SULING NAGA : JILID-12


Hal ini dapat terjadi karena tiba-tiba sepasang mata Tee Kok seperti berkunang-kunang rasanya, melihat betapa sepasang sumpit bambu itu berubah menjadi ratusan batang banyaknya. Tiba-tiba saja ada sebatang sumpit berada di depan mata, siap menusuk matanya, lalu tiba-tiba saja menempel pada telinga, hidung, leher, dada dan bagian-bagian anggota tubuh lain yang sangat berbahaya. Sekali saja sumpit itu ditusukkan, biar pun hanya terbuat dari pada bambu kecil, tentu dapat menewaskannya.

Tiba-tiba terdengar Hong Beng mengeluarkan suara ketawa tertahan dan tahu-tahu tubuh Tee Kok tidak bergerak lagi, berdiri dalam sikap hendak menyerang. Tubuh itu kaku, matanya melotot, golok kanan diangkat tinggi-tinggi dan golok kiri siap menyapu kaki lawan. Kiranya tubuhnya telah tertotok dua kali berturut-turut dan akibatnya, tubuh itu menjadi kaku seperti sebuah arca yang lucu.

Hong Beng tidak berkata apa-apa lagi, lalu berjalan kembali ke kursinya dan duduk sambil minum araknya, seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu.

Melihat sikap ini, wajah Bi-kwi berubah merah sekali. Pemuda itu memang terlalu besar kepala, pikirnya. Memang lihai, dan berhasil mengalahkan Tee Kok secara mutlak, akan tetapi di depannya bersikap begitu acuh, sungguh menggemaskan.

Bi-kwi menggerakkan tangannya, dua kali menepuk pundak dan punggung Tee Kok. Tubuh yang tadinya kaku itu roboh terpelanting, akan tetapi dapat bergerak lagi dan kini Tee Kok yang sudah yakin akan kehebatan pemuda itu, tak berani banyak lagak lagi hanya mengharapkan agar Bi-kwi dapat membalaskan kekalahannya.

Setelah membebaskan totokan tubuh Tee Kok, Bi-kwi lalu menoleh kepada Hong Beng, sejenak memandang pemuda yang sedang minum itu dan mendadak tangan kirinya bergerak. Sinar putih halus menyambar ke arah telinga kiri pemuda itu.

Tentu saja sebagai murid seorang pendekar Pulau Es, Hong Beng tahu akan serangan gelap ini, serangan benda kecil yang agaknya ditujukan untuk melukai daun telinganya. Dia pun tahu bahwa penyerangnya adalah wanita cantik yang suaranya kadang-kadang dapat dingin seperti es itu, sinar matanya kadang-kadang tajam menusuk dan panas membara, kadang-kadang lembut dan dingin sejuk, yang oleh ketua Ang-i Mo-pang disebut Ciong Siocia.

Hong Beng tidak mengelak, melainkan menggerakkan sebelah tangannya seperti orang hendak menggaruk-garuk kepala dan pada saat tangannya menuju ke kepala itulah dia menangkap benda kecil itu dengan ibu jari dan telunjuknya. Betapa kagumnya Hong Beng melihat bahwa benda yang dijadikan senjata rahasia itu hanyalah sebatang biting pencokel gigi! Jika tidak memiliki tenaga sinkang yang kuat dan juga kepandaian tinggi, tak mungkin mempergunakan benda sekecil dan seringan itu sebagai senjata rahasia yang ampuh!

"Terima kasih," katanya seperti kepada diri sendiri. "Akan tetapi gigiku belum ada yang berlubang, tidak membutuhkan tusuk gigi!"

Yang dapat melihat semua ini hanyalah Bi-kwi dan Bi Lan dan kedua orang wanita ini tentu saja menjadi semakin kagum. Akan tetapi Bi-kwi semakin marah dan ia sudah melangkah hendak menantang pemuda itu.

Bi Lan agaknya maklum akan niat suci-nya, maka lebih cepat lagi dia melangkah dan menghadang di depan suci-nya, berkedip dan berkata, "Suci, janjimu tadi tidak boleh kau langgar sendiri, hal itu akan mencemarkan nama besarmu. Selain itu, bukankah di sana menanti tugas yang lebih penting, untuk membantu Ang-i Mo-pang?"

Sejenak, dengan kemarahan meluap, Bi-kwi menentang pandang mata adiknya. Lalu ia pun teringat bahwa tadi ia berjanji bahwa kalau pemuda itu mampu mengalahkan Tee Kok ia akan mengampuni pemuda itu. Kini Tee Kok benar-benar telah dikalahkan, kalau kini ia turun tangan membunuh pemuda itu, berarti ia telah melanggar janjinya sendiri.

Memang menurut wataknya, ia tidak peduli akan segala macam janji. Tidak dikenal kehormatan di dunia kaum sesat! Akan tetapi, melihat adiknya seperguruan menentang, dan mengingat bahwa pemuda itu merupakan lawan yang tidak boleh dipandang ringan, sedangkan kini Ang-i Mo-pang menanti ia turun tangan terhadap orang yang mengambil alih kedudukan dengan kekerasan, maka memang sebaiknya kalau dia melepaskan pemuda ini. Ia menarik napas panjang dan mendengus.

"Biarlah kuampunkan dia untuk kali ini. Lain kali kalau dia berani kurang ajar lagi dan bersikap sombong di depanku, tentu kepalanya yang kini kutitipkan kepadanya akan kuambil!" Ia lalu mengibaskan lengan bajunya dan keluar dari rumah makan diikuti oleh Bi Lan.

Pengurus restoran dan para pelayan tidak ada yang berani menghalangi walau pun dua orang wanita itu agaknya lupa untuk membayar harga makanan dan minuman. Bagai mana pun juga, dua orang wanita itulah yang telah mengusir orang berpakaian merah tadi, dan juga yang menaklukkan orang-orang Ang-i Mo-pang yang datang kemudian. Tee Kok yang sudah tidak berani berlagak lagi, cepat menjadi penunjuk jalan, mengajak Bi-kwi dan Bi Lan untuk menemui orang yang sudah mengambil alih kedudukannya sebagai ketua Ang-i Mo-pang.

Hong Beng hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Bi-kwi tadi. Dia lalu bangkit, dan memanggil pengurus rumah makan itu. "Hitung sekalian dengan makanan dan minuman kedua orang nona tadi. Agaknya karena sibuk mereka lupa membayar, biarlah aku yang membayarnya sekalian."

"Si-cu tidak usah membayar, kami bahkan merasa bersyukur bahwa si-cu kebetulan berada di sini tadi...," kata pengurus rumah makan.

Akan tetapi Hong Beng tetap berkeras membayar harga makanan dan minuman. "Kalian sudah menderita banyak kaget dan rugi, juga harus menyingkirkan benda itu, bagai mana aku tega untuk tidak membayar harga makanan?"

Setelah membayar harga makanan, Hong Beng cepat meninggalkan restoran itu karena dia telah mengambil keputusan untuk membayangi dua orang gadis tadi yang agaknya hendak membantu Ang-i Mo-pang yang diambil alih oleh golongan lain. Tentu akan terjadi hal yang amat seru, pikirnya.

Hong Beng selama beberapa tahun terakhir ini bersama gurunya tinggal di salah satu di antara puncak-puncak Pegunungan Koa-li-kung, di tepi Sungai Me-kong yang sunyi. Lembah Sungai Me-kong ini amat subur dan di tempat sunyi itu mereka berdua hidup dengan tenteram, mencurahkan perhatian pada latihan silat. Kadang-kadang Hong Beng ditinggal seorang diri oleh gurunya dan ketika untuk terakhir kalinya, beberapa bulan yang lalu gurunya pulang dari perantauan, Suma Ciang Bun menyatakan bahwa muridnya itu sudah belajar lebih dari cukup.

"Segala macam ilmu hanya dapat matang dan sempurna kalau dipergunakan dalam kehidupan," demikian antara lain Suma Ciang Bun berkata kepada muridnya. "Selain mematangkan ilmu dengan praktek menempuh kehidupan yang keras ini, juga apa gunanya engkau bersusah payah mempelajari ilmu-ilmu silat dariku kalau tidak digunakan? Penggunaan ilmu inilah yang terpenting, dan baik buruknya penggunaannya tergantung sepenuhnya kepadamu. Aku memberi sebuah tugas kepadamu, Hong Beng. Sanggupkah engkau melaksanakan tugas yang berat ini?"

Hong Beng yang berlutut di depan suhu-nya itu menjawab dengan tegas. "Teecu sanggup melaksanakan segala perintah suhu yang bagaimana beratpun."

"Baik, aku percaya padamu. Selama engkau ikut aku merantau, tentu engkau sudah mengenal keadaan dunia pada umumnya dan engkau tentu dapat berhati-hati dan menjaga diri. Ilmu baca tulis, sedikit banyak engkau telah menguasainya dan hampir semua ilmu silatku telah kuajarkan padamu. Ingat, engkau adalah murid keluarga para pendekar Pulau Es. Sebagai murid Pulau Es, engkau harus dapat menjaga keharuman nama keluarga Pulau Es, dan di mana pun berada, engkau harus menjadi pendekar sejati. Tugas yang kuserahkan padamu ini berat sekali karena engkau harus pergi ke kota raja dan menyelidiki kehidupan seorang perdana menteri."

Biar pun dia memiliki watak tenang dan pemberani, juga pendiam, mendengar ucapan suhu-nya itu, Hong Beng jadi tertegun juga. Menyelidiki seorang perdana menteri di kota raja? Ini hebat!

Melihat betapa muridnya terkejut akan tetapi tetap diam saja, Suma Ciang Bun merasa girang dan kagum.

"Hong Beng, selama bertahun-tahun ini pemberontakan terjadi di mana-mana. Memang, kami keluarga Pulau Es tidak mau melibatkan diri dengan urusan pemerintahan. Akan tetapi bagaimana pun juga, pemberontakan-pemberontakan itu membuat kehidupan rakyat menjadi sengsara. Setiap kali terjadi pemberontakan dan perang saudara, yang mengalami pukulan paling hebat adalah rakyat jelata. Dan aku sendiri merasa heran. Dahulu, bahkan sebelum menjadi kaisar, Kian Liong merupakan seorang pemimpin yang amat bijaksana dan baik. Sekarang pun nampak betapa kaisar ini mendatangkan banyak kemajuan. Akan tetapi, menurut kabar yang kutangkap, akhir-akhir ini Kaisar Kian Liong dipermainkan oleh seseorang yang kabarnya dapat mempengaruhi kaisar sehingga dari seorang kuli biasa, orang itu terus diberi kenaikan pangkat dan akhirnya dicalonkan menjadi seorang perdana menteri. Hal ini bagiku mencurigakan dan tidak wajar. Nah, inilah tugas yang hendak kuserahkan padamu. Pergilah ke kota raja, selidiki keadaan seorang pembesar yang dicalonkan sebagai perdana menteri. Dia bernama Hou Seng. Selidiki kenapa kaisar dapat jatuh ke dalam kekuasaan orang yang bernama Hou Seng ini dan kalau perlu bertindaklah untuk membasmi segala macam sebab yang menimbulkan adanya kelemahan dalam kendali pemerintahan Kaisar Kian Liong."

Pemuda itu mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu mengangguk dan menjawab, suaranya tenang dan tegas, "Teecu akan melakukan semua perintah dan petunjuk dari suhu."

Kembali pendekar itu merasa kagum terhadap muridnya. Dia tahu bahwa tugas ini berat dan asing bagi muridnya yang pengalamannya hanyalah ketika diajaknya merantau itu saja. Bahkan muridnya itu belum pernah melihat bagaimana macamnya kota raja. Akan tetapi, sikap muridnya demikian tenang menghadapi tugas seberat itu.

Diam-diam selain kagum, dia pun merasa kasihan dan khawatir. Memang, tugas ini amat penting bagi kepentingan rakyat jelata dan perlu pula bagi muridnya sendiri untuk menggembleng diri dan memperdalam pengalaman hidup sebagai seorang pendekar. Akan tetapi, kota raja menjadi pusat di mana terdapat orang-orang pandai dari segala macam golongan.

"Hong Beng, untuk tugas ini, sebaiknya engkau mencari susiok-mu (paman gurumu) yaitu adikku yang bernama Suma Ceng Liong yang kini bersama keluarganya tinggal di kota Thian-cin. Atau lebih baik lagi engkau mencari ci-huku (kakak ipar) bernama Kao Cin Liong yang bersama keluarganya tinggal di kota Pao-teng. Dari mereka itu engkau mungkin sekali akan memperoleh keterangan yang jelas tentang orang bernama Hou Seng itu. Apa lagi ci-hu Kao Cin Liong adalah bekas seorang panglima kerajaan. Justru setelah dia mengundurkan diri timbul kekacauan dan muncullah seorang bernama Hou Seng itu."

Setelah menerima hanyak nasehat dari suhu-nya, juga menerima bekal sekantong uang dengan pesan bahwa jika dia kehabisan bekal dan tidak terpaksa sekali, jangan sampai merugikan orang lain dengan perbuatan yang jahat, melainkan terus terang saja minta bantuan kepada kuil-kuil atau kepada hartawan-hartawan yang dermawan, akhirnya pergilah pemuda itu meninggalkan puncak di Pegunungan Koa-li-kung di daerah selatan Hu-nan. Dalam perjalanan ini, ketika melewati daerah Siang-nam, tidak lupa dia singgah di kuburan ayah ibunya, yaitu di luar kota Siang-nam di mana dia dahulu dibantu oleh gurunya mengubur jenazah mereka.

Semalam suntuk ia duduk bersila di depan kuburan besar terisi jenazah ayah bundanya itu, tidak menangis atau berduka. Semenjak menjadi murid pendekar Suma Ciang Bun, pemuda ini telah dijejali banyak pengertian tentang kehidupan dan telah biasa membuka mata melihat kenyataan-kenyataan sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh bayangan-bayangan dan emosi-emosi yang membuat orang mudah berduka. Semua peristiwa yang lalu telah pula berlalu, demikian batinnya berbisik.

Dia mengunjungi makam dan berdiam semalam suntuk di situ hanya untuk menghormati peninggalan ayah dan ibunya. Apa lagi, pembunuh-pembunuh ayah ibunya telah dibalas oleh gurunya, sehingga dia tidak mempunyai dendam atau sakit hati lagi.

Harus diakuinya bahwa perantauan seorang diri, terpisah dari gurunya, merupakan hal yang berat dan kadang-kadang menggelisahkan. Akan tetapi ada saat-saat di mana dia merasa bahagia dan gembira, merasa bebas tanpa terikat oleh apa pun juga, hidup sendirian seperti seekor burung yang terbang bebas lepas di udara!

Demikianlah sedikit tentang diri Hong Beng…..

Pada pagi hari itu, dia tiba di Kun-ming dan tanpa disengaja dia memasuki restoran dan melihat Bi-kwi dan Bi Lan kemudian terlibat dalam peristiwa dengan orang-orang Ang-i Mo-pang. Dia belum pernah mendengar tentang perkumpulan itu, akan tetapi dari nama perkumpulan itu ia dapat menduga bahwa Ang-i Mo-pang tentulah sebuah perkumpulan penjahat. Rasa heran dan ingin tahu apakah hubungan antara dua orang gadis cantik dan lihai seperti yang dijumpainya di restoran itu dengan perkumpulan sesat membuat dia ingin sekali membayangi mereka.

Dia bersikap hati-hati sekali karena dia maklum bahwa dua orang wanita itu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dia pun tidak ingin mencampuri urusan mereka, hanya ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya dengan dua orang gadis itu. Ada sesuatu pada diri dua orang gadis itu, terutama pada diri gadis yang disebut Ciong Siocia, yang amat menarik hati Hong Beng.

Selama ini belum pernah dia merasa tertarik pada seorang wanita. Sejak kecil dia hidup dengan gurunya dan belum pernah melihat gurunya berdekatan dengan wanita, bahkan sikap gurunya terhadap wanita amat dingin. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi dirinya dan dia pun belum pernah merasa tertarik kepada wanita.

Ketika dia menjelang dewasa, kalau sekali waktu ada perasaan tertarik ini ketika dia bertemu dengan seorang gadis dalam perjalanan bersama suhu-nya, maka perasaan ini segera ditekannya karena dia malu terhadap gurunya. Tentu saja andai kata gurunya itu memiliki sikap pria wajar terhadap wanita, agaknya dia pun tak akan menekan perasaan itu.

Kini, begitu dia melakukan perjalanan seorang diri, dia bertemu dengan seorang wanita yang amat menarik hatinya, yaitu Bi-kwi! Dalam pandangannya Bi-kwi adalah seorang wanita yang matang, yang amat menarik semua gerak-geriknya, berwibawa, dan ada sesuatu yang membuat dia merasa kasihan. Sesuatu itu mungkin garis-garis di antara kedua mata wanita itu, yang membayangkan suatu kepahitan hidup yang mengharukan hati Hong Beng. Gadis ke dua yang jauh lebih muda itu pun manis sekali, akan tetapi dalam pandangan Hong Beng gadis itu masih kekanak-kanakan, masih mentah.....

********************

Sebetulnya apakah yang telah terjadi dengan perkumpulan Ang-i Mo-pang? Seperti kita ketahui, perkumpulan itu adalah sebuah perkumpulan penjahat yang dipimpin oleh Tee Kok sebagai ketuanya. Tee Kok adalah seorang bekas anggota Hek-i Mo-pang yang dulu terkenal sebagai perkumpulan sesat yang ditakuti orang.

Tee Kok mengumpulkan beberapa orang kawannya bekas anggota Hek-i Mo-pang, lalu ditambah lagi dengan anak buah baru yang terdiri dari orang-orang dari dunia hitam, dia mendirikan Ang-i Mo-pang. Tidak kurang dari lima puluh anak buahnya dan semua anak buah Ang-i Mo-pang memakai pakaian serba merah.

Kemudian muncul Bi-kwi yang menaklukkan dan mengalahkan Tee Kok. Akan tetapi wanita ini tidak mau menjadi ketua perkumpulan itu, melainkan menarik perkumpulan itu sebagai pembantu-pembantunya. Semenjak ditalukkan Bi-kwi, perkumpulan itu malah menjadi semakin kuat, dan anak buahnya selalu bertambah. Dalam hal menerima anak buah baru, Tee Kok selalu bersikap hati-hati sehingga ia dapat memilih anak buah yang benar-benar seorang yang selain memiliki kepandaian, juga memiliki setia kawan dalam dunia hitam.

Tapi sebulan yang lalu, tiba-tiba saja muncul seorang laki-laki muda, berusia tiga puluh tahunan, berpakaian seperti pemuda hartawan dan sasterawan, dan membawa pengikut sebanyak lima orang. Begitu muncul, pemuda yang mengaku bernama Bhok Gun ini segera menyatakan kehendaknya untuk menggantikan Tee Kok menjadi ketua Ang-i Mo-pang! Tentu saja mula-mula orang ini dianggap gila. Akan tetapi begitu pernyataan ini berakhir dengan perkelahian, Tee Kok dan semua pembantunya dikalahkan dengan mudah oleh Bhok Gun!

"Kalau aku mau, apa sukarnya membasmi kalian semua? Akan tetapi aku tidak ingin membunuh kalian karena aku melihat bahwa Ang-i Mo-pang kelak akan menjadi sebuah perkumpulan besar, bahkan yang terbesar, di bawah pimpinanku. Mulai sekarang aku menjadi Pangcu, dan Tee Kok menjadi pembantuku. Siapa yang tidak setuju boleh maju melawan aku!"

Demikianlah, mulai hari itu, sebulan yang lalu, pemuda yang bernama Bhok Gun itu menjadi ketua Ang-i Mo-pang! Tee Kok menjadi pembantunya, bersama kelima orang yang datang bersama Bhok Gun. Pada pagi hari itu, seorang di antara lima pembantu Bhok Gun melakukan pemerasan di restoran itu dan orang yang bernasib sial ini lalu bertemu dengan Bi-kwi yang menyebabkan buntungnya sebelah lengannya.

Melakukan pemerasan merupakan hal biasa saja bagi Ang-i Mo-pang, maka mendengar betapa orang yang telah menjadi rekannya itu dibuntungi orang lengannya di restoran ketika dia sedang ‘bekerja’, Tee Kok cepat mengajak lima orang anak buahnya untuk menyerbu ke restoran. Tak disangkanya bahwa yang dikerjakan oleh rekan barunya itu adalah Ciong Siocia yang amat ditakutinya.

Dapatlah dibayangkan betapa gemparnya para anggota Ang-i Mo-pang ketika mereka melihat Tee Kok pulang bersama dua orang wanita dan seorang di antara mereka adalah Ciong Siocia! Kini di sarang mereka terdapat dua orang pandai yang tentu akan saling memperebutkan kedudukan dan tentu akan terjadi pertentangan yang seru! Karena mereka semua tahu akan kelihaian Ciong Siocia, juga akan kelihaian ketua baru Bhok Gun, mereka tidak akan berpihak, dan hanya menanti siapa di antara keduanya itu yang akan keluar sebagai pemenang.

Memasuki sarang di mana berkumpul berpuluh orang berpakaian seragam merah, Bi Lan merasa agak khawatir juga, karena ia merasa seolah-olah memasuki sebuah hutan penuh dengan serigala buas yang berkeliaran. Tidak demikian dengan Bi-kwi. Wanita ini sudah pernah menaklukkan Ang-i Mo-pang dan ia merasa yakin bahwa Tee Kok dan seluruh anggota perkumpulan itu tidak akan berani mengeroyoknya dan ia hanya akan menghadapi pendatang baru itu saja. Maka ia melangkah memasuki perkampungan Ang-i Mo-pang yang berada di luar kota Kun-ming dengan tenang, bahkan mendahului Tee Kok ketika mereka memasuki gedung utama yang tentu didiami oleh ketua baru itu.

Seorang di antara anak buahnya sendiri sudah cepat memberi kabar kepada Bhok Gun tentang datangnya Tee Kok bersama-sama dua orang wanita, bahkan anak buah yang buntung lengannya dan yang berada di situ pula setelah mengalami pengobatan, juga cepat mengintai dan cepat pula lari kembali ke dalam ruangan besar di mana ketuanya sedang duduk menanti.

"Pangcu, benar siluman perempuan itu yang datang!" katanya dengan tubuh gemetar.

Pria muda itu tersenyum dan tetap duduk di atas kursi yang diberi warna merah pula. Ia sendiri mengenakan pakaian mewah, bukan pakaian merah seperti para anggotanya. Pakaian seorang sasterawan muda yang kaya raya. Dan semenjak Bhok Gun menjadi ketua, ruang yang luas ini pun penuh dengan tulisan-tulisan dan lukisan-lukisan indah, bergantungan di dinding. Ruangan itu pun kini bersih dan rapi, sama sekali tidak dapat disamakan dengan dahulu sebelum dia datang, ruangan itu kotor dan hanya penuh dengan senjata-senjata dan alat-alat penyiksa.

Begitu memasuki ruangan itu, Bi-kwi melihat perubahan besar ini, perubahan yang mencengangkan hatinya. Dia sendiri suka akan kebersihan dan keindahan, karena itu ia pun selalu pesolek dan pakaiannya selalu bersih dan indah.

Pada saat itu dia mendengar suara halus seorang laki-laki, "Kalian semua mundurlah, aku akan menyambut kedatangan nona Ciong yang terhormat!"

Tentu saja tadi ketua baru ini sudah mendengar bahwa yang muncul itu adalah Ciong Siocia yang sebelumnya sudah didengarnya sebagai seorang wanita sakti yang telah menaklukkan Ang-i Mo-pang sebelum dia muncul di situ. Dan mendengar pula bahwa ternyata yang diganggu anak buahnya justru Nona Ciong itulah!

Ketika Bi-kwi dan Bi Lan memasuki ruangan itu, Tee Kok mengikuti dari belakang dengan jantung berdebar tegang. Dia pun maklum bahwa di antara dua kekuasaan ini tentu akan terjadi persaingan dan kalau disuruh memilih, tentu saja dia memilih Bi-kwi.

Nona ini benar menganggap dia anak buahnya sebagai pembantu dan taklukan, akan tetapi tidak menuntut kedudukan ketua, bahkan jarang pula datang ke Kun-ming, hanya kalau ada kepentingan saja baru minta bantuan Ang-I Mo-pang. Sebaliknya, orang she Bhok itu ingin mutlak menguasai Ang-i Mo-pang dan menjadi ketua, bahkan tinggal di situ walau pun dia tidak mengenakan pakaian merah.

Sementara itu, mendengar suara laki-laki itu, Bi-kwi lalu mengangkat muka memandang dengan penuh selidik. Seorang pria yang usianya kurang lebih tiga puluh tahun, seorang pemuda yang sudah masak, dengan sinar mata tajam dan penuh pengertian, namun sinar mata itu pun liar mengandung kecerdikan, bergerak-gerak terus ke sana-sini.

Wajahnya pesolek dan tampan, dengan mulut yang selalu tersenyum manis. Kulit muka itu tentu dibedaki tipis, rambutnya yang panjang hitam itu mengkilat karena minyak, dan pakaiannya baru dan indah, pakaian sasterawan dari sutera putih yang dihias warna biru dan merah di sana-sini. Sepatunya yang tinggi pun baru mengkilap. Seorang pria yang sungguh tampan dan pesolek, yang akan mudah menjatuhkan hati wanita.

Di lain pihak, Bhok Gun juga mengamati dua orang wanita yang memasuki ruangan dengan sikap tenang itu. Dia pun terpesona melihat kecantikan Bi-kwi. Seorang wanita yang sudah matang, usianya tentu sekitar tiga puluh tahun, wajahnya cantik manis, pakaiannya mewah. Tentu ini yang disebut Ciong Siocia oleh Tee Kok dan para anggota Ang-i Mo-pang.

Akan tetapi, matanya yang sudah berpengalaman itu melirik pula ke arah Bi Lan dan diam-diam dia pun terpesona oleh dara yang walau pun pakaiannya sederhana, namun dia tahu merupakan dara yang menggairahkan, bagaikan setangkai bunga sedang mulai mekar dan belum disentuh lebah atau kupu-kupu yang nakal.

Setelah dua orang wanita itu tiba di depannya, Bhok Gun lalu bangkit berdiri dan menyambut mereka dengan sikap hormat. Dia menjura kepada mereka dan berkata dengan suara halus dan senyum ramah gembira, "Selamat datang di perkumpulan kami Ang-i Mo-pang, ji-wi siocia (dua orang nona)!"

Bi Lan adalah seorang gadis yang pada hakekatnya berwatak gembira dan ramah, maka menghadapi sikap tuan rumah yang tersenyum-senyum ramah dan hormat, dia tidak bisa menahan dirinya untuk tak membalas penghormatan itu dengan mengangkat kedua tangan di depan dada.

Akan tetapi, Bi-kwi hanya mengerutkan alisnya. Biar pun hatinya tertarik oleh gaya laki-laki yang ganteng ini, akan tetapi karena ia sedang marah mencari orang yang berani mengambil alih kedudukan di perkumpulan itu, dia diam saja dan hanya memandang tajam penuh selidik.

Tee Kok yang merasa tidak enak segera berkata sambil berdiri berlindung di belakang Bi-kwi, "Bhok Pangcu, ini adalah Ciong Siocia... ehh, pelindung kami... dan Siocia ingin menemui pangcu dan ingin bicara..."

Bhok Gun memperlebar senyumnya dan kembali menjura kepada Bi-kwi. "Telah kuduga dari tadi bahwa nona tentulah Ciong Siocia. Silahkan duduk dan mari kita bicara dengan baik." Pemuda tampan itu mempersilahkan dengan tangannya.

Akan tetapi Bi-kwi tetap berdiri tegak, bahkan kini berkata dengan suara lantang dan ketus, walau pun suara itu dibikin bernada merdu.

"Selamanya aku hanya mengenal Tee Kok sebagai Pangcu (Ketua) Ang-i Mo-pang! Siapakah engkau yang datang menyambut aku dan sumoi?"

Diam-diam Bhok Gun tertegun. Kiranya gadis muda yang sederhana itu adalah sumoi dari Ciong Siocia. Kalau begitu berarti dia akan menghadapi dua orang wanita yang lihai dan dia harus berhati-hati. Akan tetapi wajahnya tetap tersenyum ramah dan dia lalu mengangguk dengan tubuh membungkuk ketika menjawab.

"Aku bernama Bhok Gun dan melihat Ang-i Mo-pang kurang kuat, aku bermaksud untuk memperkembangkannya menjadi sebuah perkumpulan yang paling kuat di dunia. Untuk dapat menjadi perkumpulan yang hebat, tentu saja Ang-i Mo-pang harus dipimpin orang yang mampu, yang pandai, tidak sekedar memiliki beberapa ilmu pukulan seperti Tee Kok. Maka aku datang dan mengambil alih kepemimpinan."

"Hemm, engkau sungguh lancang! Apakah tidak tahu bahwa Ang-i Mo-pang mempunyai seorang pelindung? Tanpa persetujuanku, bagaimana engkau dapat menjadi pangcu baru?"

Bhok Gun tersenyum dan kembali menjura. "Maaf, Siocia. Kalau begitu setelah kini kita saling berhadapan, biarlah aku minta persetujuanmu!"

Bi-kwi tersenyum mengejek. Bagaimana pun juga, sikap ketua baru yang ramah dan selalu hormat itu menyenangkan hatinya. Kalau benar orang ini memiliki kepandaian yang tinggi dan dapat menjadi pembantunya, hemm, tentu jauh lebih menyenangkan dari pada mempunyai pembantu seperti Tee Kok yang sudah tua dan buruk rupa itu, apa lagi memang ilmu silat Tee Kok tidak dapat terlalu diandalkan.

"Tidak begitu mudah! Menjadi ketua Ang-i Mo-pang berarti menjadi pembantuku, dan aku harus membuktikan dulu apakah kau pantas menjadi pembantuku."

Semua orang memandang dengan hati tegang. Tibalah saatnya yang menegangkan kini. Gadis sakti itu, yang ditakuti semua anggota Ang-i Mo-pang, telah mengeluarkan tantangannya. Akan tetapi, Bhok Gun sama sekali tidak kelihatan jeri dan masih terus tersenyum-senyum ketika melangkah maju ke tengah ruangan yang luas itu, lalu berdiri tegak dan menjawab, suaranya halus namun ramah dan tegas.

"Silahkan, Siocia. Engkau akan mendapat kenyataan bahwa bagaimana pun juga, aku tidak dapat disamakan dengan Tee Kok. Harap saja engkau suka menaruh kasihan kepadaku dan tidak menurunkan tangan kejam."

"Kita lihat saja nanti!" kata Bi-kwi sambil melangkah menghampiri pemuda itu.

"Suci, hati-hati...," bisik Bi Lan.

Gadis ini melihat betapa sikap pemuda itu amat tenang. Sikap ini saja membayangkan bahwa pemuda itu tentu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi sehingga demikian yakin akan kekuatannya sendiri.

Bi-kwi hanya tersenyum mendengar peringatan sumoi-nya. Ia pun bukan orang bodoh dan melihat sikap pemuda tampan mewah ini ia pun melihat betapa pemuda ini memiliki sikap yang amat tenang dan penuh kepercayaan kepada diri sendiri, seperti yang juga dimiliki pemuda di restoran tadi dan ia dapat menduga bahwa orang ini pun tentu amat lihai. Maka begitu berhadapan, dia mengeluarkan seruan melengking dan menyerang dengan dahsyatnya, memainkan jurus dari Ilmu Hek-wan Sip-pat-ciang dari Raja Iblis Hitam.

"Haiiittt...!"

Lengan Bi-kwi meluncur ke depan dengan cengkeraman ke arah dada lawan. Bhok Gun dengan sikap tenang melangkah mundur untuk menghindarkan diri, akan tetapi tiba-tiba dia mengeluarkan seruan kaget ketika lengan gadis itu mulur memanjang dan masih melanjutkan cengkeramannya dengan hebat. Lengan Bi-kwi terus mulur dan bertambah panjang tidak kurang dari setengah meter!

Terpaksa Bhok Gun menangkis dengan cepat oleh karena hampir saja dadanya kena dicengkeram.

"Dukkk...!"

Keduanya merasa betapa lengan mereka tergetar. Bi-kwi sudah melanjutkan serangan-serangannya dengan mempergunakan Ilmu Silat Hek-wan Sip-pat-ciang yang lihai itu. Namun, ketua Ang-i Mo-pang yang baru itu selalu dapat menghindarkan diri sambil berkali-kali mengeluarkan seruan kaget dan heran. Agaknya dia mengenal jurus-jurus ini karena dia dapat menghindarkan diri dengan gerakan yang amat tepat.

Bi-kwi merasa penasaran dan dia pun cepat menyelingi serangan dengan jurus-jurus Hek-wan Sip-pat-ciang (Delapan belas Jurus Lutung Hitam), diikuti dengan tendangan-tendangan istimewa Pat-hong-twi (Tendangan Delapan Penjuru Angin) dari Iblis Akhirat.

Kembali Bhok Gun mengeluarkan seruan heran, tetapi yang merasa semakin penasaran adalah Bi-kwi karena pemuda itu kembali dapat menghindarkan diri dengan baik sekali dari serangan-serangannya, baik yang dilakukan dengan jurus Hek-wan Sip-pat-ciang mau pun tendangan-tendangan Pat-hong-twi. Pemuda itu seperti telah mengenal semua gerakannya sehingga dapat menghindarkan diri dengan tepat sekali.

Dengan gemas dia kemudian mengeluarkan Ilmu Hun-kin Tok-ciang (Tangan Beracun Putuskan Otot) dari Iblis Mayat Hidup. Kedua tangannya mengeluarkan suara berdesing karena ia pun sudah mengerahkan tenaga Kiam-ciang yang amat dahsyat itu.

"Ehhhh...!" Bhok Gun berseru kaget sekali dan dia meloncat mundur. Sudah belasan jurus dia diserang dan dia hanya mengelak dan menangkis terus.

"Nona, kau sambutlah ini!" bentaknya dan kini dia balas menyerang.

Kini giliran Bi-kwi yang merasa heran dan kaget karena serangan-serangan pemuda itu mengandung dasar ilmu silat yang dimilikinya, bahkan terkandung unsur-unsur semua ilmu silat yang dipelajarinya dari tiga orang gurunya. Ia mengelak sambil berloncatan dan balas menyerang. Sampai kurang lebih lima puluh jurus mereka saling serang dan akhirnya Bhok Gun meloncat ke belakang.

"Nona, tahan! Aku mengenal ilmu silatmu. Apakah engkau murid Sam Kwi?"

Bi-kwi berhenti bergerak. Kini ia menghunus pedangnya. Dengan marah ia memandang pemuda itu, lalu telunjuk kirinya menuding ke arah muka lawan. "Orang she Bhok, sebelum mampus di ujung pedangku, katakanlah, siapa sebenarnya engkau dan dari mana engkau mengenal ilmu-ilmuku tadi?"

Akan tetapi, pemuda itu memandang dengan senyum lebar dan tiba-tiba dia berkata dengan ramah sekali. "Sumoi, harap kau suka simpan kembali pedangmu."

Tentu saja Bi-kwi dan Siauw-kwi terkejut bukan main mendengar ucapan ini. Mereka memandang kepada pemuda itu dengan mata terbelalak.

"Kau bohong!" Bi-kwi membentak. "Ketiga orang suhu kami tidak pernah memiliki murid laki-laki, bahkan tidak mempunyai murid lain kecuali kami berdua!"

"Engkau benar, karena memang aku bukanlah murid ketiga susiok Sam Kwi. Akan tetapi, marilah kita bicara di dalam dan kalian akan mendengar siapa sebenarnya aku dan mengapa aku menyebut kalian sumoi. Marilah."

Bhok Gun lalu memberi isyarat kepada Tee Kok dan para anggota Ang-i Mo-pang untuk bubaran. Semua anggota itu tentu saja merasa kecewa. Mereka tadinya mengharapkan untuk nonton perkelahian yang seru dan mati-matian. Akan tetapi ternyata perkelahian tadi tak berakhir dengan kalah menangnya seorang di antara mereka, bahkan agaknya mereka itu masih ada hubungan keluarga seperguruan! Akan tetapi, tentu saja mereka tidak berani membantah dan Tee Kok lalu menyuruh mereka semua mengundurkan diri.

Bhok Gun mengajak dua orang gadis itu duduk di ruangan dalam, di bagian belakang. Ruangan ini pun keadaannya amat mewah dan menyenangkan. Jendela-jendela dibuka sehingga hawanya sejuk dan dipasangi tirai sutera sehingga keadaan di dalam kamar tidak nampak dari luar.

Setelah dua orang tamunya duduk, Bhok Gun lalu bercerita dan dua orang gadis itu mendengarkan dengan penuh perhatian, juga dengan hati mengandung perasaan heran. Dengan suara yang halus dan sikap yang menarik, pria yang ternyata memiliki banyak sekali pengalaman itu bercerita.

Kiranya dia adalah cucu murid dari mendiang Pek-bin Lo-sian, kakek yang menjadi keturunan terakhir dari perguruan mereka yang menguasai pusaka Pedang Suling Naga. Selama hidupnya, Pek-bin Lo-sian tak pernah menikah dan dia memiliki seorang murid tunggal yang setelah tamat belajar, diusirnya karena watak murid ini amat curang dan keji terhadap gurunya sendiri. Hampir saja murid ini membunuh Pek-bin Lo-sian ketika dia hendak merampas pusaka Liong-siauw-kiam. Untung bahwa Pek-bin Lo-sian masih memiliki kelebihan dari pada muridnya sehingga murid itu dapat dikalahkan dan murid itu melarikan diri dengan menderita luka-luka.

"Nah, murid dari su-kong Pek-bin Lo-sian itu lalu pergi merantau, memperdalam ilmunya dan akulah murid tunggalnya. Setelah merasa kuat, guruku pergi mencari su-kong untuk merampas Liong-siauw-kiam, akan tetapi ternyata su-kong telah tewas dan pusaka itu telah diserahkan kepada orang lain."

"Seorang pendekar...," kata Bi-kwi pahit.

"Benar, seorang pendekar! Dan inilah yang menjengkelkan hati guruku. Su-kong sendiri adalah seorang datuk golongan hitam, semenjak dahulu, kita semua, perguruan kita, memusuhi golongan pendekar yang sombong. Ehhh, pusaka itu oleh su-kong malah diwariskan kepada seorang pendekar yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan perguruan kita. Guruku kemudian menyuruh aku untuk turun gunung dan pergi mencari pendekar yang kini menguasai pusaka Liong-siauw-kiam itu, membunuh dan merampas pusaka itu."

Ini merupakan cerita baru yang amat mengejutkan hati Bi-kwi. Kiranya kakek Pek-bin Lo-sian ini masih mempunyai cucu murid yang begini lihai! Dengan begini, sekarang dia mendapatkan seorang saingan tangguh di dalam perebutan pusaka Liong-siauw-kiam! Akan tetapi, ia masih ragu-ragu dan belum percaya sepenuhnya akan keterangan Bhok Gun, maka ia pun mengambil keputusan untuk menyelidiki terus dan baru mengambil tindakan kalau sudah jelas siapa sesungguhnya orang ini.

"Kalau kau ditugaskan untuk mencari Liong-siauw-kiam, kenapa engkau mengambil alih kekuasaan Ang-i Mo-pang?"

"Aih, masa begitu saja engkau tidak dapat menduganya, sumoi?"

"Jangan sebut sumoi! Aku masih ragu-ragu apakah engkau sungguh-sungguh saudara seperguruanku!" kata Bi-kwi ketus.

Bhok Gun tersenyum. "Baiklah, nona. Kita bicara sampai engkau yakin benar. Aku turun gunung dan tidak tahu siapa adanya pendekar yang diwarisi Suling Naga. Ketika aku mendengar tentang Ang-i Mo-pang di kota ini, aku lantas mempunyai akal untuk dapat mengumpulkan pengaruh dan pembantu, yang memang sudah kulakukan pula dengan menaklukkan lima orang perampok yang kujumpai di tengah jalan. Dengan mengepalai sebuah perkumpulan besar seperti Ang-i Mo-pang, tentu aku akan dapat dengan mudah melakukan penyelidikan dan siapa tahu, aku pun membutuhkan bantuan mereka dalam menghadapi musuh-musuhku. Dan ternyata dugaanku tepat, karena Tee Kok tahu siapa pendekar yang mewarisi pusaka itu. Katanya seorang pendekar yang lihai bukan main."

"Si mulut panjang Tee Kok!" Bi-kwi mengomel.

"Ha-ha-ha, bajingan kecil macam dia mana bisa menyimpan rahasia? Tentang dirimu, dia hanya mengatakan bahwa Ciong Siocia adalah seorang lihai yang melindungi Ang-i Mo-pang, sama sekali tidak pernah mengatakan bahwa engkau adalah murid Sam Kwi susiok."

"Dia mana tahu?"

"Akan tetapi dia juga menceritakan bahwa engkau berusaha merampas pedang pusaka suling naga itu, bahkan dia juga membantumu akan tetapi kalian gagal dan dikalahkan pendekar pemegang suling naga. Sama sekali tidak pernah kusangka bahwa di antara kita masih ada hubungan saudara seperguruan. Semua baru kuketahui ketika engkau menyerangku dengan jurus-jurus yang tidak asing bagiku tadi."

Walau pun kini ia hampir yakin bahwa memang pemuda ini benar cucu murid Pek-bin Lo-sian, akan tetapi ia masih merasa tidak senang kalau dalam usahanya mendapatkan saingan.

Untuk memancing sikap pemuda itu, tiba-tiba ia berkata, "Su-kongmu itu akulah yang membunuhnya!"

Setelah berkata, Bhok Gun memang kaget bukan main sampai meloncat bangun dari tempat duduknya, akan tetapi bukan karena marah. Ia malah tersenyum kagum. "Aih, untung tadi tidak dilanjutkan pertandingan itu, kalau dilanjutkan tentu aku akan kalah. Kalau engkau sudah mampu membunuh su-kong, jelas bahwa ilmu kepandaianmu amat tinggi, lebih tinggi dari tingkatku!"

Tentu saja kata-kata ini hanya pujian saja, karena sebelum mati, Pek-bin Lo-sian sudah menderita luka parah ketika bertanding melawan Sim Houw, juga usianya sudah amat tua sehingga tenaganya sudah lemah. Selain itu, guru Bhok Gun tidak dapat dinilai sebagai murid Pek-bin Lo-sian yang tingkat kepandaiannya kalah oleh kakek itu sendiri. Guru Bhok Gun sudah memperdalam ilmunya selama puluhan tahun.

Akan tetapi Bi-kwi tetap tersenyum mengejek. "Kalau ilmu simpananku tadi kukeluarkan, mungkin kita tidak lagi dapat bercakap-cakap seperti ini." Yang dimaksudkannya adalah ilmunya yang baru-baru ini ia pelajari dari ketiga orang suhu-nya, yaitu Ilmu Silat Sam Kwi Cap-sha-kun!

"Sudah lama aku mendengar dari guruku tentang ke tiga susiok Sam Kwi. Dan ingin aku mencari dan memperkenalkan diri, namun guruku melarang dan mengatakan bahwa sudah sejak muda susiok Sam Kwi tidak mempunyai hubungan dengan kami. Kini aku bertemu dengan kalian yang menjadi murid-murid susiok Sam Kwi, bukankah hal ini menggirangkan hati sekali? Kita masih saudara seperguruan, dan engkau juga mencari pusaka itu."

"Dan engkau juga mencarinya. Berarti kita adalah saingan!" kata Bi-kwi.

Bhok Gun tertawa. "Ahh, mana aku begitu bodoh untuk memperebutkan benda begitu saja dengan kalian yang menjadi sumoi-sumoi-ku sendiri? Tidak, kami, yaitu aku dan guruku, mempunyai urusan yang lebih penting lagi dan kita dapat bekerja sama dalam hal ini. Dengan saling membantu, kuyakin cita-cita kita akan dapat terpenuhi semua dan tentang pusaka Liong-siauw-kiam, kalau memang engkau menghendaki, biarlah kelak untukmu. Aku akan membantumu sampai pusaka itu dapat kita rampas, akan tetapi engkau pun mau membantu kami dalam urusan kami.”

"Urusan apakah itu?" Bi-kwi mulai tertarik karena kalau pemuda ini mempunyai urusan yang dianggap lebih penting dari pada pusaka Liong-siauw-kiam, tentu urusan itu amat besar. "Terus terang saja, cita-citaku adalah menguasai Liong-siauw-kiam dan menjadi bengcu dari dunia hitam." Ia mendahului agar pemuda itu mengetahui di mana ia berdiri.

Bhok Gun mengangguk-angguk. "Cita-cita yang baik dan mengagumkan, dan aku yakin, dengan kepandaian kalian, maka kalian akan berhasil."

"Aku hanya membantu suci!" tiba-tiba Bi Lan berkata.

Bhok Gun memandang kaget. Karena sejak tadi diam dan hanya menjadi pendengar saja, kehadiran gadis ini seperti bayangan saja, oleh karena itu begitu mengeluarkan suara, mengejutkan hati Bhok Gun. Pemuda ini memandang wajah yang manis itu dan tersenyum lebar.

"Tentu saja, cita-cita suci-mu adalah cita-citamu juga."

"Aku tidak bercita-cita, aku hanya membantu suci mencapai kedua cita-citanya itu untuk memenuhi janjiku kepadanya," kata Bi Lan.

Bi Lan pun menentang pandang mata suci-nya dan pemuda itu dengan berani, agaknya untuk menekankan bahwa ia tidak mau terlibat dalam urusan mereka berdua.

Diam-diam Bhok Gun merasa heran sekali. Sumoi muda ini agaknya sama sekali tidak takut terhadap suci-nya, bahkan ada sikap menentang! Kenapa sang suci diam saja? Bukankah dengan kepandaiannya yang tinggi, suci ini dapat menekan sumoi-nya?

"Orang she Bhok, kau lanjutkan ceritamu tentang urusanmu itu," tiba-tiba Bi-kwi berkata seolah-olah tak suka mendengar sumoi-nya bicara.

"Sumoi, terus terang saja, urusan ini adalah rahasia besar yang tidak boleh kubicarakan dengan siapa pun juga. Tentu saja persoalannya lain lagi kalau kalian mau mengakui aku sebagai suheng. Sebagai adik-adik seperguruan, tentu saja kalian boleh mendengar urusan itu."

Watak Bi-kwi memang keras. Tadi, melihat sikap lunak dan ramah dari Bhok Gun, dia mau bicara, akan tetapi begitu Bhok Gun memperlihatkan sikap menantang, dia pun bangkit berdiri.

"Orang she Bhok, jangan kira engkau akan dapat memaksaku! Jika engkau tidak mau menceritakan urusanmu, itu pun tak mengapa. Aku pun tidak membutuhkan bantuanmu. Akan tetapi yang jelas, engkau harus meninggalkan Ang-i Mo-pang sekarang juga atau kita akan berkelahi sampai mati!"

Bi-kwi berdiri tegak. Sikapnya menantang, kedua matanya memancarkan sinar berapi. Hidungnya yang kecil mancung itu kembang-kempis seolah-olah mengeluarkan napas yang panas. Sejenak Bhok Gun memandang terpesona. Bukan main wanita ini, pikirnya. Betapa panasnya! Kalau menjadi seorang kekasih, tentu hebat!

"Tenanglah, nona." Bhok Gun berkata sambil tersenyum lagi, dia menjadi maklum akan kekeliruannya telah bersikap keras tadi dan dia mulai mengenal watak wanita cantik ini. "Coba bayangkan baik-baik. Bila dibantu oleh seorang seperti Tee Kok, apa artinya? Sebaliknya kalau aku membantumu, agaknya tidak akan ada urusan yang tidak beres. Kita berdua, apa lagi bertiga, tentu akan mudah membunuh pendekar yang menguasai Liong-siauw-kiam itu. Maka dari itu, marilah kita bicara lagi dengan baik. Duduklah dan dengarkan ceritaku."

Melihat pemuda itu bersikap lembut, dan nampak tampan sekali dengan senyumnya yang memikat, hati Bi-kwi menjadi sabar dan tenang kembali. Tetapi ia masih cemberut ketika ia duduk kembali.

"Dengarkanlah baik-baik dan jangan sekali-kali membiarkan urusan ini sampai terdengar orang lain. Kami, yaitu guruku dan aku, telah menjadi pembantu-pembantu utama di luar pengetahuan orang lain, sebagai pembantu-pembantu rahasia, dari Hou-taijin di kota raja."

Bi-kwi menjebikan bibirhya. Urusan begitu saja dirahasiakan, pikirnya. Apa sih hebatnya menjadi antek pembesar? Bahkan dianggapnya sebagai pekerjaan hina dan rendah! Masa orang yang sudah memiliki kepandaian tinggi, yang mempunyai kedudukan tinggi pula di dunia hitam, sudi menjadi antek segala macam pembesar?

"Siapa sih Hou-taijin itu?" tanyanya dengan suara jelas mengandung ejekan.

Kini Bhok Gun yang memandang dengan sinar mata penuh keheranan. "Sumoi, ehh, nona! Benarkah engkau belum pernah mendengar tentang Hou-taijin di kota raja?"

Bi-kwi menggeleng. "Aku tak ada urusan dengan segala pembesar brengsek!"

"Ahhh, kalau begitu nona telah ketinggalan jaman! Semua orang membicarakan tentang Hou-taijin! Bayangkan saja, kalau ada orang yang tadinya bekerja sebagai kuli, sebagai pemanggul joli sekarang dapat mencapai pangkat sehingga dicalonkan sebagai perdana menteri kerajaan, apakah orang itu tidak hebat sekali?"

Bi-kwi tercengang juga. Tidak dapat disangkal lagi. Orang itu tentu hebat. Ia mengerti bahwa pangkat perdana menteri hanya satu tingkat di bawah kaisar! Bahkan pernah ia mendengar bahwa urusan kerajaan bahkan dikendalikan oleh tangan perdana menteri, sedangkan kaisar hanya mengangguk setuju atau menggeleng tidak setuju saja. Kalau menjadi pembantu-pembantu seorang calon perdana menteri, ini lain lagi urusannya dan ia pun mulai tertarik.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SULING NAGA (BAGIAN KE-12 SERIAL BU KEK SIANSU)

Suling Naga