perlawanan dengan kedua tangan kosong. Mo-li juga tidak mengambil pedangnya karena ia merasa yakin bahwa jika dibantu oleh tujuh orang tosu itu, tanpa pedangnya pun ia akan mampu menangkap Bi-kwi.

Dalam usaha untuk membela diri dan kalau mungkin merobohkan para pengeroyoknya, Bi-kwi menggunakan Hek-wan Sip-pat-ciang (Delapan Belas Jurus Silat Lutung Hitam) yang merupakan ilmu khas dari mendiang Raja Iblis Hitam. Dengan ilmu silat ini, kedua lengan Bi-kwi dapat mulur sampai dua kali lipat ukuran biasa!

Tentu saja ilmu ini hebat bukan main dan para pengeroyoknya kadang-kadang berseru kaget dan hampir celaka oleh serangan ilmu ini. Untung saja mereka itu berdelapan sehingga yang lain cepat membantu kalau ada yang terdesak.

Juga dalam menghadapi sambaran pukulan atau tendangan lawan, Bi-kwi melindungi dirinya dengan Ilmu Kebal Kulit Baja yang dipelajarinya dari mendiang Iblis Akhirat, juga tendangan Pat-hong-twi yang dapat dilakukan ke arah delapan penjuru dengan secara susul-menyusul dan cepat serta kuat sekali.

Kadang-kadang dia juga mengeluarkan pukulan Hun-kin Tok-ciang (Tangan Beracun Putuskan Otot) dari mendiang Iblis Mayat Hidup. Tetapi di samping semua ilmu ini, Ilmu Pukulan Kiam-ciang (Tangan Pedang) masih terus dia gunakan sehingga menggiriskan para pengeroyoknya, walau pun para pengeroyok itu memiliki ilmu yang tinggi.

Sudah berulang kali Bi-kwi menerima tendangan dan pukulan, tapi berkat perlindungan Ilmu Kebal Kulit Baja, ia tidak menderita luka walau pun pakaiannya sudah robek sana dan sini. Seluruh tubuhnya terasa nyeri-nyeri karena biar pun tidak terluka, tetap saja guncangan-guncangan yang diterimanya membuat tubuhnya nyeri semua.

Ia semakin terdesak dan agaknya tidak lama lagi ia akan kehabisan tenaga dan napas dan akan roboh tak berdaya sehingga ia akan menjadi korban kebencian Sin-kiam Mo-li yang ingin menyiksanya habis-habisan sebelum membunuhnya!

Pada saat ia kembali menerima sebuah tendangan yang kuat dari Ok Cin Cu, tosu yang agaknya juga amat membencinya karena pernah dikecewakan oleh pelayanannya yang dingin, hingga tubuhnya terbanting dan bergulingan, dan ia terpaksa menangkis dengan kedua lengannya karena pada waktu ia bergulingan itu datang tendangan bertubi-tubi, muncullah Gu Hong Beng!

Tanpa banyak cakap lagi, Hong Beng menyerbu dan menyerang Ok Cin Cu sehingga tosu ini terpelanting oleh sambaran angin pukulannya yang sangat panas karena ia tadi menyerang dengan pengerahan tenaga Hwi-yang Sinkang, satu di antara ilmu sinkang dari Pulau Es!

Hwi-yang Sinkang (Tenaga Sakti Inti Api) mengeluarkan hawa panas dan sangat kuat sehingga walau pun Ok Cin Cu tidak terkena pukulan secara langsung, tetap saja dia terpelanting! Semua orang terkejut. Dan melihat munculnya pemuda ini, Sin-kiam Mo-li menjadi girang. Kiranya pemuda ini belum lagi melarikan diri! Sekarang ia akan dapat menangkapnya dan menyiksanya bersama Bi-kwi.

"Tangkap pemuda jahanam ini pula!" bentaknya dan ia sendiri sudah menyerang Hong Beng dengan dahsyatnya. Pemuda ini juga amat membenci Sin-kiam Mo-li, maka dia pun mengerahkan tenaganya dan menangkis.

"Desss...!" Keduanya terdorong ke belakang.

Hong Beng merasa lega dan juga kagum melihat betapa Bi-kwi yang dikeroyok delapan orang lihai itu masih dalam keadaan selamat, walau pun pakaiannya sudah compang-camping dan wajahnya sudah pucat, dengan tubuh basah oleh keringat dan tampaknya wanita itu lelah sekali. Namun, melihat Hong Beng, Bi-kwi terkejut.

"Bagaimana dengan Hong Li?" tanyanya sambil meloncat ke belakang menghindarkan serangan dua orang lawan.

"Harap jangan khawatir, ia sudah selamat," kata Hong Beng. Ia makin kagum karena dalam keadaan nyawanya sendiri terancam bahaya, wanita itu masih teringat kepada anak itu.

"Kenapa kau mencari penyakit dan tidak pergi saja?" kata pula Bi-kwi, agak menyesal mengapa pemuda ini kembali untuk menyerahkan nyawa.

"Ciong-lihiap, aku masih belum begitu tersesat untuk bisa membiarkan engkau sendirian terancam bahaya. Mari kita hajar iblis-iblis ini!" kata Hong Beng.

Bi-kwi terbelalak dan wajahnya menjadi cerah sekali, sepasang matanya bersinar dan mencorong mendengar betapa ia disebut Ciong-lihiap oleh murid tokoh Pulau Es itu. Ia tertawa.

"He-he-he, engkau benar sekali, Gu-taihiap! Mari kita basmi siluman-siluman jahat ini!"

Dan seperti memperoleh tenaga baru, sebuah tendangan kilat mengenai paha Im Yang Tosu, membuat tosu Pek-lian-kauw yang menjadi salah seorang di antara pengeroyok itu terpelanting dan ketika meloncat bangun, kakinya agak terpincang. Dia menyumpah-nyumpah dan menerjang lagi.

Dengan penuh semangat, dua orang itu mengamuk dan mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian mereka. Namun, delapan orang pengeroyoknya adalah orang-orang pandai yang setingkat dengan mereka, maka perlahan-lahan, mulailah Bi-kwi dan Hong Beng terdesak lagi. Mereka sudah mulai menerima hantaman-hantaman dan hanya karena kekebalan tubuh mereka dan besarnya semangat mereka saja, maka dua orang gagah ini masih terus melakukan perlawanan bagaikan dua ekor harimau yang sudah terluka dan tersudut, pantang menyerah sebelum roboh!

Sementara itu, dengan cepat sekali Hong Li lari menyusup-nyusup keluar dari daerah yang berbahaya karena penuh dengan perangkap-perangkap itu. Berkat kecerdikannya, karena ia sudah hafal benar keadaan di daerah itu, ia mampu berlari keluar di tempat gelap tanpa terancam jebakan dan akhirnya sampai juga ia di luar daerah tempat tinggal gurunya.

Sampai di sini, Hong Li merasa bingung sekali. Ia disuruh mencari dua orang gagah yang hanya diketahui namanya saja, yaitu Sim Houw dan Can Bi Lan. Akan tetapi ia belum pernah bertemu dengan mereka dan tidak tahu bagaimana wajah mereka. Ia tak akan mengenal mereka dan ke manakah ia harus mencari mereka?

Tetapi Hong Li adalah seorang anak yang cerdik sekali. Ia membayangkan keadaannya. Sekarang ia dapat menduga bahwa kalau suheng-nya yang bernama Gu Hong Beng itu datang sendirian untuk menyelamatkannya. Karena itu wanita yang disebut Bi-kwi oleh gurunya itu pasti datang bertiga bersama mereka yang kini harus dicarinya.

Agaknya Bi-kwi itu mengenal subo-nya, maka menggunakan siasat berkunjung kepada gurunya sebagai seorang sahabat dan kemudian bergerak dari dalam. Kalau demikian halnya, sudah pasti kedua orang temannya itu menunggu di luar hutan ini dan sekarang berada di suatu tempat tersembunyi. Mencari mereka tidaklah mungkin karena mereka bersembunyi, maka ia pun lalu mulai memanggil-manggil dengan suara nyaring.

"Dua orang gagah yang bernama Sim Houw dan Can Bi Lan...! Ji-wi (kalian) keluarlah! Sahabat ji-wi Bi-kwi berada dalam bahaya!"

"Sim Houw dan Can Bi Lan...!"

Hong Li berjalan ke sana-sini sambil berteriak-teriak. Usahanya berhasil. Belum sepuluh kali ia memanggil kedua nama itu. Tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu di depannya sudah berdiri seorang lelaki dan seorang perempuan yang dapat dilihatnya dalam cuaca remang-remang yang ditimbulkan oleh sinar laksaan bintang di langit.

"Siapa engkau?" yang wanita menyapanya dengan suara tegas setengah menghardik.

"Aku Kao Hong Li..."

"Ahhh...!" Dua orang itu cepat memegang lengannya dengan lembut.

"Kiranya adik Hong Li...! Apa artinya teriakanmu tadi?" tanya yang wanita. "Aku yang bernama Can Bi Lan, aku sumoi dari Bi-kwi itu, dan aku sumoi dari ayahmu..."

"Sumoi dari ayah?"

"Tidak ada waktu untuk bicara tentang itu. Hong Li, katakanlah, apa yang telah terjadi dan bagaimana engkau dapat sampai ke sini?"

"Engkau benar, bibi. Tidak ada banyak waktu untuk bicara. Kalianlah yang dicari oleh mereka yang kini berada dalam bahaya besar. Mereka berdua terancam bahaya maut. Di sana ada... Sin-kiam Mo-li dan tujuh orang tosu itu..."

"Berdua? Suci Bi-kwi dengan siapa?"

"Ia bersama suheng Gu Hong Beng. Tadinya suheng tertawan. Lalu muncul bibi Bi-kwi yang berhasil membebaskan aku dan suheng. Akan tetapi suheng menyuruh aku berlari sendiri dan dia kembali untuk membantu bibi Bi-kwi. Mari, mari cepat, biar aku menjadi penunjuk jalan. Ji-wi harus membantu mereka!"

Tanpa menanti, jawaban, Hong Li sudah melompat ke dalam hutan. Dua orang itu amat kagum dan mereka pun cepat mengikuti jejak Hong Li yang mulai menyusup-nyusup ke dalam hutan itu menuju ke tempat tinggal Sin-kiam Mo-li.

Kedatangan Bi Lan dan Sim Houw sungguh pada saat yang tepat sekali. Ketika mereka tiba di dalam rumah itu, mereka dihadang oleh tiga orang wanita yang bukan lain adalah Pek Nio, Ang Nio dan Hek Nio, tiga orang pelayan dan juga pembantu dan murid dari Sin-kiam Mo-li.

"Mereka adalah pembantu-pembantu Sin-kiam Mo-li," bisik Hong Li kepada dua orang itu.

"Tunggu! Siapakah kalian dan mau apa?" bentak Pek Nio dengan pedang melintang di depan dada.

Bi Lan yang sudah mendengar bisikan Hong Li tadi membentak, "Menggelinding pergi kalian!"

Dan ia pun menerjang ke depan. Tiga orang wanita pelayan itu menyambutnya dengan serangan pedang, akan tetapi begitu Bi Lan menggerakkan kaki tangannya, tiga orang itu berpelantingan ke kanan kiri dan terbanting keras, tak dapat bangkit kembali! Hong Li kagum bukan main melihat ini. Bibi gurunya! Adik seperguruan ayahnya! Demikian lihai!

"Mari, mari ke sini, bibi!" katanya sambil berlari masuk ke dalam rumah itu, diikuti oleh Bi Lan dan Sim Houw. Hong Li membuka sebuah pintu rahasia dan mereka pun memasuki terowongan bawah tanah.

Kalau tadi Bi Lan dan Sim Houw masih heran dan bingung, belum percaya penuh akan keterangan Hong Li bahwa Bi-kwi berada di situ bersama Gu Hong Beng, kini mereka dapat melihat sendiri. Memang Hong Beng bersama Bi-kwi yang sedang dikurung dan terdesak hebat oleh delapan orang pengeroyok itu! Sejenak mereka merasa kaget dan heran sekali.

Hong Beng bekerja sama dengan Bi-kwi menghadapi pengeroyokan delapan orang musuh! Sukar untuk dapat dipercaya karena mereka tahu betapa besarnya perasaan benci dalam hati Hong Beng terhadap Bi-kwi. Agaknya pemuda itu telah sadar sekarang dan hal ini membuat Bi Lan demikian girangnya sehingga ia berteriak nyaring.

"Hong Beng, jangan takut aku datang membantu!"

Sim Houw juga tidak banyak cakap lagi. Begitu tiba di situ, pendekar Suling Naga ini menggunakan pandang matanya yang tajam mencorong itu untuk menelitii keadaan. Dia melihat bahwa baik tingkat kepandaian Hong Beng mau pun Bi-kwi tidak kalah oleh tingkat masing-masing pengeroyok, dan dia merasa yakin bahwa Bi Lan akan mampu mengalahkan setiap dari mereka, kecuali wanita cantik itu yang amat lihai.

Bi Lan akan mampu menahan dua orang lawan, Hong Beng dan Bi-kwi menghadapi dua orang lawan dan dia sendiri akan menghadapi empat orang lawan termasuk wanita itu yang dia sangka tentulah Sin-kiam Mo-li adanya. Maka dia pun sudah mencabut suling naga dari pinggangnya dan bersama dengan Bi Lan dia menyerbu ke dalam arena perkelahian. Ruangan di depan kamar-kamar tahanan itu cukup luas sehingga dia dapat menggerakkan pedangnya yang luar biasa itu dengan leluasa.

Munculnya dua orang ini mengejutkan Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya. Akan tetapi tidak membuat mereka menjadi gentar. Bagaimana pun juga, mereka berjumlah delapan orang, merupakan kekuatan yang sukar dilawan.

Mo-li maklum bahwa kawan-kawannya adalah tokoh-tokoh pilihan dari Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai, maka munculnya dua orang yang membantu Bi-kwi dan Gu Hong Beng tidak membuat ia menjadi gentar. Ia sudah menyambar pedangnya dan meloncat ke depan menyambut Sim Houw dan karena ingin cepat-cepat menyelesaikan perkelahian ini, tangan kirinya juga sudah melolos kebutan bulu merah bergagang emas. Dan begitu tubuhnya menerjang ke depan, pedangnya menusuk dada Sim Houw dan kebutannya menyambar ke arah muka pendekar itu.

"Tranggg…! Trakkk…!"

"Aihhhhh...!" Sin-kiam Mo-li menjerit ketika tubuhnya terhuyung ke belakang seperti di sambar petir.

"Dia Pendekar Suling Naga...!" teriak Thian Kek Sengjin yang pernah dikalahkan oleh pendekar ini. Demikian pula Ok Cin Cu amat terkejut melihat munculnya pendekar yang membuatnya gentar itu.

Mendengar ini, Sin-kiam Mo-li terkejut. Ia sudah mendengar nama besar pendekar yang baru muncul ini dan kini ia memandang ke arah pedang berbentuk suling naga itu. Akan tetapi ia tidak merasa gentar karena ia dibantu oleh teman-temannya dan bersama tiga orang tosu ia pun menerjang lagi ke depan, sekali ini lebih berhati-hati agar jangan bentrok senjata secara langsung karena ia tahu bahwa tenaga sinkang-nya masih kalah jauh dibandingkan pendekar ini.

Bi Lan sudah menghadapi dua orang tosu, yaitu Ok Cin Cu dan sute-nya, yaitu Lam Cin Cu, dua orang tokoh Pat-kwa-pai. Bi-kwi melawan Im Yang Tosu sedangkan Hong Beng berkelahi melawan Ang Bin Tosu, kedua-duanya dari Pek-lian-pai. Ada pun Sim Houw dikepung oleh Sin-kiam Mo-li yang dibantu oleh Thian Kek Sengjin dan Coa-ong Sengjin dari Pek-lian-pai, dan Thian Kong Cinjin yang merupakan tosu paling tangguh di antara mereka bertujuh, karena tosu ini adalah wakil ketua Pat-kwa-pai.

Hong Li berdiri agak jauh, nonton perkelahian itu dengan pandang mata penuh kagum ditujukan kepada Sim Houw dan Bi Lan. Sekarang sungguh amat mengejutkan pihak Mo-li, pertempuran itu berjalan dengan seimbang!

Andai kata Bi-kwi tidak demikian lelah dan nyeri-nyeri tubuhnya karena tadi menerima banyak pukulan, seperti juga halnya Hong Beng, tentu ia dan Hong Beng sudah mampu merobohkan lawannya yang hanya seorang saja.

Bi Lan yang tadi sudah melihat kelihaian para tosu, sekarang mengerahkan tenaga dan kepandaiannya, membuat kedua orang pengeroyoknya cukup repot meski kedua orang pengeroyok itu menggunakan tongkat untuk menyerangnya, sedangkan gadis itu hanya bertangan kosong saja.

Hong Beng juga sudah menerima beberapa pukulan keras ketika dia membantu Bi-kwi tadi sehingga gerakannya tidak leluasa, juga tenaganya banyak berkurang. Untung dia memiliki sinkang yang amat kuat dari gurunya, sinkang istimewa dari keluarga Pulau Es.

Maka biar pun lawannya, Ang Bin Tosu dari Pek-lian-pai juga merupakan tokoh lihai, sudah berusaha untuk mengalahkannya, tetap saja kakek tosu sesat itu tidak mampu mendesak Hong Beng. Bahkan ketika Hong Beng memainkan Liong-in Bun-hoat, ilmu silat yang amat tinggi dan sukar dilawan, yang halus namun mengandung kekuatan dahsyat, Ang Bin Tosu terkena dorongan tangan kiri Hong Beng dan kakek ini terhuyung lalu terpaksa meloncat ke belakang.

Pada saat itu, Bi-kwi yang keadaannya lebih parah dari Hong Beng, terdesak hebat dan sebuah sapuan tongkat panjang dari lawannya, yaitu Im Yang Tosu, membuat ia roboh terguling. Memang aneh, tadi ketika hanya berkelahi berdua saja dengan Hong Beng, dia begitu gigih, tetapi setelah datang bala bantuan, Bi-kwi merasa betapa tubuhnya lelah dan lemah.

Hal ini mungkin karena tadi ia tidak melihat adanya harapan dan hal itu membuatnya nekat, dan kini, kelegaan hati melihat kemunculan Bi Lan dan Sim Houw membuat daya tahan batinnya bahkan melemah. Untung Hong Beng cepat menubruk ke depan dan menghantam punggung Im Yang Tosu dengan pengerahan tenaga Swat-im Sinkang yang berhawa dingin.

"Bukkk!"

Punggung itu kena dihantam telapak tangan Hong Beng, keras sekali karena pemuda ini khawatir sekali dan ingin menyelamatkan Bi-kwi yang terancam maut oleh serangan susulan dari Im Yang Tosu yang menghantamkan tongkatnya ke arah kepala Bi-kwi. Pukulan tangan Hong Beng itu demikian kuatnya sehingga tubuh Im Yang Tosu lantas terpelanting keras, menggigil dan tidak mampu bangun kembali, bahkan tak lagi mampu berkutik!

Melihat rekannya roboh, Ang Bin Tosu marah sekali dan dengan teriakan marah dia menubruk ke arah Hong Beng. Ketika itu, Hong Beng yang tadi menggunakan seluruh tenaganya memukul Im Yang Tosu, berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Hong Beng memang sudah amat lelah dan telah banyak menerima pukulan pada saat bersama Bi-kwi menghadapi pengeroyokan delapan orang itu. Maka pengerahan tenaga sekuatnya tadi membuat ia terhuyung dan terengah, dan dalam keadaan seperti itu Ang Bin Tosu menyerangnya dengan pukulan dahsyat dari belakang!

"Desss...!"

Pada saat yang amat berbahaya bagi Hong Beng itu, Bi-kwi menerjang ke depan dan menyambut serangan tosu itu untuk menyelamatkan Hong Beng. Hebat sekali benturan tangan itu. Akibatnya, tubuh Bi-kwi yang sudah amat lelah dan lemah itu terjengkang dan wanita itu pun roboh pingsan. Namun Ang Bin Tosu juga terhuyung ke belakang dan terengah-engah karena benturan tenaga itu sangat hebat, membuat isi dadanya terguncang dan tergetar.

Melihat betapa dia baru terlepas dari bahaya maut karena pertolongan Bi-kwi, sehingga wanita itu roboh tidak bergerak lagi, Hong Beng menjadi marah sekali kepada Ang Bin Tosu.

"Tosu jahat!" bentaknya.

Dan dia pun menerjang tosu yang sedang terhuyung itu. Ang Bin Tosu yang kehilangan tongkatnya, menangkis dengan kedua lengannya, akan tetapi pukulan Hong Beng amat hebatnya sehingga tangkisan itu runtuh dan telapak tangan kiri Hong Beng mengenai dada Ang Bin Tosu. Kakek ini mengeluh dan roboh terjengkang, tak dapat bergerak lagi.

Sementara itu, pedang suling naga di tangan Sim Houw mulai membuat empat orang pengeroyoknya kocar-kacir. Pedang itu menyambar-nyambar, menjadi segulungan sinar yang amat panjang dan kuat, mengeluarkan bunyi melengking-lengking seperti orang bermain suling. Empat orang itu berusaha keras untuk mendesaknya, namun sebaliknya mereka berempat yang terdesak dan permainan senjata mereka menjadi kacau-balau.

Mula-mula Thian Kong Cinjin yang lebih dulu menjadi korban sinar pedang suling naga. Sim Houw melihat betapa di antara empat orang pengeroyoknya, yang paling tangguh adalah wakil ketua Pat-kwa-pai ini dan Sin-kiam Mo-li. Karena itu, ketika mendapatkan kesempatan dia pun menujukan sinar pedangnya mendesak Thian Kong Cinjin. Ketika kakek ini memutar tongkatnya untuk melindungi dirinya dari sinar pedang, Sim Houw meloncat dan menendang ujung tongkat itu dan pada saat tongkat itu menyeleweng dan terbuka lubang, Sim Houw memasukinya dengan sinar pedangnya.

"Crettttt!"

Robeknya jubah di bagian pundak disusul mengalirnya darah. Pundak itu telah terluka oleh pedang dan seketika lengan kanan Thian Kong Cinjin menjadi lumpuh kehilangan tenaga sehingga tongkatnya pun terlepas.

Pada saat itu pula tiga orang pengeroyok sudah menerjang dengan cepat sehingga Sim Houw harus meloncat mundur dan melindungi tubuhnya dengan sinar pedang sulingnya sehingga serangan senjata tiga orang pengeroyok itu dapat ditangkis semua.

Pada saat itu, Bi Lan berhasil merobohkan Lam Cin Cu dengan tamparan tangan kirinya yang mengenai pelipis tosu itu. Lam Cin Cu roboh tak berkutik lagi. Melihat robohnya sute ini, Ok Cin Cu terkejut dan juga gentar. Dia meloncat jauh ke belakang dengan muka pucat, apa lagi melihat betapa Im Yang Tosu dan Ang Bin Tosu juga sudah roboh.

Bi Lan kini menerjang ke dalam pertempuran membantu Sim Houw. Tentu saja tiga orang pengeroyok Sim Houw menjadi semakin repot. Tadi saja mengeroyok Pendekar Suling Naga, mereka sudah sangat kewalahan. Apa lagi kini Bi Lan ikut maju membantu kekasihnya. Meski gadis ini hanya bertangan kosong, namun tangan kakinya tak kalah ampuhnya dibandingkan dengan senjata.

Yang merasa penasaran dan marah sekali adalah Sim-kiam Mo-li. Dia mengandalkan tujuh orang tosu yang menjadi sekutunya itu dan kini sudah ada tiga orang tosu tewas, bahkan Thian Kong Cinjin juga sudah terluka pundaknya dan tidak mampu melanjutkan perkelahian. Ok Cin Cu yang belum terluka agaknya telah menjadi gentar dan menjauh, sehingga yang membantu Mo-li hanya tinggal dua orang lagi, yaitu Thian Kek Sengjin dan Coa-ong Sengjin dari Pek-lian-pai.

Biar pun para pengeroyok itu rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi, kalau Sim Houw menghendaki, dengan ilmu pedang Suling Naga, agaknya sudah sejak tadi dia akan mampu merobohkan seorang atau dua orang di antara mereka kalau dia bermaksud membunuh mereka. Justru karena dia menahan diri agar tidak membunuh lawan maka sukar baginya untuk merobohkan mereka dan baru saja dia berhasil melukai Thian Kong Cinjin.

Kini, masuknya Bi Lan membuat keadaan menjadi lain. Kalau Sim Houw mengendalikan gerakannya supaya jangan membunuh lawan, sebaliknya Bi Lan masuk dan menerjang dengan serangan dahsyat yang penuh niat untuk membunuh lawan! Dan mudah diduga bahwa kebencian Bi Lan dijatuhkan kepada Sin-kiam Mo-li karena wanita inilah yang telah menculik Hong Li.

"Perempuan iblis, bersiaplah untuk mampus!" bentak Bi Lan.

Begitu ia terjun ke dalam pertempuran itu, langsung saja ia menyerang Sin-kiam Mo-li. Wanita ini menyambut dengan sepasang senjatanya, yaitu kebutan dan pedang, yang dengan dahsyat menyambut serangan Bi Lan dengan tusukan pedang dan sabetan cambuk ke arah muka gadis itu.

Bi Lan bukannya tidak tahu akan hebatnya lawan dari gerakan yang amat cepat dan mengandung angin keras itu, maka ia pun cepat mengelak ke samping dan dengan tubuh setengah berjongkok, dari samping kakinya mencuat dalam tendangan kilat ke arah lutut Mo-li.

Perlu diketahui bahwa seperti juga Bi-kwi, Bi Lan telah mewarisi ilmu dari ketiga orang gurunya. Ilmu tendangan Pat-hong-twi (Tendangan Delapan Penjuru Angin) merupakan satu di antara ilmu dari mendiang Iblis Akhirat yang sudah dilatihnya dengan amat baik. Maka tendangan yang datangnya tiba-tiba itu amat dahsyat, tidak tersangka dan juga selain cepat, mengandung tenaga yang kuat sekali.

Sementara itu, melihat betapa kekasihnya kini menghadapi Sin-kiam Mo-li, Sim Houw merasa khawatir. Di antara tiga orang pengeroyoknya, Mo-li merupakan lawan yang paling tangguh. Maka melihat majunya Bi Lan yang menghadapi Mo-li, dan sekarang kekasihnya itu diserang dengan hebat menggunakan kebutan dan pedang, Sim Houw menubruk ke depan sambil memutar pedang suling naga di tangan kanannya sambil mengerahkan tenaga.

Pada saat itu, Sin-kiam Mo-li sedang menghadapi tendangan dari bawah yang dilakukan oleh Bi Lan dalam posisi setengah berjongkok. Ia mengenal serangan dahsyat dan cepat tubuhnya mencelat ke belakang untuk menghindarkan diri dari tendangan itu. Dan pada saat itu, terdengar suara suling naga melengking ketika Sim Houw memutarnya dan menerjangnya.

Mo-li membalikkan tubuhnya, menangkis sinar pedang Sim Houw dengan pedangnya, sedangkan kebutan merahnya diputar ke belakang untuk melindungi dirinya kalau-kalau Bi Lan menyerang lagi. Namun Bi Lan justru sudah diserang oleh Thian Kek Sengjin. Kakek ini memang lihai sekali, maka Bi Lan harus mencurahkan kepandaiannya untuk menghadapi tongkat kakek itu, sebatang tongkat naga hitam dan mereka terlibat dalam perkelahian yang seru.

"Tranggg...!"

Terdengar Sin-kiam Mo-li menjerit karena pedangnya patah menjadi dua potong ketika bertemu dengan pedang suling naga dan telapak tangan yang memegang gagang pedang itu pun lecet berdarah! Maklumlah Sin-kiam Mo-li bahwa ia bersama kawan-kawannya tak akan menang kalau melanjutkan pertempuran itu. Maka sambil memutar kebutannya untuk melindungi dirinya, ia lantas mengeluarkan teriakan malengking dan tubuhnya meloncat jauh ke luar melalui terowongan itu.

Melihat ini Ok Cin Cu, Thian Kong Cinjin, Thian Kek Sengjin, dan Coa-ong Sengjin, empat orang tosu yang masih hidup, maklum bahwa keadaan amat berbahaya. Mereka pun mengeluarkan suara melengking dan berlompatan untuk melarikan diri.

Pada saat Bi Lan hendak mengejar, Sim Houw memegang lengannya sambil berteriak, "Awas...!"

Mereka berloncatan mundur pada saat terdengar ledakan-ledakan, dan tiba-tiba tempat itu menjadi gelap oleh asap hitam! Kiranya para tosu itu menggunakan alat-alat peledak untuk mencegah pihak musuh melakukan pengejaran.

Bi Lan cepat menarik tangan Hong Li dan mereka bertiarap seperti yang lain, khawatir kalau-kalau asap hitam itu beracun. Tetapi ternyata tidak. Asap itu hanya menggelapkan tempat itu dan tidak mengandung racun.

Pada saat Bi Lan, Hong Beng yang sudah kelelahan dan Sim Houw mengejar keluar, ternyata keempat orang tosu dan Sin-kiam Mo-li telah hilang tak nampak pula jejaknya. Mereka lalu kembali ke dalam ruangan bawah tanah, menggotong keluar Bi-kwi yang masih pingsan. Setelah berada di atas dan di tempat yang bersih dengan hawa yang segar, mereka bertiga memberikan pertolongan kepada Bi-kwi. Akan tetapi ternyata bahwa Bi-kwi hanya kehabisan tenaga, terlalu lelah dan biar pun ia banyak menerima pukulan seperti juga Hong Beng, namun tidak menderita luka yang parah.

Begitu siuman dari pingsannya dan melihat Hong Beng berlutut paling dekat dengannya, Bi-kwi tersenyum kepada pemuda itu dan bertanya lirih, "Apakah aku sudah mati?"

Hong Beng menggeleng kepala dan berkata, "Tidak, engkau masih hidup seperti juga kami semua."

Agaknya baru Bi-kwi teringat dan ia cepat bertanya, "Bagaimana dengan Hong Li?"

"Suci, ia selamat berkat bantuanmu," kata Bi Lan dan Hong Li segera mendekat.

Melihat betapa Hong Beng, Bi Lan, Sim Houw dan Hong Li semua berada di situ dalam keadaan selamat, Bi-kwi bangkit duduk dan wajahnya menjadi cerah gembira.

"Aihh, kita telah berhasil! Lalu bagaimana dengan mereka? Mo-li dan para tosu itu?"

Ia melihat ke kanan kiri lalu memandang ke arah tubuh tiga orang tosu yang rebah tak bergerak lagi, tubuh Ang Bin Tosu, Im Yang Tosu, dan Lam Cin Cu, sedangkan empat orang tosu lain bersama Sin-kiam Mo-li tidak nampak berada di situ.

"Tiga orang tosu dan tiga orang pelayan tewas, yang lain-lain melarikan diri bersama Sin-kiam Mo-li," kata Bi Lan.

"Sayang," Bi-kwi bangkit berdiri. "Iblis itu jahat dan palsu. Dalam kesempatan ini kita gagal membasminya, dan lain kali ia pasti akan menjadi ancaman bagi kita semua."

Ia memandang kepada Sim Houw dan pandang matanya seperti menegur, mengapa Pendekar Suling Naga itu tidak mencegah mereka melarikan diri karena ia tahu bahwa hanya pendekar ini yang memiliki kemampuan untuk membasmi mereka.

"Ciong-lihiap, mereka mempergunakan alat peledak dan menghilang di balik tabir asap hitam sehingga kami tidak berdaya mengejar mereka," kata Hong Beng.

Bi-kwi memandang wajah pemuda itu dan menarik napas lega, lalu sambil tersenyum gembira dia berkata. "Di samping berhasilnya usaha kita menyelamatkan Kao Hong Li dari tangan Sin-kiam Mo-li, satu hal yang amat menggembirakan hatiku adalah bahwa kini Gu-taihiap tidak lagi memusuhi aku!"

Wajah Gu Hong Beng berubah merah karena dia merasa tak enak dan malu kalau dia ingat akan sikapnya sendiri di masa lalu terhadap wanita ini, juga terhadap Sim Houw dan Bi Lan.

"Mataku terbuka sekarang dan aku menyadari kesalahanku. Biarlah aku menggunakan kesempatan ini untuk mohon maaf dari kalian bertiga atas sikapku yang tidak adil dan penuh dengan prasangka dan kecurigaan terhadap kalian. Aku telah dibutakan oleh ketinggian hati dan iri...," katanya sambil memandang kepada Sim Houw.

Sim Houw tersenyum dan mengangguk. "Hidup adalah belajar, saudaraku, sedangkan pengalaman merupakan guru yang sangat baik. Orang yang bisa menyadari kesalahan langkah di masa lalu merupakan orang yang beruntung sekali dan jika ia dapat merubah kesalahannya itu seketika berdasarkan kesadaran, maka dia seorang yang beruntung sekali."

Hong Li memegang tangan Hong Beng. "Suheng, sebenarnya apakah yang telah terjadi dengan aku? Sungguh sampai sekarang aku masih bingung memikirkan tentang subo... ehhh, Sin-kiam Mo-li itu. Selama ini kuanggap ia seorang yang amat baik kepadaku, bersikap baik dan penuh kasih, seolah-olah aku ini anaknya atau muridnya sendiri yang terkasih. Baru setelah suheng muncul dan aku membela suheng, ia bersikap buruk dan keras kepadaku. Apa sebenarnya yang telah terjadi ketika aku diculik oleh Ang I Lama?"

"Anak baik, akulah yang dapat menjelaskan kepadamu sebab baru saja aku mendengar sendiri dari Sin-kiam Mo-li. Ketika engkau diculik, yang melakukannya adalah seorang kakek berjubah pendeta Lama yang sudah tua, bukan? Dia mengaku bernama Ang I Lama, akan tetapi sesungguhnya penculikmu itu bukan lain adalah Sin-kiam Mo-li sendiri. Selain memiliki ilmu silat tinggi dan ilmu sihir, juga Mo-li pandai menyamar. Di tengah perjalanan, ia menipumu dan pura-pura menjadi penolongmu dengan mengusir Ang I Lama."

"Akan tetapi, mengapa ia harus berbuat demikian, bibi?" Hong Li bertanya penasaran, tidak melihat apa gunanya Mo-li berbuat seperti itu.

"Maksudnya semula adalah untuk sekali bertepuk mendapatkan dua ekor lalat. Pertama, menculikmu untuk menghancurkan hati orang tuamu yang dianggapnya musuh besar karena orang tuamu adalah keluarga Pulau Es dan keluarga Gurun Pasir. Dan kedua, untuk mengadu domba antara orang tuamu dengan Ang I Lama, seorang pendeta Lama di Tibet yang dihormati oleh para pendeta Lama. Sin-kiam Mo-li adalah anak angkat dan murid terkasih dari mendiang Kim Hwa Nionio yang tewas di tangan Pendekar Suling Naga, yaitu Sim-taihiap ini, ketika para pendekar bentrok dengan Kim Hwa Nionio dan kawan-kawannya."

"Kalau begitu, tentu dia amat membenciku. Akan tetapi kenapa setelah menculikku, ia tidak membunuhku, bahkan bersikap baik kepadaku, mengambil aku sebagai murid, bahkan sebagai anak angkat?"

"Tadinya memang ia bermaksud membunuhmu, akan tetapi agaknya ia tertarik dan suka kepadamu, Hong Li," jawab Bi-kwi atau Ciong Siu Kwi.

"Kukira bukan hanya karena tertarik dan suka," sambung Bi Lan. "Lebih tepat lagi kalau ia memang merencanakannya, mendidik Hong Li supaya kelak dapat diarahkan untuk memusuhi keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir!"

Kao Hong Li mengerutkan alisnya. "Sungguh keji sekali jika begitu. Akan tetapi kenapa kemudian datang seorang kakek bernama Ang I Lama yang persis dengan kakek yang dulu menculik aku dan terjadi perkelahian antara kakek itu dan subo... ehhh, Sin-kiam Mo-li?"

Bi Lan yang kini memberi keterangan. "Gara-gara Mo-li mengaku sebagai Ang I Lama, ayah dan ibumu mencari Ang I Lama ke Tibet dan hampir terjadi bentrokan antara mereka. Akan tetapi orang tuamu tahu bahwa Ang I Lama memang tidak bersalah dan menduga bahwa ada orang lain yang mempergunakan nama kakek pendeta Lama yang saleh itu, maka dengan kecewa dan berduka mereka pulang. Ang I Lama sendiri merasa penasaran karena namanya dipergunakan orang. Dia melakukan penyelidikan dan akhirnya dapat menduga bahwa Sin-kiam Mo-li yang menyamar sebagai dirinya dan datang untuk menegurnya dan membebaskanmu. Akan tetapi dia kalah dan bahkan terluka, lalu tewas di depan para pendeta Lama. Karena kata-kata terakhir darinya menyebut nama orang tuamu, para pendeta Lama menyangka bahwa Ang I Lama terbunuh oleh orang tuamu. Di sini, siasat yang dipergunakan Sin-kiam Mo-li hampir berhasil, yaitu mengadu domba antara orang tuamu dengan para pendeta Lama."

"Jahat sekali...!" Hong Li kembali berseru penasaran.

"Masih ada lagi," kini Gu Hong Beng yang melanjutkan. "Orang tuamu mengadakan pesta ulang tahun, dengan maksud mengumpulkan semua tokoh kang-ouw agar supaya mereka membantu mendengarkan di mana kau berada dan siapa yang menculikmu. Ketika semua orang hadir, Sin-kiam Mo-li menyuruh pembantunya untuk mengacaukan pesta itu dengan mengadu domba antara orang tuamu dengan Ciong-lihiap ini, dengan jalan menukar bingkisan Ciong-lihiap ini dengan bingkisan lainnya yang berisi segumpal rambutmu dan hiasan rambutmu. Tentu saja hal itu menggegerkan, dan celakanya, aku sendiri yang tolol percaya sehingga menjatuhkan fitnah kepada Ciong-lihiap..."

"Aihh, Gu-taihiap, harap jangan sebut-sebut lagi urusan itu. Melihat betapa kini engkau merubah sikapmu kepadaku saja sudah mendatangkan kebahagiaan besar di dalam hatiku. Siapa orangnya yang takkan curiga kepadaku mengingat akan masa laluku?"

"Suci, jangan bicara seperti itu! Pada akhirnya semua orang akan tahu bahwa engkau benar-benar telah kembali ke jalan benar," kata Bi Lan.

"Tepat sekali!" Hong Beng berseru. "Aku tadinya lupa bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang tanpa dosa, dan bahwa orang yang pernah bergelimang dosa sekali pun dapat bertobat dan menjadi orang yang baik. Aku telah bersikap bodoh dan tidak adil terhadap Ciong-lihiap, saudara Sim Houw dan Bi Lan. Biarlah dalam kesempatan ini aku mengaku salah dan mohon maaf sebesarnya!"

Tanpa ragu-ragu Hong Beng lalu menjura ke arah tiga orang itu yang cepat membalas. Hanya Bi Lan yang membalas agak ragu, karena bagaimana pun juga hatinya masih panas kalau teringat akan sikap Hong Beng kepadanya.

Mereka lalu bersepakat untuk membakar saja sarang Sin-kiam Mo-li itu. Berkobarlah api membakar rumah yang penuh rahasia itu, membakar seluruh isi rumah berikut jenazah tiga orang tosu dan tiga orang pelayan wanita. Api berkobar besar bagai menyambut munculnya matahari pagi dan empat orang gagah itu lalu mengiringkan Kao Hong Li meninggalkan bukit itu dan kembali ke Pao Teng.

Kao Cin Liong dan isterinya, Suma Hui, menyambut kedatangan rombongan yang membawa puteri mereka itu dengan kebahagiaan besar. Suma Hui merangkul puterinya sambil mengucurkan air mata dan suami isteri ini, yang ditemani oleh Suma Ciang Bun, menghaturkan terima kasih kepada Bi-kwi, Bi Lan dan Sim Houw.

Pandangan Suma Ciang Bun terhadap Sim Houw dan Bi Lan yang memang sudah meragukan sikap muridnya, kini menjadi cerah, bahkan dia pun merasa kagum terhadap Bi-kwi. Juga Kao Cin Liong dan isterinya kini tanpa ragu menganggap Bi-kwi sebagai seorang wanita berjiwa pendekar yang gagah perkasa dan pantas dianggap sebagai rekan.

Setelah menyerahkan Hong Li, Sim Houw dan Bi Lan lalu menceritakan kepada suami isteri itu tentang semua rahasia di balik petistiwa yang menodai nama suami isteri itu, juga mengenai siasat yang dilakukan oleh Sin-kiam Mo-li untuk mengadu domba dan menjatuhkan nama keturunan Pulau Es dan Gurun Pasir.

Legalah hati Kao Cin Liong. Selain puterinya telah dapat ditemukan kembali, sekaligus juga nama keluarganya dapat dibersihkan. Dia pun cepat membuat surat penjelasan dan mengirimkan surat kepada para pendeta Lama di Tibet, menerangkan mengenai perbuatan Sin-kiam Mo-li menculik puterinya dengan menyamar sebagai Ang I Lama dan kemudian melukai pendeta itu sampai tewas.

Sim Houw dan Bi Lan lalu berpamit untuk pergi ke Gurun Pasir, menghadap Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, yaitu kakek Kao Kok Cu dan nenek Wan Ceng, mohon doa restu mereka karena mereka telah berhasil melaksanakan tugas yang dibebankan pada mereka oleh kakek dan nenek suami isteri yang sakti itu, dan mohon doa restu agar mereka dapat melangsungkan perjodohan antara mereka.

Beberapa bulan kemudian, pernikahan antara Can Bi Lan dan Pendekar Suling Naga Sim Houw dilangsungkan dengan sederhana. Acara ini dihadiri oleh keluarga Pulau Es dan Istana Gurun Pasir, juga para pendekar dan sahabat-sahabat mereka sehingga cukup meriah. Ketika mereka menikah, Bi Lan berusia dua puluh tahun dan Sim Houw berusia tiga puluh lima tahun.

Bi-kwi atau Ciong Siu Kwi bersama suaminya, Yo Jin, datang hadir dan karena semua pendekar telah mendengar belaka akan semua jasa Bi-kwi, dan mereka mendengar bahwa sekarang Bi-kwi betul-betul telah menjadi seorang pendekar wanita yang gagah perkasa dan menentang kejahatan, maka semua orang bersikap ramah dan hormat kepadanya, melupakan masa lalunya.

Juga kedua saudara kembar, Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong, datang bersama isteri mereka, Souw Hui Lan, dan putera mereka yang masih kecil. Hadir pula kakek Cu Kang Bu dan isterinya, Yu Hwi, dan putera mereka, Cu Kun Tek yang pernah pula jatuh cinta kepada Bi Lan.

Gu Hong Beng dan gurunya, Suma Ciang Bun, membantu Kao Cin Liong dan Suma Hui yang menjadi tuan rumah dan wali karena pernikahan itu dilangsungkan di Pao-teng, di rumah suami isteri ini. Bahkan kakek Kao Kok Cu dan nenek Wan Ceng hadir pula di dalam pesta perayaan itu. Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng juga hadir. Bahkan Tiong Khi Hwesio juga hadir.

Dan yang mendatangkan kegembiraaan besar adalah hadirnya kakek sakti Bu-beng Lokai atau Gak Bun Beng, bersama dua orang muridnya, yaitu Suma Lian dan Pouw Li Sian! Tidak ketinggalan pula pendekar sakti Kam Hong dan isterinya, Bu Ci Sian. Di antara para tamu, terdapat pula wakil-wakil dari partai-partai persilatan dan pendekar-pendekar yang terkenal di waktu itu.

Dan peristiwa yang menggembirakan ini menjadi penutup dari cerita Suling Naga ini, agar tidak terlalu panjang dan bertele-tele. Tentu saja kisah ini masih ada kelanjutannya yang akan menceritakan keadaan keturunan para pendekar itu setelah menjadi dewasa, seperti Suma Lian, Pouw Li Sian, Kao Hong Li, putera Gak kembar dan lain-lain.

Juga menceritakan kembali tokoh-tokoh dalam cerita ini, terutama sekali Gu Hong Beng dan Cu Kun Tek yang semenjak ditolak cinta mereka oleh Can Bi Lan, belum juga dapat menemukan penggantinya. Dan munculnya tokoh-tokoh baru akan membuat cerita lanjutan Suling Naga menjadi kisah yang tidak kalah seru dan menariknya dibandingkan dengan kisah lain, dan semua itu akan memadatkan kisah baru "PEK HO COAN" (Kisah Si Bangau Putih) yang menjadi lanjutan dari kisah Suling Naga ini.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SULING NAGA (BAGIAN KE-12 SERIAL BU KEK SIANSU)

Suling Naga