SULING NAGA : JILID-13
"Hemm, apa artinya harta benda?" kata pula Bi-kwi.
"Tentu saja guruku dan aku tidak butuh harta benda. Apa sulitnya jika kita membutuhkan harta benda? Tinggal ambil saja dari rumah-rumah para hartawan. Akan tetapi bukan itu yang menjadi cita-cita kami, akan tetapi pangkat tinggi! Jika sampai aku kelak menerima anugerah pangkat tinggi, misalnya panglima atau setidaknya kepala salah suatu daerah, bukankah itu jauh lebih berarti dari pada sekedar harta benda? Ingat, tanpa hubungan baik dengan salah seorang pembesar tinggi yang berpengaruh, hanya mengandalkan kepandaian silat saja, tidak mungkin dapat menjadi seorang pembesar yang menduduki pangkat tinggi. Seorang datuk di dunia hitam, walau pun disembah-sembah, akan tetapi hanya oleh golongan hitam saja. Sebaliknya, seorang pembesar tinggi akan dihormat dan disembah oleh semua golongan, dengan kekuasaan yang tak terbatas."
"Hemm, dan bagaimana engkau akan dapat mempengaruhi para tokoh dunia hitam untuk mendukung pembesar she Hou itu?"
"Tentu saja dengan meraih kedudukan pimpinan dunia hitam!"
"Akan tetapi itulah cita-citaku, merampas pusaka Liong-siauw-kiam dan mengangkat diri menjadi bengcu!" kata pula Bi-kwi dengan alis berkerut.
"Bagus! Aku akan membantumu, sumoi. Aku membantumu merampas pusaka dan membantumu menjadi bengcu, kemudian engkau dengan pengaruhmu membantu aku. Bukankah ini menjadi suatu kerja sama yang amat baik dan saling menguntungkan?"
Bi-kwi benar-benar merasa tertarik sekarang. Tentu saja ia memandang dari segi yang menguntungkan dirinya. Kalau dibantu oleh seorang yang lihai seperti laki-laki ini, tentu saja harapannya lebih besar untuk dapat merampas pusaka dari tangan Pendekar Suling Naga yang sakti itu. Juga dalam mengangkat diri menjadi bengcu, tentu ia akan menghadapi banyak saingan, maka tenaga bantuan seorang seperti Bhok Gun, apa lagi kalau orang ini masih terhitung saudara seperguruannya, tentu saja amat berharga.
"Hemm, aku masih belum yakin apakah dapat bekerja sama denganmu ataukah tidak," katanya dan sepasang mata yang tajam itu menyambar-nyambar bagai kilat menjelajahi seluruh muka dan tubuh Bhok Gun penuh selidik.
Bhok Gun merasa seluruh tubuhnya seperti diraba-raba yang langsung membuatnya panas dingin. Hebat wanita ini, sinar matanya saja mampu membuatnya terangsang.
"Memang harus dibuktikan dulu apakah kita akan dapat bekerja sama," katanya sambil bangkit berdiri dan memandang dengan sinar mata penuh gairah dan ajakan. "Mau sama-sama kita buktikan sekarang juga?" Ajaknya dengan ulungan tangan.
Bi-kwi tersenyum. Ia suka kepada pria ini, seorang pria yang berpengalaman dan penuh pengertian. Agaknya, melihat ketampanan wajah dan ketegapan tubuhnya, menjanjikan sesuatu yang akan amat menyenangkan dirinya. Maka ia pun bangkit dan menghampiri pria itu, menoleh kepada Bi Lan sambil berkata, "Sumoi, kita tinggal di sini selama beberapa hari, baru melanjutkan pejalanan."
Bhok Gun tersenyum. "Jangan khawatir, sumoi-mu akan memperoleh pelayanan yang istimewa." Dia bertepuk tangan tiga kali dan muncullah dua orang pelayan wanita yang muda dan cantik-cantik.
"Berikan kamar tamu yang terbaik, di sebelah kiri kamarku itu, kepada nona ini dan layani dia sebaik mungkin sebagai seorang tamu agung. Malam ini sediakan hidangan termewah untuk menghormati dua orang tamu agung," kata Bhok Gun dan dua orang wanita itu membungkuk dengan hormat sambil tersenyum manis.
"Marilah, sumoi... eh, Ciong Siocia!" kata Bhok Gun sambil menggandeng tangan Bi-kwi yang hanya tersenyum dan mereka pun pergi masuk ke dalam.
Bi Lan mengerutkan alisnya. Dia sudah mengenal watak cabul dari suci-nya dan tahu bahwa suci-nya telah menarik tuan rumah itu sebagai seorang kekasih baru. Ia tidak peduli akan hal ini, hanya merasa tak enak dan canggung harus berada seorang diri di tempat asing itu. Akan tetapi ia pun tidak membantah ketika dua orang wanita pelayan itu dengan hormat mempersilakan dia ke kamarnya yang ternyata merupakan sebuah kamar yang indah dan mewah pula.
Siapakah sebetulnya pembesar bernama Hou Seng yang disebut-sebut oleh Bhok Gun itu? Bukankah kita sudah tahu bahwa pemuda Gu Hong Beng juga membawa tugas dari gurunya, pendekar sakti Suma Ciang Bun, untuk menyelidiki pembesar Hou Seng di kota raja! Siapakah Hou Seng ini dan mengapa dia begitu penting?
Dalam kehidupan kaisar Kian Liong, seperti juga kehidupan para kaisar-kaisar lainnya, terdapat banyak rahasia yang tidak dicatat dalam sejarah. Pada waktu itu, kekuasaan kaisar tak terbatas dan tentu saja yang dicatat dalam sejarah hanya kebaikan-kebaikan seorang kaisar saja. Keburukan-keburukannya selalu disembunyikan dan siapa berani membicarakan apa lagi mencatatnya, tentu akan dihukum mati, mungkin sekeluarganya agar rahasia busuk itu tidak sampai bocor keluar. Karena itu, di dalam sejarah, Kaisar Kian Liong hanya dikenal sebagai seorang kaisar yang amat bijaksana dan baik, dan memang telah banyak jasanya untuk kemajuan pemerintah Ceng-tiauw atau pemerintah Mancu.
Akan tetapi di balik semua itu, sebagai seorang manusia biasa, tentu saja ia memiliki kelemahan-kelemahan. Dan satu di antara kelemahannya adalah bahwa kaisar seorang yang tidak membatasi dirinya dalam kesenangan memuaskan nafsu birahinya. Banyak sudah dia terlibat dalam hubungan jinah dengan wanita-wanita yang bukan isteri atau selirnya. Dan wanita-wanita itu biar pun isteri pembesar dalam istana atau siapa saja, agaknya dengan senang hati akan melayani kaisar yang merupakan orang yang paling berkuasa itu, di samping bahwa memang Kaisar Kian Liong seorang pria yang menarik.
Akan tetapi, setelah kini kaisar itu berusia kurang lebih setengah abad, terjadi suatu keanehan pada dirinya. Keanehan ini memang pada waktu itu banyak hinggap pada para pembesar-pembesar tinggi, yaitu kegemaran akan wanita-wanita muda yang cantik jelita beralih kepada kegemaran mempunyai pelayan-pelayan pria muda yang tampan. Kegemaran tidur dikawani seorang wanita muda berubah menjadi kegemaran tidur ditemani seorang pemuda tampan!
Ketika pada suatu hari Kaisar Kian Liong sedang naik joli untuk pergi ke bagian lain dari istananya yang amat luas itu, untuk mengunjungi sebuah taman bunga mawar yang sedang berkembang dengan indah, tanpa disengaja pandang matanya bertemu dengan seorang pemuda yang tampan dan ketika pandang mata kaisar melihat wajah pemuda ini dari samping, hampir saja kaisar ini berseru kaget. Wajah itu mirip sekali dengan wanita yang pernah membuatnya tergila-gila!
Terkenanglah Kaisar Kian Liong akan peristiwa itu, peristiwa yang terjadi ketika dirinya masih menjadi pangeran, menjadi putera mahkota yang disanjung dan dimanja. Ketika itu dia masih amat muda, baru delapan belas tahun usianya dan semuda itu dia sudah memiliki banyak pengalaman dengan wanita. Dan seperti biasa, kalau orang menuruti nafsu, maka nafsu akan memperhambanya. Makin dituruti nafsu, makin hauslah dia!
Pada waktu itu, ayahnya, kaisar tua, baru saja memperoleh seorang selir dari daerah barat, seorang gadis yang amat cantik. Melihat selir ayahnya ini, hati Pangeran Kian Liong tergila-gila dan dia pun menggunakan segala usaha untuk dapat memetik bunga harum yang telah disimpan ayahnya itu.
Akan tetapi, sungguh tak pernah disangkanya bahwa selir muda itu ternyata amat setia kepada kaisar yang tua, dan biar pun pada waktu itu Pangeran Mahkota Kian Liong terkenal sebagai seorang pemuda yang penuh gairah dan tampan, segala bujuk rayu pangeran itu ditolaknya mentah-mentah! Hal ini lalu membuat hati Kian Liong penasaran bukan main.
Pada suatu malam, dia berhasil memasuki kamar selir ini selagi ayahnya menggilir selir lain. Kembali dia membujuk, merayu dan bahkan hendak mempergunakan kekerasan terhadap diri selir itu. Akan tetapi sang selir tetap menolak dan ketika hendak diperkosa, ia menjerit-jerit! Tentu saja hal ini menimbulkan aib. Pada saat itu, ibunda permaisuri lalu mengambil tindakan. Urusan dibalik, dan selir itu yang dituduh hendak menggoda sang pangeran mahkota, maka akhirnya selir itu pun dipaksa harus membunuh diri dengan menggantung diri!
Demikianlah kekuasaan keluarga kaisar di waktu itu. Bagi keluarga kaisar, tidak ada kesalahan! Kesalahan tidak terdapat dalam kamus keluarga kerajaan. Segala yang dilakukan adalah benar, maka yang bersalah tentu saja si selir, yang hanya merupakan keluarga sampingan atau pendatang dari luar!
Akan tetapi, wajah selir itu tak pernah dapat dilupakan Kian Liong. Dia merasa menyesal sekali tidak dapat memiliki wanita itu. Makin dibayangkan, semakin penasaran hatinya. Belum pernah dia ditolak oleh seorang wanita sebelum itu, dan satu-satunya wanita yang menolaknya itu tentu saja mendatangkan kesan yang amat mendalam di hatinya.
Demikianlah, ketika dia berusia hampir setengah abad, melihat wajah seorang pemikul joli itu demikian mirip dengan wanita yang pernah digilainya, hatinya tergerak. Apa lagi pada saat dia mendengar keterangan bahwa Hou Seng, demikian nama pemikul tandu berusia hampir tiga puluh tahun itu, dilahirkan pada hari yang sama dengan kematian wanita yang dipaksa menggantung diri, yakinlah hati Kaisar Kian Liong bahwa Hou Seng adalah penjelmaan kembali dari selir ayahnya yang digilainya itu!
Mungkin terdorong oleh kepercayaan ini, atau memang dia sudah bosan dengan wanita-wanita muda, maka mulai hari itu, Hou Seng menjadi pelayan dalam yang tidak dikebiri! Menjadi pelayan pribadi kaisar dan menemani kaisar itu dalam kamar tidurnya! Dan mulailah bintang Hou Seng naik dengan gemilang.
Apa lagi dia memang orang yang cerdik sekali. Begitu dia memperoleh perhatian kaisar, tiap ada waktu senggang dia pergunakan untuk memperdalam pengetahuannya tentang ilmu baca tulis, tentang sastera, tentang ketatanegaraan sehingga dia terus menanjak menjadi pejabat tinggi dalam istana. Bahkan akhir-akhir ini ramai diperbincangkan orang di kalangan istana bahwa pembesar Hou Seng ini dicalonkan untuk menjadi perdana menteri, menggantikan perdana menteri tua yang akan mengundurkan diri.
Setiap hasil baik yang dicapai seseorang biasanya memancing datangnya rasa iri hati dari orang lain, terutama kalau orang lain itu berkecimpung di dalam bidang pekerjaan yang sama. Apa lagi kalau hasil baik itu didapatkan dengan cara yang dianggap tidak wajar.
Demikian pula dengan Hou Seng. Banyak rekannya para pembesar, para pamong praja dan para mentri, bahkan panglima, merasa iri hati dan banyak yang membencinya. Seperti biasa pada jaman itu pria yang dijadikan selir rahasia atau teman tidur seorang pria lain, dinamakan Kelinci, julukan untuk seorang seperti Hou Seng. Dia pun diam-diam dimaki orang dengan julukan Kelinci Istana!
Hou Seng bukan tidak maklum bahwa dirinya dibenci banyak orang. Bahkan ada pula yang mengancam untuk membunuhnya kalau ada kesempatan. Oleh karena ini, Hou Seng semakin merapatkan diri dengan kaisar untuk memperoleh perlindungan. Selain itu, dia pun mulai menyusun kekuatannya sendiri agar selain dapat melindungi dirinya, juga dapat membalas, bahkan kalau mungkin menghancurkan dan membasmi musuh-musuhnya!
Sebagai seorang pembesar sipil, tentu saja dia tidak bisa memperoleh perlindungan pasukan bala tentara, kecuali sepasukan kecil pengawal saja. Oleh karena itulah maka dia mulai mengadakan hubungan ke luar istana. Tentu saja yang dapat dikaitnya adalah tukang-tukang pukul, penjahat-penjahat dan ahli-ahli silat yang ingin memperoleh uang banyak dari keahliannya itu.
Akhirnya dia berkenalan dengan Bhok Gun dan gurunya yang melihat kesempatan baik untuk mengangkat diri mereka dengan harapan kelak akan memperoleh kedudukan tinggi melalui kekuasaan Hou Seng. Dan karena guru dan murid ini memang memiliki kepandaian tinggi, segera mereka memperoleh kepercayaan Hou Seng.
Apa lagi ketika Bhok Gun dan gurunya telah membuat jasa besar dengan melakukan pembunuhan secara rahasia terhadap beberapa orang pembesar tinggi yang menjadi musuh-musuh utama dari Hou Seng. Tak kurang dari tujuh orang pembesar musuhnya kedapatan mati dalam kamar masing-masing tanpa ada yang tahu siapa pembunuhnya.
Tentu saja Hou Seng tahu karena dialah yang mengutus Bhok Gun dan gurunya untuk melakukan pembunuhan-pembunuhan itu. Semenjak ini, guru dan murid ini diangkat menjadi pembantu pribadi yang utama dan mereka diserahi tugas untuk mengumpulkan dan mempengaruhi para tokoh di dunia hitam agar mereka suka mendukung Hou Seng dan kalau sewaktu-waktu tenaga mereka dibutuhkan agar siap siaga!
Demikianlah keadaan sebenarnya dari kehidupan Kaisar Kian Liong yang dirahasiakan dan tidak terdapat dalam sejarah. Di dalam sejarah hanya disebutkan nama Hou Seng sebagai seorang pembesar atau menteri korup yang kelak setelah Kaisar Kian Liong meninggal dunia dan Kaisar Chai Ceng menjadi kaisar, atas tuntutan lebih dari enam puluh orang pejabat tinggi, Hou Seng ditangkap dan diadili, lalu dijatuhi hukuman mati dengan jalan diijinkan menggantung diri, tidak dipenggal kepalanya mengingat betapa orang ini pernah melayani mendiang Kaisar Kian Liong. Hebatnya, kemudian diketahui bahwa harta kekayaan yang disimpan oleh Hou Seng bahkan melampaui jumlah harta kekayaan istana sendiri. Busyet.....
********************
Sore hari itu, setelah mandi dan berganti pakaian, Bi Lan diberi tahu oleh pelayan bahwa hidangan telah disediakan dan bahwa dia diharapkan oleh tuan rumah untuk makan malam di ruangan makan.
Bi Lan mengikuti pelayan wanita itu dan memasuki sebuah ruangan yang bersih dan indah, di mana telah dipersiapkan hidangan di atas meja bundar yang cukup besar. Bau masakan yang masih panas menyambut hidungnya dan tiba-tiba saja Bi Lan merasa betapa perutnya amat lapar. Oleh pelayan wanita ia dipersilakan duduk. Tak lama Bi Lan menanti karena segera terdengar langkah-langkah orang dan ketika ia menengok, mukanya menjadi merah sekali melihat betapa suci-nya datang bersama tuan rumah dalam suasana yang amat akrab dan mesra!
Suci-nya tersenyum-senyum, bergandeng tangan dengan Bhok Gun dan menggerakkan kepala menengadah, memandang pria itu dengan sinar mata penuh kasih. Suci-nya itu bergantung kepada lengan Bhok Gun dengan sikap manja dan mesra, seperti pengantin baru saja! Juga pakaian suci-nya itu baru dan berbau harum ketika sudah tiba dekat. Tanpa diberi tahu pun Bi Lan maklum bahwa telah terdapat persetujuan dan kecocokan antara suci-nya dan ketua baru Ang-i Mo-pang itu!
Mereka berdua duduk bersanding, berhadapan dengan Bi Lan. Bi-kwi yang lebih dulu membuka suara berkata kepada sumoi-nya, "Siauw-kwi, kami telah bersepakat untuk saling bantu, dan memang antara kami masih ada ikatan keluarga seperguruan. Sute Bhok Gun dan aku mau bekerja sama dan engkau menjadi pembantu kami."
"Benar, sumoi Can Bi Lan, mulai sekarang aku adalah suheng-mu. Kita berdua harus mentaati semua perintah suci Ciong Siu Kwi," berkata pula Bhok Gun dengan senyum manis kepada Bi Lan.
Diam-diam hati Bi Lan menjadi geli mendengar namanya dan nama suci-nya disebut dengan lengkap. Sambil tersenyum geli ia menoleh kepada suci-nya. Agaknya Bi-kwi maklum akan isi hati sumoi-nya, maka ia pun berkata dengan nada suara sungguh-sungguh, "Sumoi, kita tidak lagi tinggal bersama tiga orang suhu kita dan sute tidak suka mendengar sebutan Bi-kwi dan Siauw-kwi. Bagaimana pun juga, jika kelak kita menjadi orang-orang berkedudukan tinggi, segala sebutan jelek itu harus ditinggalkan dan mulai sekarang kita harus belajar menjadi orang sopan."
Hati Bi Lan menjadi makin geli. "Suci, apakah ini berarti bahwa mulai sekarang engkau juga tidak akan melakukan hal-hal yang jahat lagi?"
Bi-kwi dan Bhok Gun saling bertukar pandang, lalu Bhok Gun yang menjawab, "Sumoi, apa sih yang dimaksudkan dengan perbuatan jahat itu? Dia tidak pernah melakukan perbuatan jahat, yang kita lakukan adalah perbuatan yang menguntungkan diri sendiri. Bukankah ini sudah benar dan tepat? Kita berbuat untuk memperebutkan sesuatu yang baik dan menguntungkan untuk diri kita, untuk kehidupan kita. Kalau perlu kita harus menyingkirkan siapa saja yang manjadi penghalang kita."
Bi Lan sudah hafal akan pendapat seperti itu, pendapat yang selalu ditanamkan oleh Sam Kwi, bahkan semua orang di dunia hitam atau golongan sesat.
"Maksudku bukan itu, suci," katanya, tetap kepada Bi-kwi karena ia masih enggan harus bicara kepada laki-laki yang mengaku suheng-nya dan yang matanya memiliki sinar seperti hendak menelanjanginya itu. "Biasanya suci tidak peduli akan segala sopan santun, akan tetapi sekarang mendadak hendak merubah cara hidup. Sungguh lucu nampaknya," katanya sambil tersenyum.
"Sudahlah, engkau masih terlalu muda untuk tahu akan urusan penting," kata Bi-kwi. "Mari kita makan, perutku sudah lapar sekali!"
Mereka lalu makan minum dan dua orang yang sedang berkasih-kasihan itu menyelingi makan minum itu dengan tingkah dan ucapan-ucapan mesra, bahkan kadang-kadang saling suap dengan sumpit mereka.
Tentu saja hal ini membuat Bi Lan merasa canggung sekali dan ia menundukkan muka saja sambil makan dengan amat hati-hati. Pengalamannya ketika ia diloloh arak oleh tiga orang suhu-nya, kemudian ditawan oleh Sam Kwi, membuat ia berhati-hati dan sedikit pun tidak mau menyentuh arak. Ia tidak khawatir akan racun yang dicampurkan makanan atau minuman karena ia pernah mempelajari tentang racun dari Iblis Mayat Hidup yang ahli racun sehingga ia dapat menolak kalau sampai makanan atau minuman itu dicampuri racun.
Maka ia hanya makan makanan yang telah dimakan oleh tuan rumah, dan dia sama sekali tidak mau minum arak setetes pun. Karena selalu menundukkan muka, ia tidak melihat betapa Bi-kwi dan Bhok Gun kadang-kadang mengamatinya dengan pandang mata penuh selidik dan sikapnya yang hati-hati itu agaknya diketahui pula oleh mereka.
Bi Lan sama sekali tidak tahu bahwa tadi, di dalam kamar Bhok Gun, ketika beristirahat dari kegiatan mereka untuk ‘saling mengenal’ atau melihat apakah mereka bisa ‘bekerja sama’, dua orang itu juga telah menyinggung namanya, bahkan membicarakan tentang dirinya dengan serius.
"Agaknya sumoi-mu itu tidak suka padamu, atau tidak begitu cocok, bahkan nampaknya bercuriga terhadap kita," kata Bhok Gun.
"Memang antara aku dan ia tidak ada kecocokan. Aku juga heran mengapa Sam Kwi mau mengambil anak macam itu sebagai murid mereka yang ke dua. Hemm, anak itu kelak hanya akan mendatangkan pusing saja bagiku."
"Hemm, suci yang baik, kalau memang begitu, kenapa tidak dari dulu-dulu kau bunuh saja sumoi yang tiada guna itu?"
Bi-kwi menarik napas panjang dan mengerutkan alis. "Ahhh, kau kira aku begitu bodoh? Memang ada keinginan itu di hatiku, tetapi aku tidak pernah memperoleh kesempatan yang baik. Ketika dia masih kecil, akulah yang disuruh melatihnya. Tapi aku tidak dapat membunuhnya karena Sam Kwi kelihatan sayang padanya. Aku akan mendapat marah besar jika ketika itu kubunuh. Aku lalu melatihnya, akan tetapi sengaja kuselewengkan sehingga dia tidak dapat mempelajari ilmu silat yang benar, melainkan kacau balau, bahkan latihan sinkang yang kuselewengkan membuat ia hampir gila."
"Bagus sekali! Ha-ha-ha, engkau sungguh cerdik dan mengagumkan sekali!" Bhok Gun demikian kagum dan girang sehingga dia lalu menghadiahkan beberapa ciuman mesra kepada Bi-kwi yang membalasnya dengan tak kalah bersemangatnya.
Sejenak mereka lupa akan percakapan tadi, akan tetapi ketika teringat kembali, Bhok Gun bertanya, "Lalu mengapa ia kini tidak kelihatan seperti gila lagi?"
Kembali Bi-kwi menarik napas panjang. Biasanya, wanita ini tak pernah memperlihatkan perasaan hatinya. Akan tetapi kini ia berada dalam keadaan santai dan suasana mesra, maka ia pun seperti wanita biasa yang diombang-ambingkan antara suka dan duka, puas dan kecewa tanpa pengendalian diri sama sekali.
"Entah dia yang terlalu beruntung ataukah aku yang terlalu sial. Ketika Sam Kwi sedang bertapa untuk menciptakan ilmu baru, aku mendapat kesempatan sepenuhnya terhadap diri Siauw-kwi. Ia sudah hampir gila karena latihan yang salah. Akan tetapi tiba-tiba saja ia menjadi sembuh dan setelah kuselidiki, ternyata ia bertemu dengan suami isteri yang telah mengobatinya!" Bi-kwi mengepal tangan kanannya dengan gemas. "Dan aku tidak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka!"
"Ehh?" Bhok Gun mengangkat alisnya, memandang heran. Kalau kekasihnya ini sampai tidak mampu melakukan sesuatu, tentu suami isteri itu bukanlah orang sembarangan. "Siapakah mereka?"
"Si Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya."
"Ohhh...!" Sepasang mata Bhok Gun terbelalak dan tentu saja dia pernah mendengar nama pendekar yang sudah seperti nama dalam dongeng itu karena dunia kang-ouw hanya mengenal namanya tanpa pernah melihat orangnya.
"Akan tetapi, apakah setelah itu engkau tak dapat membunuhnya? Kulihat ia melakukan perjalanan bersamamu, berarti engkau mempunyai banyak kesempatan."
Bi-kwi menggeleng kepala. "Kami berdua mempelajari ilmu baru dari Sam Kwi. Kulihat ia telah menguasai ilmu-ilmu kami dan dapat menjadi seorang pembantu yang cukup lihai. Mengingat akan cita-citaku, aku merasa bahwa dari pada membunuhnya, lebih baik menjadikan dia sebagai pembantuku untuk merampas Liong-siauw-kiam dan kedudukan bengcu. Dan ia sudah berjanji untuk membantuku."
"Akan tetapi, bukankah sekarang ada aku?"
Bi-kwi mengangguk dan meraba dagu laki-laki itu. "Memang, sekarang ada engkau. Sebaliknya kita bunuh saja anak itu, karena kurasa kelak dia hanya akan menjadi penghalang bagi kita. Wataknya berbeda sekali dengan kita, dan ia tidak pantas menjadi murid Sam Kwi. Bahkan ada kecondongan hatinya untuk memihak musuh-musuh kita, para pendekar. Ia berlagak menjadi pendekar agaknya. Hatinya lemah."
Bhok Gun mengangguk-angguk, lalu berkata dengan hati-hati, "Bagaimana pun juga, apakah tenaga yang demikian baiknya harus dimusnahkan begitu saja? Ingat, sekarang ini, untuk mencapai cita-cita kita, kita membutuhkan banyak tenaga yang kuat dan lihai. Dan kurasa sumoi-mu itu merupakan tenaga yang amat berharga."
Bi-kwi mengangguk-angguk. "Itulah sebabnya sampai kini aku belum membunuhnya. Ia telah menguasai semua ilmu Sam Kwi, dan agaknya tingkatnya hanya sedikit selisih dengan tingkatku. Akan tetapi kalau tidak dibunuh dan kemudian ia berdiri di pihak yang menentang kita, bukankah hal itu akan merugikan?"
"Orang-orang pandai jaman dahulu berkata bahwa api adalah musuh yang berbahaya sekali, akan tetapi bisa menjadi pembantu yang amat menguntungkan. Kurasa demikian pula dengan sumoi-mu Can Bi Lan itu. Kalau kita pandai mempergunakan dia, bukan membunuhnya melainkan menundukkannya dan ia dapat membantu kita, bukankah hal itu menguntungkan sekali?"
Sepasang mata wanita itu memandang dengan tajam penuh selidik, kemudian bibirnya berjebi. "Huhh, laki-laki di mana pun sama saja! Aku tahu apa yang terbayang dalam pikiranmu yang kotor itu!"
Bhok Gun tersenyum lebar dan merangkul Bi-kwi, menciumnya dengan mesra sehingga wanita itu dapat tersenyum kembali. "Aihh, benarkah seorang seperti engkau ini masih dapat cemburu?"
"Siapa yang cemburu?!" Bi-kwi membentak.
Memang, ia tidak pernah merasa cemburu. Baginya, mempunyai kekasih bukan berarti mengikatkan diri. Ia boleh bebas memilih pria, sebaliknya ia pun tidak akan melarang kekasihnya mendekati wanita lain. Kalau memang masih sama suka, tentu tidak akan menoleh kepada orang lain.
"Sam Kwi juga tadinya berusaha untuk menggagahi sumoi agar dapat menundukkan hatinya yang keras. Akan tetapi aku mencegah dan melarikan sumoi, karena dengan demikian dia akan berhutang budi dan untuk membalasnya, dia sudah berjanji untuk membantuku."
"Akan tetapi kini engkau ragu-ragu karena sikapnya yang seperti hendak menentang kita. Habis, bagaimana baiknya? Dibunuh kau tidak setuju. Kutaklukkan ia kau pun tidak setuju."
"Bukan tidak setuju, hanya saja aku sangsi akan hasilnya. Andai kata engkau mampu menundukkannya dan menggagahinya, aku tidak yakin ia akan mau tunduk. Bahkan mungkin ia akan merasa sakit hati, mendendam dan memusuhi kita. Orang macam ia amat mementingkan kehormatan seperti para pendekar. Kecuali kalau dia menyerahkan diri dengan tulus dan suka rela kepadamu..."
"Hal itu bisa diusahakan! Aku memiliki modal cukup untuk itu, bukan? Kalau ia kurayu, kuperlakukan dengan baik, aku tidak percaya akhirnya ia tidak akan bertekuk lutut dan menyerahkan diri." Dalam hal ini, Bhok Gun tidak membual karena memang sudah tak terhitung banyaknya wanita yang jatuh oleh rayuannya yang ditambah ketampanan dan kelihaiannya pula.
"Hmm, jangan sombong kau! Sumoi-ku adalah seorang perawan yang selama hidupnya belum pernah berdekatan dengan pria dan agaknya belum siap untuk menyerahkan diri kepada seorang pria."
"Ha-ha-ha, justru yang masih hijau itulah yang paling mudah. Kau lihatlah saja, dalam waktu satu dua hari saja ia tentu akan jatuh ke dalam pelukanku dan selanjutnya akan menjadi boneka yang selalu mentaati segala perintahku."
"Kita sama lihat saja."
Demikianlah rencana yang diatur oleh Bi-kwi dan Bhok Gun. Usia mereka sebenarnya sebaya, dan mungkin Bi-kwi lebih tua satu dua tahun. Bukan karena usia maka Bi-kwi minta disebut suci oleh ketua Ang-i Mo-pang itu, melainkan sebutan itu membuat dia merasa bahwa ia lebih unggul dan lebih menang dalam tingkat dan kedudukan.
"Sumoi, pertemuan di antara kita sungguh merupakan peristiwa yang menggembirakan sekali, bukan? Siapa mengira bahwa aku akan bertemu dengan suci dan sumoi, dua orang saudara seperguruan. Kalau tidak melihat gerakan-gerakan silat kalian, tentu aku tidak akan pernah menduga. Bahkan dengan ketiga orang guru kalian pun yang masih terhitung paman-paman guruku, belum pernah aku bertemu."
Bi Lan mengangguk, lalu berkata sambil melirik ke arah suci-nya. "Bagi suci tentu amat menggembirakan karena kalian dapat bekerja sama untuk merampas kembali pedang pusaka Suling Naga, dan dapat bersama-sama merebut kedudukan bengcu. Akan tetapi aku yang tidak mempunyai keinginan apa-apa, tidak ada artinya."
"Ehhh, mengapa begitu, sumoi?" Bhok Gun berseru sambil tersenyum, dia memasang senyumnya yang paling menarik. "Bagiku, kegembiraan ini besar sekali, bukan karena kalian yang menjadi saudara-saudara seperguruanku amat lihai, akan tetapi juga kalian merupakan dua orang gadis yang amat cantik jelita seperti bidadari!"
"Hi-hik, sute Bhok Gun ini ganteng dan pandai merayu, bukan, sumoi? Senang sekali punya saudara seperguruan seperti dia ini!"
Bi Lan hanya tersenyum simpul saja mendengar ucapan suci-nya itu, tanpa menjawab, akan tetapi diam-diam mukanya berubah sedikit merah karena percakapan itu, puji memuji ketampanan dan kecantikan, terasa asing baginya.
"Suci dan sumoi, perkenankanlah aku memberi ucapan selamat datang kepada kalian dan terimalah hormatku dengan secawan arak!"
Bhok Gun lalu menuangkan arak dari sebuah guci merah ke dalam dua buah cawan dan dia menyerahkan dua cawan itu kepada Bi Lan dan Siu Kwi. Setan Cantik itu cepat menyambar cawan arak suguhan Bhok Gun, akan tetapi Bi Lan menolak.
"Aku tak biasa minum arak, biarlah aku minum teh ini saja," katanya sambil mengangkat cangkir teh.
"Aih, sumoi yang manis. Pemberian secawan arak ini merupakan penghormatan dariku, biar pun engkau tidak biasa minum arak, apa salahnya sekarang minum satu dua cawan untuk merayakan pertemuan yang menggembirakan ini? Terimalah, sumoi."
Bi Lan tetap menolak. "Tidak, suheng. Aku tidak biasa dan minum sedikit saja tentu akan mabok. Aku sudah mendapatkan pengalaman yang pahit sekali dengan minum arak dan mabok, dan aku tidak mau mengulangnya lagi."
Bhok Gun melirik ke arah Siu Kwi dan tertawa, suara ketawanya lantang dan sepasang matanya bersinar-sinar. "Ha-ha-ha, sumoi yang jelita. Maksudmu tentulah pengalaman minum arak, mabok dan hendak diperkosa oleh tiga orang gurumu? Ha-ha, akan tetapi aku bukan Sam Kwi, sumoi. Aku takkan melakukan hal yang keji itu. Bagiku, cinta harus dilakukan dengan suka rela, bukan paksaan."
"Suka rela atau paksaan, aku tidak sudi!" Bi Lan berkata ketus dan ia pun bangkit berdiri dan melangkah hendak meninggalkan ruangan makan itu, kembali ke kamarnya.
Akan tetapi dengan beberapa loncatan saja Bhok Gun sudah menghadang di depannya dan laki-laki ini lalu memberi hormat dengan menjura dalam-dalam, merangkap kedua tangan di depan dada. "Maaf, ahh, apakah engkau tidak dapat memaafkan aku, sumoi. Aku memang suka sekali berkelakar dan kalau tadi aku mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan hatimu yang halus, maafkanlah aku. Maafkan aku sebagai tuan rumah, juga sebagai suheng yang menyayangi sumoi-nya dan menghormati tamunya. Aku tidak akan mengulang lagi tentang minum arak."
Melihat pria itu bersikap dengan sopan dan demikian menghormat, Bi Lan merasa tidak enak kalau melanjutkan kemarahannya. Apa lagi mendengar suci-nya tertawa terkekeh dan berkata, "Aiihh, sumoi, apakah mendadak saja engkau menjadi seorang yang suci dan tidak dapat menghadapi kelakar dan godaan? Hi-hik, kami berdua agaknya malah kedahuluan olehmu. Kami belum biasa hidup sopan santun seperti yang diminta sute, engkau malah agaknya sudah menjadi orang sopan yang tidak sudi mendengar kelakar nakal, hi-hi-hik."
Bi Lan terpaksa kembali ke tempat duduknya dan dengan sikap serius dia berkata, ditujukan kepada suci-nya, tidak langsung kepada Bhok Gun walau pun kepada pria itulah sebenarnya ucapannya ditujukan, "Aku tidak peduli akan kelakar atau apa saja, akan tetapi asal tidak menyangkut diriku. Kalau menyangkut diriku, aku tidak sudi orang bersikap kurang ajar kepadaku, siapa pun juga orang itu."
"Maaf, sumoi, aku sama sekali tidak berani kurang ajar kepadamu. Kalau ada seorang laki-laki berani kurang ajar kepadamu, akulah yang akan menghajarnya. Engkau adalah sumoi-ku yang cantik jelita, manis dan sopan, aku harus menjagamu baik-baik."
"Hi-hi-hik, masih perawan lagi, dan selamanya belum pernah bersentuhan dengan pria, bukankah begitu, sumoi?" kata Bi-kwi mengejek.
"Ahhh, kalau begitu sumoi Can Bi Lan adalah seorang dara yang bagaikan setangkai bunga masih bersih dan suci, belum pernah terjamah tangan, belum pernah tersentuh kumbang, harus makin dijaga baik-baik," kata Bhok Gun yang sengaja bersikap baik untuk mencari muka.
Akan tetapi dasar dia seorang gila perempuan, ucapan-ucapannya itu malah membuat Bi Lan merasa tidak enak walau pun itu merupakan pujian. Ia tidak mau mencampuri ucapan-ucapan mereka itu dan melanjutkan makan minum yang tadi belum selesai.
"Hemm, aku sih tidak ingin menjadi kembang yang belum tersentuh kumbang, tak ingin menjadi dara atau perawan murni yang belum pernah berdekatan dengan pria, aku tidak mau tidur sendiri kedinginan. Aku ingin kehangatan setiap saat...," kata pula Bi-kwi dan ia pun bangkit dari tempat duduknya, merangkul Bhok Gun dan mencium bibir pria itu dengan penuh napsu.
Bhok Gun tersenyum dan segera maklum akan maksud kekasih barunya ini, yaitu untuk membangkitkan rangsangan dan birahi di dalam hati Bi Lan. Maka dia pun membalas ciuman itu. Keduanya lalu bercumbu, berangkulan dan berciuman begitu saja di depan Bi Lan, tanpa malu-malu lagi bahkan mereka sengaja melakukan cumbuan-cumbuan yang tidak sepantasnya diperlihatkan orang lain. Bhok Gun menggunakan sumpitnya menggigit sepotong daging dan secara pamer sekali dia menyuapkan daging itu dari mulutnya ke mulut Bi-kwi yang menerimanya sambil terkekeh genit.
Dapat dibayangkan betapa besar rasa malu menekan batin Bi Lan. Selamanya belum pernah ia melihat adegan-adegan seperti itu, dalam mimpi pun belum. Biar pun ia tahu bahwa suci-nya adalah kekasih tiga orang gurunya dan mereka melakukan hubungan suami isteri, namun tiga orang gurunya tak pernah mencumbu suci-nya itu di depannya. Dan ia pun tahu bahwa suci-nya sering kali menculik dan memaksa pemuda-pemuda tampan untuk menggaulinya, namun hal ini pun terjadi di luar tahunya.
Baru kini ia melihat suci-nya bercumbu sebebas itu dengan seorang pria di depannya. Tadinya ia hanya menundukkan muka sambil makan dan tidak sudi memandang, akan tetapi suara-suara cumbuan itu masih saja menusuk telinganya dan akhirnya ia pun bangkit berdiri. Tidak dapat ia bertahan lebih lama lagi. Bukan karena suara-suara dan pandangan-pandangan itu dianggapnya tidak sopan dan cabul, karena semenjak kecil ia digembleng oleh tiga orang guru yang berjuluk Tiga Iblis, yang tidak mengenal sama sekali tentang sopan santun, dan hanya karena memang nalurinya yang halus saja Bi Lan tidak terseret, akan tetapi yang membuat ia tidak dapat bertahan adalah karena adegan itu mendatangkan suatu perasaan yang membuatnya takut sendiri.
Perasaan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Yang membuatnya berdebar-debar dan menimbulkan perang di dalam batinnya. Di satu pihak, ada suara hatinya membisikkan bahwa perbuatan yang dilakukan dua orang di depannya itu sama sekali tidak patut dilihat atau didengar, akan tetapi ada perasaan lain membuat ia ingin sekali melihat dan mendengarkan dengan diam-diam. Hal inilah yang menakutkan hatinya dan membuat ia tidak dapat bertahan lagi, lalu ia bangkit berdiri.
"Aku... aku mau beristirahat dulu di kamarku," tanpa menanti jawaban dua orang yang masih saling rangkul dan saling berciuman itu ia pun meninggalkan mereka dan masuk ke kamarnya, menutupkan daun pintu keras-keras. Ia tidak tahu betapa dua orang itu pun menghentikan permainan mereka.
"Hemm, kurasa usaha kita hampir berhasil," kata Bhok Gun lirih.
"Hi-hik, ia mulai panas dingin. Kau memang hebat, sute. Akan tetapi awas, kalau sampai engkau berhasil kemudian lebih mementingkan sumoi dan mengesampingkan aku, kau akan kubunuh!"
Bhok Gun tersenyum dan merangkulnya. "Heh-heh-heh, cemburu lagi?"
"Tidak cemburu, akan tetapi ia masih dara, masih perawan murni. Laki-laki tentu lebih suka dan setelah mendapatkan yang muda, lalu melupakan yang tua."
"Hemm, aku bukan pria seperti itu. Aku lebih menyukai buah yang sudah matang dari pada yang masih hijau dan mentah. Kalau aku menaklukkannya, bukan karena ingin mendapatkan yang hijau dan mentah, melainkan demi kelancaran usaha kita, bukan?"
"Nah, mari teruskan menggodanya sampai ia jatuh," kata Bi-kwi dan sambil bergandeng tangan mereka lalu menuju ke kamar mereka yang berada di samping kamar yang ditinggali Bi Lan, hanya terpisah dinding kayu di mana terdapat sebuah pintu tembusan yang tertutup.
Dengan jantung masih berdebar dan kedua pipi kemerahan, mukanya terasa panas Bi Lan memasuki kamarnya. Apa yang dilihatnya dan didengarnya di depannya tadi, di ruang makan, benar-benar membuat hatinya tak karuan rasanya. Rasa kedewasaannya tersentuh dan ada dorongan amat kuat dan aneh yang membuat ia ingin mengetahui lebih banyak tentang hubungan antara pria dan wanita. Gairahnya timbul, demikian pula keinginan untuk mengetahui dan mengalami.
Tetapi kesadarannya bahwa Bhok Gun adalah seorang laki-laki yang tidak baik, yang tidak mendatangkan rasa suka di hatinya, membuat ia menolak keras dan hatinya sudah mengambil keputusan. Kalau kelak tiba saatnya dia harus melayani pria, mencurahkan hasrat yang bernyala-nyala di dalam hatinya dan di seluruh syaraf tubuhnya itu dengan seorang pria, maka pria itu bukan Bhok Gun dan tidak seperti Bhok Gun! Rasa tidak suka kepada Bhok Gun ini menolong dan meredakan gelora batinnya yang dibakar oleh gairah birahi yang wajar dari seorang dara yang mulai bangkit dewasa.
Karena tadi tubuhnya terasa tidak karuan, Bi Lan langsung melempar tubuhnya ke atas pembaringan tanpa berganti pakaian dan tanpa membuka sepatu. Ia menelungkup dan perlahan-lahan mulai menenteramkan hatinya yang bergelora.
Tiba-tiba perhatiannya tertarik oleh suara orang di kamar sebelah. Langkah dua orang disusul ketawa cekikikan dari suci-nya! Bi Lan mengangkat kepalanya dengan hati-hati agar jangan sampai mengeluarkan bunyi. Suci-nya dan Bhok Gun memasuki kamar itu, kamar sebelah yang hanya terpisah dinding kayu. Baru langkah kaki mereka saja dapat terdengar oleh pendengarannya yang terlatih dan amat tajam. Apa lagi suara-suara lain.
Tanpa melihat saja Bi Lan bisa mendengar betapa mereka berkecupan, betapa mereka berdua menjatuhkan diri di atas pembaringan, berbisik-bisik, terkekeh dan terutama sekali suara erangan kemanjaan dari mulut suci-nya terdengar jelas. Kembali jantung Bi Lan berdebar keras, lebih hebat dari pada tadi. Api yang tadinya sudah hampir dapat dipadamkannya itu kini berkobar lagi, mendatangkan gairah rangsangan yang membuat dirinya gelisah. Ia bangkit duduk, otaknya dijejali gambaran-gambaran yang terbentuk oleh pendengarannya. Agaknya dua orang di sebelah itu mengumbar napsu mereka tanpa dikendalikan lagi.
"Ssttt, suci... jangan keras-keras, nanti terdengar sumoi di sebelah," terdengar suara Bhok Gun berbisik, akan tetapi dapat didengar oleh Bi Lan dengan jelas sekali.
"Kalau dengar mengapa? Ia pun seorang wanita, ia berhak untuk menikmati. Kalau ia mau, sebaiknya kalau engkau yang memberi pelajaran kepadanya tentang hubungan pria dan wanita, sute. Dari pada ia belajar dari laki-laki lain yang tak dapat dipercaya!”
"Ah, mana ia mau?" terdengar laki-laki itu berkata lagi, sementara jantung di dalam dada Bi Lan berdebar semakin keras.
"Bodoh kalau ia tidak mau. Kenapa malu-malu? Aku membolehkan kalian bermain cinta, pula bukankah kalian masih saudara seperguruanku sendiri? Suatu waktu ia tentu akan menyerahkan tubuhnya kepada seorang pria, untuk yang pertama kali, untuk menjadi gurunya yang pandai dan berpengalaman, mengapa tidak engkau, sute?"
Api yang berkobar di dalam dada Bi Lan semakin besar dan gadis ini cepat bersila dan bersemedhi mengumpulkan kekuatan batin seperti yang telah ia pelajari dari Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya. Ia masih mendengar percakapan dua orang itu yang semakin memberi bujukan tidak langsung kepadanya dan mendengar mereka bercumbu, akan tetapi kini batinnya menjadi tenang karena cara bersemedhi itu dan ia dapat menguasai napsunya sendiri yang membakar.
Ia menjadi marah. Agaknya suci-nya dan Bhok Gun sengaja, pikirnya. Mereka berdua itu tentu maklum bahwa dia yang berada di kamar sebelah akan mampu mendengar semua percakapan dan perbuatan mereka. Akan tetapi mereka itu agaknya sengaja hendak menjatuhkannya dengan rayuan dan pembangkitan gairah nafsunya.
Bi Lan lalu menyambar buntalan pakaiannya, kemudian berkata dengan suara lantang, "Suci dan suheng, aku akan pergi meninggalkan tempat ini sekarang juga!"
Suara dua orang di kamar sebelah itu tiba-tiba terhenti dan pintu tembusan itu pun terbuka. Kiranya dua orang itu masih berpakaian lengkap dan semakin yakin hati Bi Lan bahwa mereka tadi hanyalah bermain sandiwara dengan tujuan membangkitkan nafsu birahinya agar mudah dilalap oleh Bhok Gun tanpa memperkosanya, tapi memaksanya melalui pembakaran nafsu birahi supaya ia dapat menyerahkan diri dengan suka rela kepada Bhok Gun. Semua nampak jelas olehnya dan Bi Lan menjadi semakin marah.
"Sumoi, apa yang kau katakan barusan? Kau mau pergi? Pergi ke mana?" teriak Bi-kwi, mengerutkan alisnya karena mulai marah melihat betapa sumoi-nya itu sama sekali tidak dapat dibujuk.
"Suci, aku mau pergi sekarang juga."
"Kenapa?"
"Bukan urusanmu."
"Bukan urusanku? Eh, bocah sombong, apa engkau telah lupa akan janjimu kepadaku? Apakah engkau sudah lupa bahwa tanpa bantuanku, sekarang engkau sudah bukan perawan lagi, sudah dilalap oleh Sam Kwi dan mungkin sudah mampus?"
"Suci! Aku sudah berjanji untuk membantu mencari pusaka Liong-siauw-kiam. Dan aku akan menepati janji itu. Aku akan pergi mencari pusaka itu dan kalau sudah dapat, akan kuserahkan kepadamu."
"Dan perebutan bengcu?"
"Kelak kalau sudah tiba saatnya engkau memperebutkan kedudukan bengcu, aku akan membantumu seperti pernah kujanjikan. Aku tidak akan melanggar janji."
"Tapi ke mana kau hendak mencari pusaka itu?"
"Ke mana saja, akan tetapi tidak bersamamu!"
Bi-kwi marah bukan main. Akan tetapi Bhok Gun sudah melangkah maju dan dengan senyum menarik dia berkata, "Sumoi, kalau engkau merasa sungkan bicara di depan suci, mari kita bicara empat mata di tempat terpisah. Maukah engkau? Mari, sumoi..."
Laki-laki ini sudah merasa yakin bahwa siasatnya menggairahkan dan membangkitkan birahi dara itu tentu berhasil dan kini agaknya dara itu sudah tidak kuat lagi bertahan, maka dengan dalih hendak pergi sebetulnya hendak menjauhkan diri dan kalau mungkin bicara berdua saja dengannya karena tentu saja merasa malu terhadap suci-nya. Dia sama sekali tidak tahu bahwa justru dara itu telah tahu akan siasatnya dan karenanya marah dan benci bukan main padanya.
"Aku bukan sumoi-mu dan kau tidak perlu merayuku. Suci mungkin mudah kau bujuk akan tetapi jangan harap aku akan suka melihat mukamu!" Berkata demikian, Bi Lan sudah meloncat keluar dari kamar itu dan terus melarikan diri keluar dari rumah.
"Siauw-kwi, tunggu...!" Bi-kwi mengejar, disusul pula oleh Bhok Gun.
Ketika tiba di pintu gerbang rumah perkumpulan itu, ada belasan orang anak buah Ang-i Mo-pang sudah menghadang di situ dengan senjata di tangan. Mereka ini diam-diam sudah menerima perintah Bhok Gun bahwa kalau dara itu hendak pergi dari situ tanpa perkenan agar dihalangi.
Melihat belasan orang berseragam marah itu menghadang di jalan, dan obor-obor telah dipasang di kanan kiri pintu gerbang yang menunjukkan bahwa orang-orang ini agaknya memang telah siap siaga, Bi Lan membentak, "Minggir kalian!"
Akan tetapi, tiga belas orang itu tak mau minggir, bahkan melintangkan senjata mereka dengan sikap mengancam. Mereka semua takut terhadap Bi-kwi, akan tetapi nona ini walau pun katanya sumoi dari Bi-kwi, tidak mereka takuti, apa lagi mereka menerima perintah dari Bhok Gun dan Bi-kwi sendiri untuk merintangi nona itu pergi dari situ.
"Keparat, minggir!" Bi Lan membentak marah, sekali ini sambil membentak ia menerjang maju.
Empat orang terdepan menggerakkan senjata untuk menyerang karena mereka sudah menerima perintah bahwa jika nona itu nekat menyerbu, mereka boleh menyerangnya. Akan tetapi, gerakan Bi Lan cepat bukan main, juga kaki tangannya bergerak dengan tenaga dahsyat sehingga sebelum ada di antara empat senjata itu yang mengenai tubuh Bi Lan, lebih dahulu empat orang itu sudah terpelanting ke kanan kiri sambil mengaduh-aduh dan senjata mereka beterbangan terlepas dari tangan.
Hebat bukan main hasil kerja kaki tangan Bi Lan karena keempat orang itu tidak mampu bangkit kembali. Ada yang patah tulang kaki, tangan atau iganya, bahkan seorang di antara mereka yang kena ditempiling kepalanya roboh untuk tidak dapat bangkit kembali selamanya karena kepalanya retak-retak.....
Komentar
Posting Komentar