SULING NAGA : JILID-14


Akan tetapi, ternyata Bhok Gun sudah berada di depannya di luar pintu gerbang itu. Wajahnya yang tampan itu tersenyum menyeringai, tapi sepasang matanya mencorong penuh ancaman, bengis dan kejam.

"Adikku yang lihai dan manis, memang kepandaianmu hebat. Akan tetapi, bukankah dengan kita bertiga, maka semua pekerjaan akan dapat dilakukan lebih mudah lagi? Sumoi, sebelum terlambat, kembalilah dan mari kita bekerja sama."

"Aku tidak sudi bekerja sama denganmu!" bentak Bi Lan.

"Siauw-kwi, engkau tidak boleh pergi. Aku melarangmu!" Tiba-tiba Bi-kwi sudah muncul dan berdiri di samping Bhok Gun.

"Kalau aku nekat pergi?" Bi Lan menantang dengan suara dingin dan pandang mata marah.

"Aku akan membunuhmu!" bentak Bi-kwi.

Bi Lan tersenyum, bukan senyum buatan, melainkan senyum pahit karena marah. Kini setelah ia hidup di luar lingkungan pengaruh tiga orang gurunya, ia tahu bahwa ia harus dapat berdiri di atas kaki sendiri, harus berani menempuh segala bahaya seorang diri dan tidak mengandalkan siapa pun juga.

"Hemm, ucapan itu sama sekali tidak mengejutkan aku, suci, karena kalau kau akan membunuhku, bukan merupakan hal baru bagiku. Sejak dulu pun, sejak aku masih kecil, kalau ada kesempatan, tentu engkau sudah membunuhku. Jangan menakut-nakuti aku dengan ancaman itu. Kalau memang kau mampu, buktikan omongan itu, karena aku tidak takut padamu!"

Ciong Siu Kwi atau Bi-kwi memang tidak pernah suka kepada sumoi-nya itu. Sejak pertama kali bertemu dan mendengar bahwa Bi Lan diambil murid oleh Sam Kwi, dia sudah membenci dan hendak membunuh sumoi yang dianggap saingannya itu. Apa lagi setelah Bi Lan makin besar dan nampak cantik manis, ia menjadi semakin benci dan kalau saja ada kesempatan memang sudah sejak dahulu ia membunuh Bi Lan.

Dan sekaranglah saat itu tiba. Sam Kwi tidak berada di situ dan di sampingnya ia telah memperoleh seorang pembantu yang sangat baik, lebih baik dan lebih menyenangkan dari pada Bi Lan, yaitu Bhok Gun. Tidak ada lagi gunanya membiarkan Bi Lan hidup lebih lama lagi. Maka, mendengar ucapan Bi Lan yang menantangnya, dia lalu menjadi marah bukan main.

"Hiaaaatttt...!"

Ia mengeluarkan suara melengking nyaring. Tubuhnya sudah bergerak cepat ke depan, tangan kirinya menyambar dengan pukulan Ilmu Kiam-ciang yang membuat tangannya berubah kuat dan dapat membabat benda keras setajam pedang, juga lengannya dapat mulur panjang. Kiam-ciang adalah ilmu andalan dari Sam Kwi, dan Iblis Mayat Hidup merupakan ahli yang paling lihai di antara Sam Kwi dalam penggunaan Kiam-ciang. Sedangkan lengan mulur itu adalah ilmu yang didapat dari Hek Kwi Ong atau Raja Iblis Hitam. Hebatnya bukan main serangan tangan pedang dengan lengan yang dapat mulur itu.

"Hemmm...!"

Tentu saja Bi Lan mengenal baik serangan ini dan ia pun melangkah mundur dua tindak sambil mengerahkan tenaga dan tangan kanannya bergerak menangkis dengan ilmu yang sama, dan dengan pengerahan tenaga sinkang-nya yang kini lebih kuat karena ia sudah digembleng oleh pendekar Naga Sakti Gurun Pasir.

Dua lengan bertemu dan terdengar suara nyaring seperti bertemunya dua senjata dari baja saja, dan akibatnya tubuh Bi-kwi terdorong mundur dua langkah. Akan tetapi Bi-kwi yang sudah maklum akan kekuatan sumoi-nya itu, tidak menjadi kaget melainkan sudah cepat menyerang lagi, kini mengeluarkan jurus dari Sam Kwi Cap-sha-kun, yaitu tiga belas jurus ilmu silat baru ciptaan terakhir dari tiga orang datuk Sam Kwi itu.

Angin pukulan yang amat dahsyat menyambar-nyambar, sampai dapat terasa oleh para anggota Ang-i Mo-pang yang berdiri agak jauh sehingga mereka ini amat terkejut dan ketakutan, lalu mundur menjauh. Memang hebat bukan main ilmu ciptaan terakhir Sam Kwi itu, ciptaan gabungan mereka bertiga yang sudah diolah matang pada saat mereka mengasingkan diri. Bhok Gun sendiri memandang kagum karena dia sendiri tentu akan kewalahan kalau menghadapi serangan ilmu yang dahsyat itu.

Akan tetapi tentu saja Bi Lan tidak menjadi gentar menghadapi serangan ilmu ini karena ia sendiri pun sudah melatih diri dengan ilmu ini selama setengah tahun bersama-sama suci-nya itu. Dan dalam hal melatih ilmu ini, ia tidak kalah oleh suci-nya, bahkan ia dapat menguasai ilmu itu lebih sempurna setelah menjadi murid Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir selama setengah tahun.

Oleh karena itu, menghadapi serangan Bi-kwi, ia pun hapal benar akan semua gerakan dan perubahan Ilmu Sam Kwi Cap-sha-kun itu. Maka dari itu, ke mana pun Bi-kwi menyerang, pukulan-pukulannya selalu dapat tertangkis membalik seperti menyerang dinding baja saja. Bahkan ketika Bi Lan membalas dengan jurus terampuh dari ilmu itu, Bi-kwi hampir saja tak dapat menahannya karena ternyata dia kalah kuat dalam tenaga sinkang-nya.

Bi-kwi terhuyung, dan kalau Bi Lan menghendaki, selagi ia terhuyung itu tentu saja Bi Lan akan dapat mengirim serangan susulan. Akan tetapi Bi Lan tidak melakukan hal itu, melainkan meloncat hendak segera meninggalkan suci-nya. Akan tetapi, pada saat itu Bhok Gun sudah menerjangnya dengan pukulan yang mendatangkan bunyi berdesing.

Bi Lan terkejut sekali. Dia maklum bahwa pukulan ini adalah pukulan sakti semacam Kiam-ciang yang sangat berbahaya. Maka dia pun segera menggunakan keringanan tubuhnya untuk mengelak ke kiri dan sambil mengelak, kakinya melakukan tendangan Pat-hong-twi. Ilmu Tendangan Pat-hong-twi (Delapan Penjuru Angin) ini merupakan ilmu andalan Im-kan Kwi atau Iblis Akhirat dan kini berbalik Bhok Gun yang terkejut karena kalau tadi dia menyerang, kini tendangan yang datangnya bertubi-tubi itu membuat keadaan menjadi terbalik karena dialah yang kini didesak!

Akan tetapi, Bi-kwi sudah menerjang lagi membantu Bhok Gun sehingga kini Bi Lan dikeroyok dua. Begitu dikeroyok dua, Bi Lan segera terdesak luar biasa. Bi-kwi selalu mengimbanginya dengan ilmu silat yang sama sehingga semua serangan Bi Lan hanya menemui jalan buntu, sedangkan Bhok Gun menyerangnya selagi kedudukannya tidak menguntungkan, maka tentu saja ia mulai terdesak dan terus mundur mendekati pintu gerbang lagi. Agaknya kedua orang itu hendak memaksanya kembali memasuki pintu gerbang.

Bi Lan maklum bahwa kalau ia mempergunakan ilmu-ilmu yang didapatkannya dari Sam Kwi, ia tidak akan mampu menang. Semua ilmunya tentu akan dipunahkan oleh Bi-kwi, sedangkan Bhok Gun menyerangnya dengan ilmu lain yang belum dikenalnya.

Dalam keadaan terdesak itu, Bi Lan teringat akan ilmu silat yang dipelajarinya secara rahasia dari suami isteri dari Istana Gurun Pasir. Tiba-tiba saja ia mengeluarkan suara melengking nyaring dan ketika tubuhnya meluncur ke depan, dua orang pengeroyoknya terkejut sekali. Mereka seolah-olah diserang oleh seekor naga yang meluncur turun dari angkasa. Mereka adalah orang-orang yang telah mewarisi ilmu-ilmu silat yang tinggi, maka mereka cepat mengelak sambil mengibaskan tangan untuk menangkis.

Namun, tetap saja hawa pukulan dari Sin-liong Ciang-hwat yang ampuh itu membuat mereka terdorong keras dan terhuyung ke belakang! Bukan main hebatnya Sin-liong Ciang-hwat yang diajarkan oleh Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir Kao Kok Cu kepada gadis itu.

"Haiiittt...!"

Tiba-tiba Bhok Gun juga berteriak dan nampak sinar merah ketika dia mengebutkan sehelai sapu tangan merah. Sapu tangan ini mengandung debu pembius yang berwarna kemerahan dan dapat membuat orang menjadi pingsan jika menyedotnya. Begitu sapu tangan itu dikebutkan, ada debu merah menyambar ke arah muka Bi Lan.

Akan tetapi gadis ini bukan seorang yang bodoh. Ia sudah banyak mengenal kelicikan dan kecurangan yang biasa dipergunakan di dunia kaum sesat, maka begitu melihat sinar merah sapu tangan itu, dia sudah menahan napas, bahkan lalu meniup dengan pengerahan sinkang ke arah debu merah.

Debu merah itu membuyar dan bahkan membalik menyambar ke arah Bhok Gun dan Bi-kwi. Tentu saja dua orang itu cepat-cepat menghindarkan dengan loncatan-loncatan jauh ke belakang. Keduanya marah sekali dan begitu tangan mereka bergerak, segera jarum-jarum beracun menyambar dari tangan Bi-kwi, sedangkan dari tangan Bhok Gun meluncur paku-paku beracun. Mereka tidak malu-malu untuk menyerang Bi Lan dengan senjata-senjata rahasia beracun dari jarak cukup dekat.

Akan tetapi, tiba-tiba dua orang itu kaget bukan main ketika mereka melihat sinar yang hijau kehitaman berkelebat dan mereka merasa betapa tengkuk mereka meremang. Pedang di tangan Bi Lan itu mengandung hawa yang demikian mengerikan. Dan itulah Ban-tok-kiam!

Seperti kita ketahui, supaya dara itu dapat melindungi dirinya dengan baik, nenek Wan Ceng, isteri Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir yang sangat menyayangi Bi Lan, telah meminjamkan pedang mujijat itu kepadanya. Dan kini, melihat bahaya mengancam dirinya, Bi Lan sudah mencabut pedang itu dan dengan memutar senjata itu, semua jarum dan paku menempel pada pedang seperti jarum-jarum halus menempel pada besi sembrani.

Memang pedang Ban-tok-kiam, sesuai dengan namanya, yaitu Pedang Selaksa Racun, dapat menarik senjata-senjata rahasia beracun bagai besi sembrani menarik besi biasa. Setelah semua senjata rahasia itu melekat pada pedangnya, Bi Lan lalu menggerakkan pedangnya sehingga pedang itu tergetar dan mengeluarkan bunyi berdesir.

"Wirrrrrr...!" dan semua, senjata rahasia itu meluncur kembali ke arah pemiliknya.

"Heiiii...!"

"Aihhh...!"

Dua orang itu berseru kaget dan cepat mengelak, akan tetapi dua orang anggota Ang-i Mo-yang yang berdiri di belakang mereka terkena senjata paku dan jarum beracun itu. Mereka berteriak-teriak kesakitan dan roboh berkelojotan.

Melihat ini Bhok Gun marah sekali. Dia mencabut pedangnya, dan Bi-kwi juga mencabut pedang.

"Kerahkan pasukan, kepung dan serbu. Bunuh perempuan ini!"

Lebih kurang tiga puluh orang anggota Ang-i Mo-pang langsung mengurung tempat itu dan membantu Bhok Gun dan Bi-kwi yang sudah memutar pedang menyerang Bi Lan. Bi Lan cepat memutar pedang Ban-tok-kiam dan mengamuk. Akan tetapi, dara ini biar pun sudah mewarisi ilmu-ilmu silat yang tinggi dan sakti, dia masih kurang pengalaman berkelahi.

Kini ia dikeroyok oleh Bi-kwi dan Bhok Gun saja sebenarnya sudah kewalahan dan baru bisa menandingi mereka karena ia pernah dilatih oleh suami isteri Istana Gurun Pasir dan memiliki pedang Ban-tok-kiam. Apa lagi sekarang dikepung dan dikeroyok demikian banyak lawan. Tentu saja ia menjadi repot sekali.

Biar pun ia berhasil merobohkan sedikitnya enam orang lagi anggota Ang-i Mo-pang, akan tetapi dalam hujan senjata itu, pedang di tangan Bhok Gun melukai pahanya dan sebatang jarum beracun yang dilepas Bi-kwi menancap di pundak kirinya, membuat lengan kirinya seketika terasa kaku. Untung baginya bahwa ia banyak mempelajari ilmu mengenal racun dari Iblis Mayat Hidup dan tubuhnya sudah cukup kuat untuk melawan racun, kalau tidak tentu ia sudah roboh oleh pengaruh racun dalam jarum itu. Biar pun demikian, gerakannya menjadi lemah dan ia semakin terdesak.

Pada saat yang sudah amat berbahaya bagi keselamatan Bi Lan itu, tiba-tiba sesosok bayangan orang menerjang masuk ke dalam kepungan. Begitu dia menggerakkan kaki tangannya, kepungan menjadi kacau balau. Bagaikan orang mencabuti rumput-rumput kering saja dan mencampakkannya, dia menangkap setiap anggota Ang-i Mo-pang dan melempar-lemparkan mereka ke kanan dan kiri. Juga setelah kedua kakinya bergerak, setiap tendangan tentu merobohkan seorang lawan.

Ketika Bi-kwi yang sedang mendesak sumoi-nya itu dan siap melakukan pukulan maut dengan tangannya atau tusukan maut dengan pedangnya, tiba-tiba mendengar suara anak buah Ang-i Mo-pang berteriak-teriak dan kepungan menjadi bobol. Ia cepat-cepat menengok dan terkejutlah dia melihat masuknya seorang pemuda yang merobohkan banyak orang. Apa lagi ketika ia mengenal wajah pemuda ini di bawah sinar obor.

Pemuda itu bukan lain adalah pemuda yang pagi tadi dijumpainya di dalam rumah makan! Marahlah Bi-kwi. Walau pun pagi tadi ia merasa tertarik kepada pemuda ini yang selain berwajah tampan juga memiliki kepandaian tinggi seperti diperlihatkannya ketika menghadapi sepasang golok di tangan Tee Kok dengan sumpit dan dengan amat mudahnya mengalahkan Tee Kok, kini Bi-kwi marah sekali. Pemuda usilan ini sekarang datang untuk merugikan dirinya, karena jelas pemuda ini memihak Bi Lan.

"Bocah sial! Kau datang mengantar nyawa!" bentaknya. Ia pun membalik, meninggalkan Bi Lan dan menyerang pemuda itu dengan pedangnya.

Gu Hong Beng, pemuda itu tersenyum dan cepat mengelak dengan loncatan ke kiri sambil menampar roboh seorang anggota Ang-i Mo-pang. "Bukan mengantar nyawa, melainkan menolong nyawa seorang gadis yang secara curang dikeroyok oleh begini banyak orang!"

Bi-kwi tidak bicara lagi, akan tetapi menyerang kalang kabut, menggunakan pedangnya menusuk lambung sedangkan tangan kirinya menampar ke arah kepala pemuda itu. Hong Beng tidak mau bersikap sembrono. Dia cukup maklum betapa lihainya wanita ini, maka sambil mengelak dari tusukan pedang, dia pun mengangkat tangan kanan untuk memapaki tamparan yang dilakukan lawan, sambil mengerahkan tenaga sinkang-nya.

"Plakkk...!"

Dua telapak tangan bertemu dan akibatnya, hampir Bi-kwi roboh karena hawa dingin yang luar biasa menyusup ke dalam tubuhnya melalui telapak tangan, membuat ia menggigil!

Cepat ia melompat mundur sambil menahan napas dan mengerahkan sinkang. Itulah tenaga Swat-im Sinkang atau Tenaga Inti Salju yang merupakan satu di antara ilmu tangguh dari keluarga Pulau Es! Ketika Bi-kwi melompat ke belakang, kesempatan itu dipergunakan oleh Hong Beng untuk menubruk ke kanan dan merobohkan dua orang pengeroyok Bi Lan.

Setelah ditinggalkan suci-nya, Bi Lan yang sudah luka itu merasa agak ringan, tidak begitu terhimpit lagi walau pun Bhok Gun yang dibantu oleh anak buahnya itu masih mengepungnya dan merupakan lawan berat bagi dara yang sudah menderita luka itu. Dengan Ban-tok-kiam di tangan Bi Lan mengamuk.

Ia juga melihat munculnya pemuda yang membantunya dan ia merasa heran karena ia pun mengenal pemuda itu sebagai pemuda yang pagi tadi ia lihat di rumah makan. Mengapa pemuda ini bisa berada di sini dan mengapa pula membantunya padahal mereka sama sekali tidak saling mengenal? Akan tetapi diam-diam ia bersyukur karena dengan munculnya bantuan ini, ia mempunyai harapan untuk meloloskan diri.

"Nona, mari kita pergi dari sini!" teriak Hong Beng setelah merobohkan dua orang anggota Ang-i Mo-pang.

"Boleh pergi asalkan kau meninggalkan nyawamu!" bentak Bi-kwi yang telah menyerang lagi.

Hong Beng sudah memperhitungkan ini karena biar pun dia bicara kepada Bi Lan yang diajaknya melarikan diri, diam-diam ia tetap memperhatikan Bi-kwi dan sudah membuat perhitungan untuk membuat gerakan yang mengejutkan. Pada saat Bi-kwi menyerang dengan pedangnya, tiba-tiba saja Bi-kwi terkejut karena ada tubuh seorang anggota Ang-i Mo-pang melayang dari depan menyambut bacokan pedangnya! Itulah perbuatan Hong Beng yang tadi dengan cepat telah menangkap salah seorang pengeroyok dan melemparkan tubuh orang itu ke arah Bi-kwi.

Akan tetapi, dasar hati Bi-kwi amat kejam dan tidak mengenal kasihan kepada orang lain. Walau pun yang melayang itu adalah tubuh seorang anak buah Ang-i Mo-pang, akan tetapi karena orang itu merupakan penghalang, tanpa mempedulikan apa-apa lagi ia melanjutkan bacokannya.

"Crakkk!"

Tubuh orang itu putus menjadi dua dan Bi-kwi menyusulkan tendangan yang membuat tubuh itu terlempar ke samping.

Pada saat itu pula Bi-kwi menjerit kaget dan marah. Sebatang jarum telah menancap di pergelangan tangan kanannya, membuat tangan itu lumpuh dan pedangnya terlepas. Kiranya Hong Beng yang juga memiliki kepandaian mempergunakan jarum halus yang berbau harum, tidak beracun tetapi dapat menyerang jalan darah, telah menggunakan kesempatan tadi, tertutup oleh tubuh orang yang dilontarkan, menyusulkan serangan dengan sebatang jarum halus ke arah pergelangan tangan Bi-kwi.

Wanita ini marah bukan main, biar pun tangan kanannya lumpuh, ia masih menubruk ke depan menggunakan tangan kanannya, dihantamkan ke arah dada pemuda itu. Hong Beng menyambutnya dengan telapak tangannya.

"Tarrrrr...!" terdengar suara keras dan tubuh Bi-kwi terdorong ke belakang, mukanya pucat dan tubuhnya tergetar.

Ia tadi sudah bersiap-siap menghadapi serangan hawa dingin dari pemuda itu, dengan pengerahan sinkang yang membuat telapak tangannya panas. Namun siapa sangka, ketika telapak tangannya bertemu dengan tangan Hong Beng, ada hawa panas yang luar biasa menyerangnya, seolah-olah membakar telapak tangannya dan menyusup sampai ke jantung. Ia tidak tahu bahwa pemuda itu sekali ini menggunakan ilmu sakti Hwi-yang Sinkang atau tenaga Inti Api yang hebat.

Akan tetapi pada saat itu, Bi Lan sudah hampir tak dapat mempertahankan dirinya lagi. Ia sudah terlampau lelah dan juga luka di pundak oleh jarum beracun dan luka pedang di pahanya membuat gerakannya semakin lemah. Ketika tiga pasang golok anak buah Ang-i Mo-pang menerjang dari tiga jurusan, ia memutar Ban-tok-kiam dan mengerahkan tenaga terakhir.

Terdengar pekik-pekik yang mengerikan dan tiga orang itu roboh bergelimpangan. Akan tetapi pada saat itu, pedang di tangan Bhok Gun dengan kecepatan kilat menusuk ke arah leher Bi Lan tanpa dapat dielakkan atau ditangkis lagi oleh Bi Lan karena pada saat itu gadis ini sedang menghadapi tiga orang pengeroyok tadi.

"Trangggg...!"

Bagaikan kilat sebatang golok melayang dan menghantam pedang di tangan Bhok Gun sehingga tusukan ke arah leher Bi Lan itu menyeleweng dan tusukannya luput karena pedangnya ditangkis oleh golok yang dilontarkan Hong Beng. Di lain saat, tubuh Bi Lan yang terhuyung itu sudah dipondong oleh Hong Beng.

"Nona, kita harus pergi dari sini," kata Hong Beng.

Bhok Gun marah dan pedangnya menyambar ganas.

"Cringgg...!"

Pedang Bhok Gun yang menghantam ke arah kepala Hong Beng itu dapat ditangkis oleh Ban-tok-kiam di tangan Bi Lan. Biar pun Bi Lan sudah berada dalam pondongan Hong Beng, namun melihat bahaya mengancamnya dan penolongnya, gadis perkasa ini sudah mengangkat pedangnya menangkis.

Hong Beng meloncat dan merobohkan dua orang penghalang dengan dorongan tangan kanannya, sedangkan lengan kirinya merangkul tubuh Bi Lan yang dipondongnya. Dia juga berhasil merampas sebatang tombak dan dengan senjata ini dia lalu memukul jatuh obor-obor yang menerangi tempat itu sehingga cuaca menjadi hampir gelap karena hanya obor-obor yang terpasang agak jauh dari situ yang masih bernyala. Kesempatan ini dipergunakan Hong Beng untuk meloncat jauh dan melarikan diri di dalam gelap. Dia berlari cepat sekali keluar dari kota Kun-ming, melalui pintu gerbang sebelah timur.

Para penjaga pintu gerbang terkejut melihat seorang pemuda lari keluar memondong seorang gadis yang membawa pedang. Sejenak mereka tertegun, akan tetapi karena pada waktu itu terdapat larangan membawa senjata tajam sedangkan gadis tadi jelas membawa pedang dan juga sikap mereka amat mencurigakan, para penjaga itu lalu melakukan pengejaran.

Tidak lama kemudian, serombongan orang yang di antaranya banyak yang memakai pakaian serba merah nampak berlari-lari keluar pintu gerbang pula. Para penjaga makin kaget dan mereka semua ikut mengejar. Akan tetapi, yang dikejar sudah tak nampak lagi bayangannya karena ditelan kegelapan malam.....

********************

Hong Beng terus membawa lari Bi Lan sampai jauh naik ke lereng sebuah bukit. Bulan sudah naik tinggi dan hal ini amat menolongnya sebab malam menjadi terang sehingga memudahkan dia memilih jalan melarikan diri. Semenjak memasuki hutan ke dua tadi, dia sudah berhasil meninggalkan para pengejar dan sekarang tak nampak seorang pun pengejar di belakang.

Tiba-tiba Hong Beng merasa ada benda dingin sekali menempel tengkuknya, dan ujung sebatang pedang yang tajam runcing menempel tepat di jalan darahnya. Sedikit saja pedang itu ditusukkan, akan tamatlah riwayatnya! Ketika dia teringat bahwa pedang itu adalah pedang hijau kehitaman yang mengeluarkan hawa mengerikan, yang dipegang oleh gadis yang sedang ditolongnya, seketika Hong Beng merasa betapa semua bulu di tubuhnya bangkit satu-satu karena ia merasa seram.

"Berhenti dan lepaskan aku! Jika tidak, pedangku akan menembus tengkukmu!" bentak Bi Lan dengan suara ketus.

Meski ia merasa bahwa orang ini telah menolongnya, mungkin juga menyelamatkannya dari ancaman maut, akan tetapi hatinya panas dan ia marah sekali karena pemuda ini telah berani menyentuh tubuhnya. Bukan hanya menyentuh, malah memondong dan ia merasa betapa lengan itu melingkar di pinggul dan pinggangnya! Kurang ajar sekali orang ini!

Mendengar ucapan yang ketus itu dan merasa betapa todongan ujung pedang itu tidak main-main, Hong Beng terpaksa melepaskan pondongannya.

"Bukkk...!"

Tubuh Bi Lan terbanting, biar pun tidak keras akan tetapi pinggulnya terasa pegal juga karena tubuhnya memang amat lemah. Karena ia sudah kehabisan tenaga, maka ketika pondongan itu dilepaskan, ia terbanting.

"Hemm, kau berani membanting aku, ya? Awas kau, kalau sudah sembuh, akan kuhajar kau!" Bi Lan semakin marah dan dengan pedang masih di tangan kanan, dia gunakan tangan kirinya mengusap-usap pinggul yang tadi menimpa tanah berbatu yang keras.

"Ah, maaf... bukankah kau yang minta agar aku melepaskanmu, nona?"

Karena memang demikian keadaannya dan pihaknya memang keliru, Bi Lan hanya dapat mengomel, "Kau memang laki-laki kurang ajar sekali!"

Hong Beng memandang wajah yang cemberut itu dengan bingung. Bukan main cantik dan manisnya wajah cemberut itu tertimpa sinar bulan yang redup terang kehijauan. "Nona, saat aku datang dan melihat engkau dikeroyok, maka aku segera turun tangan membantumu. Dan karena mereka tadi mengejar, engkau kularikan sampai di sini dan sekarang kau sudah aman. Akan tetapi, kenapa engkau malah menodongku dan malah marah-marah kepadaku?"

"Siapa menyuruh engkau memondongku seperti itu?!" bentak Bi Lan, hatinya masih panas karena malu mengenangkan betapa tadi ia dipondong bagaikan anak kecil dan dilarikan.

"Tapi... tapi... bagaimana aku akan dapat menyelamatkanmu kalau tidak dengan cara memondongmu?" Hong Beng membantah sambil mengerutkan alisnya karena dia mulai merasa marah juga. Sungguh seorang gadis yang tidak mengenal budi, sudah ditolong malah marah-marah dan menyalahkannya!

"Sedikitnya engkau bisa minta ijin dulu apakah aku suka atau tidak kau pondong. Enak saja memondong orang semaunya. Huh, dasar laki-laki tak mengenal sopan santun!" Bi Lan menggigit bibir menahan rasa nyeri di pundaknya, lalu mengomel lagi, "Sudah begitu masih membanting aku lagi, sudah tahu bahwa aku terluka. Laki-laki kejam dan tidak berperi kemanusiaan!" Bi Lan mendengar tentang sopan santun dan tentang peri kemanusiaan dan sebagainya itu selama ia menjadi murid Pendekar Naga Sakti.

Hong Beng merasa betapa mukanya menjadi panas. Dia merasa terpukul, malu dan juga penasaran. Dia malu karena bagaimana pun juga, dia teringat bahwa memang tak pantas seorang laki-laki seperti dia memondong tubuh seorang gadis tanpa perkenan si pemilik tubuh. Akan tetapi dia juga merasa penasaran karena selama hidupnya baru satu kali ini dia bertemu dengan orang yang begini tidak mengenal budi.

"Maafkan, nona, maafkan semua kelancanganku," katanya dan tanpa pamit lagi dia lalu membalikkan tubuhnya dan pergi meninggalkan Bi Lan, gadis yang dianggapnya tidak mengenal budi itu, tidak peduli bahwa gadis itu sejak tadi masih saja duduk di atas tanah, belum mampu bangkit berdiri, sungguh tidak sesuai dengan kegalakannya.

Dan memang Bi Lan tidak mampu bangkit berdiri lagi. Tubuhnya terlalu lemas, bahkan kepalanya terasa pening, matanya berkunang, dan ketika Hong Beng pergi, ia yang sejak tadi menahan diri agar tidak pingsan kini terkulai lemas.

Hong Beng tidak pergi jauh. Di dalam hatinya, sebenarnya dia tidak tega meninggalkan Bi Lan begitu saja. Dia tahu bahwa gadis itu terluka, hanya dia tidak tahu betapa sejak tadi gadis itu mempergunakan kekuatan tubuh dan hatinya untuk bersikap keras dan pura-pura tidak apa-apa.

Biar pun dia perlu memberi ‘pelajaran’ kepada Bi Lan atas kekerasan sikapnya yang galak, akan tetapi dia tidak tega pergi jauh-jauh dan diam-diam dia menyelinap di antara pohon-pohon dan semak-semak untuk kembali ke tempat itu, kemudian mengintai untuk melihat bagaimana keadaan gadis itu dan apa yang akan dilakukannya.

Tentu saja dia terkejut bukan main ketika melihat bahwa di tempat yang ditinggalkannya tadi, Bi Lan sudah menggeletak dalam keadaan tak sadarkan diri. Gadis itu telah jatuh pingsan di tempatnya, masih di tempat yang tadi, hanya kalau tadi dia masih duduk, kini ia sudah rebah miring. Mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak pucat, akan tetapi pedang yang mengerikan itu masih dipegangnya erat-erat!

"Hayaaa..." Hong Beng berseru perlahan dan cepat menghampiri dengan amat hati-hati.

Dia mempergunakan telunjuk kanannya untuk perlahan-lahan menyentuh tangan Bi Lan yang memegang pedang, seperti orang hendak melihat apakah harimau itu sudah mati ataukah belum, takut kalau tiba-tiba dicakarnya. Setelah yakin bahwa gadis itu tidak bergerak lagi dan dalam keadaan pingsan, barulah dia berani mengambil pedang itu dari genggamannya.

Dia harus lebih dulu menyingkirkan pedang, karena dengan pedang itu di tangan, siapa tahu tiba-tiba gadis itu akan menyerangnya dan hal itu amat berbahaya karena dia dapat merasakan bahwa pedang itu adalah sebuah pusaka yang luar biasa ampuhnya.

Kini dia yakin bahwa gadis itu memang pingsan, dan dia menarik napas panjang setelah menaruh pedang di bawah sebatang pohon, lima meter jauhnya dari situ. "Aih, seorang gadis yang berhati baja dan berkepala batu...," katanya lirih sambil mulai memeriksa pergelangan tangan gadis itu.

Dia kini tidak peduli lagi apakah gadis itu nanti akan marah atau akan mengamuknya, akan tetapi dalam pemeriksaannya dia tahu bahwa gadis itu menderita luka karena hawa beracun yang hanya dapat ditimbulkan oleh senjata rahasia. Dia harus mencari di mana bagian tubuh yang terkena senjata itu. Memeriksa tubuh gadis galak itu, di dalam cuaca remang-remang lagi! Betapa sukarnya dan betapa berbahayanya karena kalau gadis itu keburu sadar dari pingsannya dan mendapatkan dirinya diraba-raba olehnya, huh, betapa akan mengerikan akibatnya.

Akan tetapi, karena menurut denyut nadi itu si gadis berada dalam keadaan cukup berbahaya kalau hawa beracun itu tidak cepat-cepat dienyahkan, Hong Beng nekat. Biarlah kalau sampai berakibat si gadis itu marah sekali dan menyerangnya nanti, yang terpenting adalah kenyataan bahwa dia tidak berbuat hal-hal yang tidak patut atau tidak sopan. Dia hanya ingin menolong dan menyelamatkan gadis itu sekali lagi dari ancaman maut yang kini datangnya dari hawa beracun yang amat berbahaya.

Mulailah Hong Beng melakukan pemeriksaan. Mula-mula dia hanya meraba-raba kedua lengan dan kaki, kemudian leher. Ketika meraba-raba kaki inilah dia menemukan kenyataan bahwa paha kiri gadis itu terluka, cukup parah dan mengeluarkan banyak darah. Inilah menjadi satu di antara sebab-sebab mengapa gadis itu sampai pingsan, yaitu karena terlalu banyak mengeluarkan darah pula.

Ketika jari tangannya meraba ke pundak, dia terkejut, merasakan betapa kulit pundak kiri gadis itu panas sekali. Tanpa ragu-ragu lagi Hong Beng lalu merobek baju bagian pundak kiri gadis itu dan jari-jari tangannya meraba-raba. Dia mengangguk-angguk. Sebuah jarum beracun kiranya yang menancap sampai masuk ke dalam daging pundak, dan terselip di bawah tulang pundak!

Ketika menjadi murid pendekar sakti Suma Ciang Bun, Hong Beng juga mempelajari ilmu pengobatan, terutama mengenai luka-luka yang diakibatkan oleh senjata beracun atau luka-luka karena pukulan beracun. Maka setelah dia tahu bahwa gadis itu terkena jarum beracun yang kini berada di dalam pundaknya, dia pun tahu apa yang harus dilakukannya. Dia sendiri adalah seorang ahli mempergunakan senjata rahasia jarum, walau pun jarum-jarumnya tidak diberi racun.

Pertama-tama jarum itu harus dapat dikeluarkan, dan juga darah di sekitar jarum itu dikeluarkan. Dia tidak memilikii waktu untuk mempergunakan alat-alat, apa lagi cuaca remang-remang saja dan juga gadis itu harus cepat-cepat ditolong agar racun itu tidak menjalar makin luas. Satu-satunya jalan hanyalah menggunakan kekuatan sinkang-nya untuk menghisap keluar racun dan jarum itu.

Hong Beng adalah seorang pemuda yang cerdik. Dia tahu akan keanehan watak Bi Lan. Kalau dia sedang melakukan pengobatan lalu gadis itu siuman dan menyerangnya, dia tentu akan celaka. Pukulan seorang gadis selihai ini tidak boleh dibuat main-main. Maka sebelum melakukan pengobatan, lebih dahulu dia menotok beberapa jalan darah yang akan membuat gadis itu tidak mampu menggerakkan kaki tangannya kalau siuman nanti.

Setelah itu, dia merobek baju di bagian pundak itu lebih lebar lagi, lalu dia menempelkan mulutnya pada luka di bawah depan tulang pundak. Kulit yang putih halus dan hangat bahkan mendekati panas itu tidak mempengaruhinya karena pada saat itu Hong Beng mencurahkan seluruh perhatiannya hanya pada satu hal, yaitu untuk mengobati Bi Lan! Dengan pengerahan tenaga khikang, pemuda itu menyedot. Darah yang sudah agak menghitam tersedot dan diludahkan. Sampai beberapa kali dia menyedot.

Tetapi, tiba-tiba bulan tertutup awan tebal dan keadaan menjadi gelap pekat. Terpaksa Hong Beng menghentikan pengobatan itu dan mengumpulkan kayu kering lalu membuat api unggun. Tak mungkin melakukan pengobatan dalam cuaca gelap gulita. Api unggun itu perlu sekali untuk mendatangkan cahaya penerangan, untuk melihat warna darah yang dihisapnya dan agar dia dapat melihat bagian tubuh yang terluka itu. Setelah api unggun bernyala besar dan mengusir kegelapan di sekitarnya, kembali Hong Deng menempelkan bibirnya pada pundak itu.

Apa yang dikhawatirkannya tadi terjadilah. Tiba-tiba gadis itu bergerak, akan tetapi ia tidak dapat menggerakkan kaki tangannya! Dan gadis itu lalu menjerit penuh kengerian, lalu jatuh pingsan lagi!

Tentu saja Hong Beng menjadi terkejut dan heran. Menurut perhitungannya, setelah kini hampir semua racun tersedot keluar, sepatutnya gadis itu menjadi hampir sembuh. Akan tetapi kenapa begitu siuman ia menjerit lalu pingsan lagi?

Ia cepat memeriksa denyut nadi, dan ternyata denyutnya lebih kuat dan cepat dari pada biasanya. Hal ini menunjukkan bahwa gadis itu mengalami guncangan dan kekagetan. Dia merasa semakin heran. Apa yang telah begitu mengejutkan gadis perkasa ini dan mengguncang batinnya sampai jatuh pingsan? Dengan gelisah dia menoleh ke kanan kiri, mencari-cari. Tidak ada apa-apa.

Hong Beng lalu melanjutkan usahanya mengobati Bi Lan. Sekali lagi dia menyedot dan setelah yang keluar darah merah, dia menghentikan sedotannya, menaruh obat bubuk putih yang dikeluarkan dari saku bajunya. Obat luka ini manjur sekali, selain dapat menghentikan keluarnya darah, juga dapat menahan segala macam kotoran masuk ke dalam luka, dan membuat luka cepat mengering. Setelah itu, dia menempelkan telapak tangannya ke atas pundak yang terluka itu, mengerahkan sinkang untuk menyalurkan tenaga dalamnya membantu gadis itu memulihkan jalan darahnya dan mengusir sisa-sisa hawa beracun dari dalam tubuhnya.

Hong Beng sama sekali terlupa bahwa gadis yang diobatinya itu seorang yang amat berbahaya sehingga tadi dia terpaksa menotoknya lebih dulu. Dia lupa bahwa kini, karena dia menyalurkan sinkang ke dalam tubuh gadis itu melalui pundaknya, maka tenaga ini dengan sendirinya melancarkan jalan darah dan membebaskan totokannya sendiri!

Maka, begitu Bi Lan siuman dan gadis itu melihat betapa ia masih rebah terlentang dan pemuda itu masih berlutut di dekatnya dan kini secara kurang ajar sekali menempelkan tangannya ke pundaknya yang telanjang karena bajunya sudah dirobek, maka dengan kemarahan meluap-luap Bi Lan lalu menggerakkan tangannya memukul dada pemuda itu. Kini kaki tangannya dapat bergerak lagi dan saking marahnya, Bi Lan kemudian memukul dengan pengerahan tenaga dari Ilmu Silat Sin-liong Ciang-hoat yang pernah dipelajarinya dari kakek Kao Kok Cu pendekar Istana Gurun Pasir.

"Wuuuuttt... bukkk...!"

Pukulan itu dahsyat sekali, datang dari jarak dekat dan sama sekali tidak disangka-sangka oleh Hong Beng yang sedang mengerahkan tenaga untuk menyalurkan sinkang ke dalam tubuh Bi Lan itu. Akan tetapi dia masih sempat menarik kembali tenaganya karena kalau sampai dia terpukul dengan tangan masih menempel di pundak, maka tenaga pukulan gadis itu akan terus menyusup melalui tangannya ke dalam dada gadis itu sendiri dan mungkin gadis itu akan celaka.

Dia menarik kembali tenaganya dan karena itu sama sekali tidak sempat berjaga diri. Untung dia masih ingat dan sempat untuk mengumpulkan tenaga yang ditariknya itu ke arah dadanya sehingga dada itu masih dapat terlindung terhadap pukulan yang dahsyat itu. Begitu terkena pukulan itu, tubuh langsung Hong Beng terjengkang dan bergulingan, lalu berhenti menelungkup dan tidak bergerak lagi!

Bi Lan meloncat berdiri akan tetapi ia mengeluh dan hampir roboh kembali. Ia berdiri dengan kaki gemetar dan ternyata pahanya yang terluka itu terasa nyeri, perih dan panas. Ia menggerak-gerakkan dua tangannya, terutama lengan kirinya. Lengan kirinya sudah tidak lumpuh lagi dan ia sudah mendapatkan kembali tenaganya.

Tenaganya memang sudah pulih kembali, akan tetapi kakinya tidak mampu bergerak dengan tangkas karena luka di pahanya! Dan pemuda yang dipukulnya itu belum tentu sudah tewas. Kalau bangkit kembali tentu ia tidak akan mampu menandinginya dengan kaki seperti itu.

Dengan terpincang-pincang ia menghampiri tubuh Hong Beng yang masih menggeletak menelengkup tak bergerak-gerak itu. Pemuda itu pingsan oleh guncangan pukulan yang dahsyat tadi. Setelah tiba dekat, Bi Lan mengangkat tangan meraba pinggang dan ia terkejut.

Pedangnya hilang! Tidak ada di pinggangnya, tinggal sarungnya saja. Lalu teringatlah ia bahwa tadi pedang itu masih dipegangnya. Ke mana perginya Ban-tok-kiam? Tentu orang ini yang mengambilnya. Celaka, pedang itu dipinjamkan oleh nenek Wan Ceng kepadanya, kalau sampai lenyap bagaimana dia akan mempertanggung jawabkannya?

Niat hatinya untuk membunuh pemuda itu untuk sementara mereda. Tidak, ia tidak akan membunuhnya sebelum pemuda itu mengembalikan Ban-tok-kiam yang tentu saja telah disembunyikannya. Akan tetapi kalau tidak dibunuh orang ini amat berbahaya.

Bi Lan mendapatkan akal. Orang ini harus dibuat tidak berdaya dulu. Nanti kalau sudah sadar, barulah akan diancam dan dipaksanya mengembalikan Ban-tok-kiam, kemudian baru akan dibunuhnya karena kekurang ajarannya yang luar biasa tadi.

Oleh karena tenaga di kedua tangannya sudah pulih, mudah saja bagi Bi Lan untuk melakukan totokan pada kedua pundak dan kedua pinggang pemuda itu dengan tujuan melumpuhkan kaki tangannya. Akan tetapi, pemuda itu terlalu berbahaya dan lihai, maka Bi Lan masih menambahkan dengan mengikat kedua kaki tangan Hong Beng dengan robekan baju pemuda itu sendiri.

Dengan gemas dia merobek baju pemuda itu, teringat akan baju di pundaknya yang juga robek, dan mempergunakan kain yang kuat itu, setelah dipintalnya, untuk mengikat kedua pergelangan kaki dan tangan. Setelah itu barulah ia membalikkan tubuh pemuda itu terlentang.

Pemuda itu masih pingsan. Agaknya hebat sekali pukulannya tadi. Wajah pemuda itu pucat dan dari ujung bibirnya mengalir sedikit darah. Bi Lan meraba dadanya dan ternyata pemuda itu masih bernapas, jantungnya masih berdenyut dan hatinya pun lega. Pemuda ini tidak boleh mati sebelum pedang pusakanya dikembalikan!

Penerangan api unggun makin menyuram oleh karena api unggun itu kehabisan bahan bakar. Dengan terpincang-pincang Bi Lan mencari tambahan kayu kering dan tak lama kemudian api unggun itu membesar lagi. Ia duduk dekat tubuh Hong Beng yang masih terlentang tak bergerak, seperti tidur, seperti mati. Dan Bi Lan termenung.

Yang terus teringat olehnya hanyalah bagaimana pemuda ini dengan kurang ajar sekali tadi telah merobek bajunya, menciumi pundaknya, mungkin juga dekat payudaranya, Teringat ini, mukanya menjadi panas sekali. Dan teringat pula ia betapa ketika siuman dia melihat pemuda itu seperti hendak memperkosanya, menciumi pundaknya yang telanjang. Ia tidak mampu menggerakkan kedua kaki tangan saking takutnya ia menjerit dan tak ingat apa-apa lagi.

Ketika ia siuman kembali, bagaimana pun juga ia merasa lega karena pakaiannya, terutama pakaian dalamnya, masih melekat di badannya. Akan tetapi pemuda itu masih membelai dan mengelus-elus pundaknya, maka pemuda itu lalu dihantamnya. Pemuda biadab! Ia membayangkan hal yang bukan-bukan dan bulu tengkuknya meremang. Hampir saja, pikirnya dan ia semakin marah.

Di bawah penerangan api unggun, ia melihat seekor nyamuk besar terbang dan hinggap di pipi Hong Beng. Dengan pandang matanya yang tajam ia melihat betapa nyamuk itu menghisap darah dari pipi itu, perutnya yang tadinya kempis putih itu perlahan-lahan berubah menghitam dan mengembung.

Perasaan tidak tega membuat ia mengangkat tangan ke atas, siap untuk memukul mati nyamuk itu. Tetapi perasaan lain mengatakan bahwa tidak sepantasnya ia mengasihani pemuda ini, Perasaan ini memaksanya mengingat betapa pemuda itu telah menciumi pundaknya dengan bibir dan pipi itu! Tangannya melayang turun.

"Plakkk!"

Nyamuk itu mati gepeng dan perutnya pecah, darah merah bergelimang di sekitar bangkai nyamuk itu.

Bi Lan menarik napas panjang untuk menekan perasaannya yang terpecah menjadi dua pihak yang bertentangan. Sepihak merasa puas bahwa ia telah membunuh nyamuk yang sedang menghisap darah pemuda yang sedang pingsan tak berdaya itu, akan tetapi lain pihak menyangkal dan mengatakan bahwa yang ia lakukan tadi adalah untuk melampiaskan panas hatinya, untuk menghukum karena pemuda itu tadi berani kurang ajar kepadanya. Walau pun sudah dibantahnya demikian, tetap saja ada dua macam kepuasan terasa di dalam hatinya, kepuasan karena membebaskan pemuda itu dari gangguan nyamuk dan kepuasan sudah menampar pemuda itu.

Kenyataan ini mengganggu hatinya dan Bi Lan mengalihkan perhatian kepada pahanya yang terluka. Celananya yang kanan melekat pada pahanya. Bagian paha itu terbuka dan nampak luka merah menganga, sudah tidak mengeluarkan darah lagi akan tetapi terasa amat nyeri, pedih dan panas. Untuk memeriksa luka ini, celana itu harus dibuka.

Hal ini tidak mungkin karena di situ ada orang lain, seorang lelaki pula! Merobek celana itu di bagian paha juga tidak mungkin karena pahanya akan terbuka dan telanjang dan hal ini amat memalukan. Bagaimana kalau pemuda kurang ajar itu nanti siuman dan melihat pahanya yang tidak tertutup?

Dengan hati-hati ia menguak celana yang terobek pedang itu untuk memeriksa lukanya. Perlu dicuci, pikirnya, dan harus cepat diberi obat luka. Kalau tidak, bisa berbahaya. Ia meraba-raba bajunya akan tetapi tidak dapat menemukan obat. Teringatlah ia bahwa obat-obatnya berada di dalam buntalan dan buntalan itu tentu saja sudah tercecer ketika ia berkelahi tadi. Semua pakaian bekalnya juga hilang.

Api unggun mulai mengecil dan akhirnya padam, hanya meninggalkan asap putih yang makin mengecil juga. Akan tetapi Bi Lan tidak menyalakannya kembali karena malam telah berganti pagi dan biar pun mataharinya sendiri belum nampak, namun sinarnya telah membakar ufuk timur dan mengusir kegelapan malam. Pagi itu dingin sekali, akan tetapi Bi Lan yang sibuk memeriksa luka di pahanya tidak memperhatikannya. Mulutnya mendesis-desis menahan rasa nyeri yang seperti menyusup ke dalam tulang-tulang, terutama di sekitar pahanya.

"Luka itu harus dicuci bersih dan aku mempunyai obat luka yang manjur."

Bi Lan yang sedang tenggelam dalam perhatian memeriksa luka di pahanya, terkejut dan cepat menutupkan kembali kain celana robek itu pada pahanya. Mukanya merah dan seperti seekor kelinci ketakutan, ia sudah meloncat ke dekat Hong Beng akan tetapi ia mengeluh karena pahanya terasa semakin perih ketika ia meloncat dan luka di paha itu tergeser dan tergores kain.

Dengan jari-jari tangan mengancam kepala Hong Beng, Bi Lan menghardik, "Hayo kembalikan pedangku, kalau tidak, akan kucengkeram ubun-ubunmu sampai hancur!"

Ketika tadi siuman kembali, Hong Beng merasa betapa kaki tangannya lumpuh, bahkan terikat tali yang terbuat dari bajunya sendiri yang sudah robek-robek. Lalu dia teringat, dan hatinya merasa mendongkol bukan main. Celaka, pikirnya. Ini bukan hanya air susu dibalas tuba, bahkan lebih menjengkelkan lagi. Gadis itu bukan hanya tidak mengenal budi, bahkan jahat dan kejamnya seperti iblis! Dia harus berhati-hati karena nyawanya terancam di tangan gadis yang jahat seperti iblis ini.

Maka, walau pun sudah siuman, dia diam saja dan segera dia mengerahkan tenaga sinkang-nya. Tenaga sinkang yang dimiliki keluarga para pendekar Pulau Es memang hebat bukan main, berbeda dari pada sinkang dari aliran persilatan yang lain. Keluarga Pulau Es itu sudah mampu menguasai latihan untuk menghimpun tenaga sinkang, bahkan untuk mengendalikannya sedemikian rupa sehingga para pendekar Pulau Es dapat membuat tenaga sinkang itu menjadi panas seperti api dan dingin seperti es, juga dapat sekaligus menggunakan dua hawa tenaga yang berlawanan itu dengan kedua tangan.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SULING NAGA (BAGIAN KE-12 SERIAL BU KEK SIANSU)

Suling Naga