SULING NAGA : JILID-10
Bi Lan lalu bangkit berdiri, kedua matanya setengah terpejam karena ia memusatkan ingatannya untuk melihat gambaran-gambaran dari jurus-jurus tadi yang dicatat dalam ingatannya, dan kaki tangannya bergerak-gerak.
Ketiga orang kakek itu menonton dan mereka terbelalak kagum melihat betapa Bi Lan benar-benar dapat menirukan semua gerakan Raja Iblis Hitam. Bahkan si pemilik ilmu ini sendiri menjadi bengong. Memang benar bahwa gerakan itu belum sempurna benar, akan tetapi jelas bahwa Bi Lan mampu memainkan tiga belas jurus ilmu silat itu, dan kalau gadis itu diberi kesempatan nonton dia berlatih silat sampai tiga empat kali saja, bukan hal mustahil kalau Bi Lan sudah akan dapat memainkannya dengan baik!
"Sekarang giliranmu, Bi-kwi," kata pula Raja Iblis Hitam setelah Bi Lan menghentikan permainannya.
Bi-kwi mengerutkan alisnya, mengingat-ingat, akan tetapi baru bergerak sebanyak tiga jurus saja, ia sudah lupa lagi akan gerakan jurus-jurus selanjutnya. Dia hanya mampu mengingat tiga jurus, itu saja mengandung kesalahan-kesalahan yang amat besar!
"Aihh, suhu berat sebelah! Tentu dahulu pernah melatih sumoi dengan ilmu silat itu!" ia merajuk.
Hek-kwi-ong tertawa bergelak dan memandang dua orang rekannya, "Siauw-kwi tidak berbohong. Mungkin saja ia mempelajari ilmu-ilmu kita dengan cara menonton suci-nya berlatih."
Ucapan ini saja sudah cukup bagi dua orang kakek yang lain. "Bi-kwi," kata Im-kan Kwi Si Iblis Akhirat, "kenapa engkau menyesatkan pelajaran silat kepada sumoi-mu? Engkau yang membohong bukan Siauw-kwi!"
Tiba-tiba Bi-kwi tertawa terkekeh dan memandang kepada tiga orang kakek itu dengan sikap genit. "Perlukah suhu bertanya lagi? Tentu saja anak ini tidak becus membohong! Mana dia mampu meniru kebiasaan kita? Memang aku telah membohong. Aku iri hati kepadanya, karena dia cantik dan semakin manis saja. Aku sengaja menyelewengkan ajaran-ajaran silat itu agar ia berlatih secara keliru dan menghimpun hawa beracun di tubuhnya, agar dia mati perlahan-lahan tanpa suhu ketahui. Hi-hik, usahaku itu sudah berjalan dengan amat baiknya. Sialan, muncul pendekar brengsek dari Gurun Pasir itu yang menggagalkan segala-galanya. Akan tetapi, bagaimana pun juga, aku selalu setia kepada suhu bertiga, sedangkan sumoi ini diam-diam telah berguru kepada orang lain. Bukankah ini merupakan penghinaan bagi suhu bertiga?"
Tiga orang kakek itu sekarang tertawa. "Ha-ha-ha, engkau memang murid yang baik dan membuat kami bangga! Kamu cerdik dan licik, sayang kurang beruntung sehingga gagal, Bi-kwi! Akan tetapi engkau pun murid yang sukar didapat, Siauw-kwi. Engkau berbakat sekali!"
Mendengar tiga orang gurunya memuji-muji suci-nya sebagai cerdik itu, Bi Lan tidak merasa heran. Memang tiga orang suhu-nya ini orang-orang yang aneh, dan mungkin saja di dunia mereka, kecurangan dan kelicikan merupakan hal yang patut dibanggakan! Sebaliknya, Bi-kwi merasa tidak senang karena mereka pun memuji-muji Bi Lan.
"Sekarang suhu bertiga memilih saja, berat aku ataukah berat sumoi!" Ia menantang.
"Wah, berat semua, berat keduanya! " Tiga orang kakek itu berkata hampir berbareng.
"Bi-kwi, jangan engkau berpendapat demikian!" Tiba-tiba Iblis Akhirat berkata. "Ingat, tugasmu masih banyak serta berat dan engkau membutuhkan bantuan sumoi-mu ini. Seorang diri saja, mana kau mampu? Dan kami sudah tua. Apa artinya kami bersusah payah mendidik kalian jika akhirnya kalian tidak mampu membuat jasa sedikit pun untuk kami? Selama setahun ini kami bertapa dan dengan susah payah mempersatukan diri menciptakan serangkaian ilmu silat dan kini kami akan mengajarkan kepada kalian agar kalian dapat bekerja sama melaksanakan tugas."
Bi-kwi girang sekali mendengar ini dan lupalah ia akan rasa iri hati dan kebenciannya terhadap Bi Lan. "Ahh, lekaslah ajarkan ilmu itu kepadaku, suhu!"
Bi Lan hanya memandang saja. Sedikit pun ia tak ingin mempelajari ilmu baru itu karena ilmu itu diajarkan hanya untuk ditukar dengan pelaksanaan tugas. Padahal, sebagai murid yang baik, tanpa diberi pelajaran ilmu baru sekali pun, ia siap untuk membalas budi guru-gurunya melaksanakan tugas yang betapa sukarnya sekali pun.
"Nah, kalian harus berdamai. Bi-kwi, engkau tidak boleh memusuhi sumoi-mu lagi. Mulai saat ini kalian harus bekerja sama, dan sumoi-mu akan menjadi pembantu yang boleh diandalkan," kata pula Iblis Akhirat.
Bi-kwi adalah seorang yang luar biasa cerdik dan curangnya. Ia tak melihat keuntungan jika memusuhi sumoi-nya. Dan memang benar, setelah sumoi-nya kini ternyata memiliki kepandaian yang cukup tinggi, dapat merupakan seorang pembantu yang amat baik.
"Baiklah, suhu. Sumoi, kita lupakan semua yang pernah terjadi dan mulai saat ini, kau jadilah seorang sumoi yang baik."
Bi Lan tersenyum, akan tetapi ia tidak membantah, hanya berkata, "Baik, suci. Asalkan engkau pun menjadi suci yang baik dan tidak menggangguku lagi."
Bi-kwi mengangkat alisnya seperti orang terkejut. "Ehhh, sejak kapan aku menjadi suci yang tidak baik? Coba kau ingat, kalau tidak ada ulahku, apakah engkau kini mampu menjadi orang pandai dan akan menerima pelajaran ilmu baru dari suhu-suhu kita?"
Kembali Bi Lan tersenyum. Memang keluarga suhu-suhu-nya itu orang-orang yang aneh sekali dan dia sendiri pun tidak tahu apa yang baik dan tidak baik bagi mereka. Kalau dipikirkan, memang ada benarnya juga ucapan Bi-kwi. Kalau suci-nya itu tidak berbuat sejahat itu, tentu ia tidak akan bertemu dengan Pendekar Naga Sakti dan ia hanya akan menjadi sumoi dari Bi-kwi dengan kepandaian yang tentu saja jauh di bawah suci-nya itu.
Melihat keduanya sudah akur, tiga orang kakek itu merasa gembira. "Nah, kini kalian harus berlutut dan mengucapkan janji dan sumpah bahwa setelah mempelajari ilmu baru dari kami, kalian akan melaksanakan tugas dengan baik. Tugas pertama adalah merampas kembali Liong-siauw-kiam (Pedang Suling Naga) yang terjatuh ke tangan orang yang tidak berhak. Tugas ke dua, kalian harus mewakili kami dan mengangkat diri menjadi bengcu di antara kaum kita, dan untuk itu kalian boleh saja mengumpulkan bala bantuan, terutama dari Ang-i Mo-pang seperti yang sudah pernah dilakukan oleh Bi-kwi. Setelah dapat merampas pusaka Pedang Suling Naga dan merebut kedudukan bengcu, barulah tugas-tugas lain menyusul. Bagaimana, sanggupkah kalian dan berani berjanji dengan sumpah?"
Bi-kwi dan Bi Lan sudah berlutut, dan Bi-kwi tanpa ragu-ragu lagi berkata, "Aku berjanji dan bersumpah untuk melaksanakan semua perintah suhu bertiga!"
"Aku berjanji akan membantu suci, terutama untuk merampas kembali pusaka Liong-siauw-kiam untuk kupersembahkan kepada ketiga suhu Sam Kwi," kata Bi Lan.
Bi Lan tidak tertarik dengan urusan perebutan kedudukan bengcu, akan tetapi ia sudah mendengar dari suhu-suhu-nya ini, juga dari suci-nya, tentang pedang pusaka yang tadinya milik susiok dari Sam Kwi dan yang kini terjatuh ke tangan orang lain.
Agaknya Sam Kwi sudah merasa puas dengan janji-janji itu dan mereka lalu mengajak kedua orang murid itu ke tengah lapangan rumput.
"Kalian ingat baik-baik," sebagai juru bicara Sam Kwi, Iblis Akhirat kemudian berkata menerangkan, "ilmu silat yang akan kami ajarkan ini adalah ciptaan kami bertiga selama bertapa setahun lebih dan telah kami kerjakan dengan susah payah. Ilmu ini merupakan inti dari pada ilmu-ilmu kami bertiga, digabungkan menjadi satu. Ada bagian-bagian dari ilmu kami termasuk di dalamnya, dirangkai menjadi tiga belas jurus ilmu silat yang ampuh sekali dan kami kira tidak ada bandingnya di dunia persilatan ini. Karena kami bertiga yang menciptakan, maka ilmu silat ini kami namakan Sam Kwi Cap-sha-kun. Namanya sederhana, bukan? Akan tetapi keampuhannya hebat!"
Biar pun namanya sederhana dan ilmu itu hanya terdiri dari tiga belas jurus, akan tetapi kenyataannya tak mudah untuk dipelajari. Seorang demi seorang lalu tiga orang kakek iblis itu mengajarkan ilmu silat tiga belas jurus. Masing-masing ilmu silat itu memiliki dasar gerakan kaki yang sama, tetapi memiliki kembangan-kembangan yang berbeda.
Kedua orang murid itu harus menghafalkan ketiga macam ilmu silat itu sampai dapat memainkannya secara otomatis, kemudian mereka harus menggabungkan tiga belas jurus itu dalam gerakan mereka kalau berkelahi. Karena masing-masing orang memiliki daya khayal sendiri-sendiri, dan selera sendiri-sendiri, juga kecerdikan yang berbeda-beda, maka tentu saja kembangan dari penggabungan tiga macam ilmu silat dari tiga belas jurus yang memiliki dasar gerakan kaki yang sama ini pun jadinya tentu berbeda-beda pula.
Biar pun Bi-kwi dan Bi Lan merupakan dua orang wanita yang amat cerdik dan besar sekali bakat mereka dalam ilmu silat, namun setelah berlatih selama setengah tahun baru keduanya dianggap telah menguasai Sam Kwi Cap-sha-kun itu.
Setelah dinyatakan lulus, tiga orang kakek itu menguji mereka satu demi satu. Ternyata ilmu gabungan yang dikembangkan menurut daya khayal murid-murid itu sendiri amat hebat. Masing-masing kakek dikalahkan oleh Bi-kwi dalam waktu kurang dari lima puluh jurus saja.
Ketika tiga orang kakek itu seorang demi seorang menguji Bi Lan, gadis yang sangat cerdik ini menyembunyikan kepandaian aslinya. Dia dapat mengembangkan Sam Kwi Cap-sha-kun itu dengan baik, bahkan lebih baik dari pada suci-nya, apa lagi karena di dalam ilmu baru itu secara otomatis dimasuki pula dengan unsur ilmu-ilmu silat sakti yang dipelajarinya baru-baru ini dari Perdekar Naga Sakti dan isterinya. Namun ia tidak ingin menonjolkan diri. Ketika diuji, dia menjaga sedemikian rupa sehingga akhirnya dia pun dapat menang dari ke tiga orang Sam Kwi dalam waktu yang lebih lama dari pada suci-nya, yaitu lebih dari lima puluh jurus!
Ketiga orang kakek itu gembira bukan main. Dengan tiga belas jurus ciptaan masing-masing, mereka kini sudah tak mampu lagi menandingi murid-murid mereka yang telah menggabungkan tiga macam ilmu silat itu.
Juga Sam Kwi bukan kakek-kakek yang bodoh, melainkan jagoan-jagoan tua yang telah banyak pengalaman. Ketika menguji tadi, mereka tahu bahwa dalam hal penggabungan tiga ilmu silat itu, Bi Lan sama sekali tidak kalah oleh Bi-kwi. Kalau Bi Lan hanya mampu menang dari mereka lebih lama dari suci-nya, hal itu terjadi karena gadis ini terlalu berhati-hati dan agaknya masih merasa sungkan untuk mengalahkan guru-guru sendiri. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa Bi Lan benar-benar sengaja mengalah agar dalam hal ujian itu tidak sampai melampaui atau mengalahkan suci-nya.
Dan akalnya ini berhasil karena Bi-kwi tersenyum-senyum puas. Bagaimana pun juga, kini dia mempunyai senjata ilmu Sam Kwi Cap-sha-kun yang kalau dipergunakannya, lebih hebat dari pada sumoi-nya dan setiap waktu ia tentu akan dapat menundukkan sumoi-nya dengan ilmu itu! Rasa unggul dan menang ini menenangkan hatinya dan untuk sementara membuat kebenciannya berkurang!
Penonjolan diri merupakan gejala yang nampak dalam kehidupan kita pada umumnya. Penonjolan diri ini bersemi karena keadaan, karena cara hidup masyarakat kita. Semenjak kecil kita dijejali nilai-nilai, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar kelas satu, bahkan sejak kelas nol, di sekolah ada sistim nilai dalam bentuk angka, di rumah ada pujian-pujian dan celaan-celaan bagi yang dianggap baik dan buruk, di dalam pergaulan pun nilai-nilai ini menentukan kedudukan seseorang, dalam olah raga timbul juara-juara.
Kita hidup menjadi budak-budak setia dari nilai-nilai. Kita hidup mengejar nilai-nilai sehingga dalam olah raga sekali pun, yang dipentingkan adalah pengejaran nilai, bukan manfaat olah raganya itu sendiri bagi kesehatan tubuh. Bahkan, untuk mengejar nilai, kita lupa diri dan olah raga bukan bermanfaat lagi bagi tubuh, bahkan ada kalanya merusak, karena tubuh diperas terlalu keras untuk mengejar nilai!
Karena sejak kecil hidup di dalam masyarakat dan dunia yang tergila-gila kepada nilai, maka agaknya sudah kita anggap wajar kalau kita selalu berusaha untuk menonjolkan diri. Kalau tidak menonjol, kita merasa rendah diri, merasa hampa dan hina, merasa bodoh dan tidak diperhatikan. Karena sejak kecil sekali kita diperkenalkan dengan pujian dan celaan, maka sejak kecil sekali pula kita berusaha untuk menonjolkan diri, untuk menarik perhatian orang-orang lain, hanya karena kita sudah haus akan nilai, haus akan pujian.
Kalau diri sendiri sudah tidak memungkinkan adanya penonjolan dan penghargaan orang lain atau pujian atau kekaguman, maka kita lalu membonceng kepada kepintaran anak kita, atau teman segolongan kita, atau juga suku atau bangsa kita. Bahkan banyak kita lihat penonjolan diri seseorang membonceng kepada burung perkututnya, atau mobilnya, atau bahkan membonceng kepada senjata pusaka, atau batu cincin istimewa yang tidak dimiliki orang lain. Semua itu nampak jelas kalau kita mau membuka mata mengamati keadaan diri sendiri lahir batin dan mengamati keadaan sekeliling kita
.Demikian pula halnya dengan Bi-kwi. Wanita ini tadinya merasa iri kepada Bi Lan dan membencinya. Hal itu karena penonjolan ke-aku-annya tersinggung, karena ia merasa kalah oleh Bi Lan. Akan tetapi sekarang, karena kekhawatiran akan terkalahkan oleh sumoi-nya itu dalam ilmu silat terbukti bahwa dialah yang lebih unggul, ia yang dapat menguasai sumoi-nya, perasaan iri itu pun menipis dan terganti perasaan bangga dan puas!
Setelah merasa bahwa dua orang muridnya itu sekarang cukup boleh diandalkan untuk melaksanakan tugas mereka, Sam Kwi memanggil mereka menghadap.
"Bi-kwi dan Siauw-kwi, kami merasa puas dengan kemajuan kalian. Besok kalian kami perkenankan untuk turun gunung dan mulai dengan tugas kalian. Dan untuk kepergian kalian besok pagi, malam ini kami ingin makan bersama kalian sebagai ucapan selamat jalan dan selamat bekerja. Lekas kalian persiapkan untuk pesta kita," kata Iblis Akhirat.
Dua orang wanita itu tersenyum girang, kemudian membuat persiapan untuk membuat masakan. Untuk keperluan ini, di tempat tinggal mereka itu terdapat segala macam bumbu masak. Sayur-mayur tinggal ambil di ladang belakang, sedang keperluan daging dapat dicari seketika di dalam hutan.
Tidak lama kemudian, tiga orang kakek itu bersama dua orang muridnya sudah duduk menghadapi bangku-bangku kasar dan makan bersama. Sam Kwi nampak gembira sekali. Iblis Akhirat yang pendek bundar itu banyak tertawa gembira, memuji-muji dua orang muridnya. Bahkan Raja Iblis Hitam dan Iblis Mayat Hidup yang biasanya pendiam, malam itu pun nampak tertawa-tawa. Hari telah mulai gelap ketika mereka mengakhiri makan bersama itu.
Tiba-tiba Iblis Akhirat mengeluarkan sebuah guci arak yang disimpannya sendiri. Guci itu berwarna merah dan dia berkata. "Bi-kwi dan Siauw-kwi, sebelum kita menyelesaikan pesta dan pergi beristirahat, kami bertiga ingin memberi ucapan selamat jalan kepada kalian dengan masing-masing dari kita menghidangkan satu cawan arak!"
Bi Lan mengangkat muka memandang kakek itu, alisnya berkerut akan tetapi mulutnya tersenyum. "Akan tetapi, suhu tahu bahwa teecu tidak pernah minum arak! Kalau suci memang biasa minum, akan tetapi teecu..."
Tiba-tiba Bi-kwi tertawa dan dengan ramah dan gembira berkata, "Sumoi, apa salahnya sekali-kali mencobanya? Apa lagi kalau suhu-suhu kita yang menghadiahkan, harus kita terima."
Tiga orang kakek itu semenjak tadi memang sudah minum arak. Wajah mereka sudah menjadi merah dan sinar mata mereka yang tertimpa sinar lampu berkilauan.
"Benar kata Bi-kwi, Siauw-kwi. Engkau pun harus menerima ucapan selamat jalan kami melalui arak!" Iblis Akhirat menuangkan arak dari gucinya itu ke dalam dua buah cawan arak, lalu memberikan dua cawan itu kepada Bi-kwi dan Bi Lan. "Lagi pula arak ini bukan arak yang keras, melainkan halus dan lezat, harum dan manis. Minumlah!"
Sambil tersenyum Bi-kwi sudah minum dari cawannya, sekali tenggak habislah arak itu memasuki perut melalui tenggorokannya. Bi Lan merasa tidak enak jika menolak, maka dia pun minum arak itu sampai habis. Memang benar kata Iblis Akhirat, arak itu tidak terlalu keras, harum dan agak manis.
Kini Raja Iblis Hitam dan Iblis Mayat Hidup masing-masing menyuguhkan secawan arak. Tanpa ragu lagi Bi-kwi meminumnya, diikuti oleh Bi Lan. Tetapi setelah menghabiskan tiga cawan arak itu, Bi Lan langsung memejamkan mata, merasa kepalanya berat dan agak pening.
Tiba-tiba saja Iblis Akhirat menubruknya dari belakang dan sebelum gadis yang sama sekali tidak curiga ini maklum apa yang terjadi, gurunya itu telah menotok jalan darah di kedua pundaknya. Dia pun menjadi lemas, kaki tangannya tidak dapat digerakkannya lagi.
"Suhu, apa yang suhu lakukan ini?" tanyanya heran ketika kini Raja Iblis Hitam yang tinggi besar itu sudah memondong tubuhnya.
Tiga orang kakek itu tertawa dan Bi Lan melihat betapa Bi-kwi tidak pusing seperti dia. Namun suci-nya itu bangkit berdiri dan memandang kepada guru-guru mereka dengan alis berkerut. Dan anehnya, suci-nya juga memandang kepadanya dengan sinar mata penuh kebencian, mengingatkan ia akan sikap suci-nya pada waktu yang sudah-sudah.
"Ha-ha-ha, Siauw-kwi. Engkau belum menjadi Iblis Cilik yang sesungguhnya sebelum menjadi milik kami. Malam ini engkau harus melayani kami bertiga, baru engkau benar-benar lulus ujian dan menjadi murid kami yang baik seperti Bi-kwi."
Bi Lan terbelalak. Biar pun ia kurang pengalaman dan kurang pergaulan, tapi nalurinya membisikkan apa arti ucapan gurunya itu. Ia sudah tahu akan keadaan suci-nya, yang selain menjadi murid terkasih, juga suci-nya kadang-kadang tidur dengan guru-gurunya! Karena sudah terbiasa oleh watak Sam Kwi dan Bi-kwi yang aneh-aneh, maka ia pun tidak peduli. Tetapi sekarang, agaknya tiga orang gurunya yang seperti iblis itu hendak mengorbankan dirinya pula!
"Tidak...! Tidak...!" Ia berseru dengan perasaan ngeri. "Aku tidak mau! Sampai mati pun aku tidak mau!"
Tiga orang kakek itu saling pandang, kemudian Iblis Akhirat tertawa dan baru sekali ini Bi Lan mendengar suara ketawa itu sebagai suara yang amat menyeramkan dan baru sekarang ia melihat betapa wajah tiga orang kakek itu mengerikan dengan sinar mata mereka yang menakutkan pula. Baru sekarang ia melihat betapa buruk dan jahatnya tiga orang gurunya ini.
"Heh-heh-heh, Siauw-kwi. Sikapmu begini sungguh tidak pantas, seolah-olah engkau bukan murid kami saja! Sekali waktu, sebagai seorang wanita, engkau tentu juga akan mengalami hal itu, dan tidak ada kehormatan yang lebih besar dari pada melayani guru-gurumu seperti Bi-kwi!"
"Tidak! Aku lebih baik mati! Suhu bertiga boleh bunuh aku, akan tetapi aku tidak sudi...!" Bi Lan berteriak-teriak dan berusaha untuk meronta, akan tetapi tangannya tak dapat ia gerakkan.
Dalam kengerian dan rasa takutnya, juga dia merasa heran dan tidak dapat dimengerti mengapa tiga orang suhu-nya yang tadinya menyayangnya seperti cucu sendiri, kini tahu-tahu berubah seperti tiga ekor serigala yang hendak menerkamnya. Hampir ia tidak percaya dan meragukan apakah ia tidak berada dalam sebuah mimpi buruk.
"Engkau tidak akan mati, akan tetapi melayani kami malam ini, mau atau tidak mau!" tiba-tiba Raja Iblis Hitam membentak dan hal ini juga mengejutkan hati Bi Lan. Di dalam suara ini lenyaplah semua getaran kasih sayang seperti yang biasa dia rasakan dari guru-gurunya ini, yang ada hanya getaran nafsu yang menjijikkan.
"Tinggal pilih, melayani kami dengan suka rela atau harus kami perkosa!" bentak pula Iblis Mayat Hidup dan sepasang mata kakek kurus kering ini yang biasanya sudah mencorong itu kini bertambah seperti ada api menyala di dalamnya.
Bi Lan terkejut bukan main. Mukanya pucat dan tanpa disadarinya kedua matanya menjadi basah oleh air mata. Ia tidak melihat jalan keluar dan ia sudah tidak berdaya. Kini terbukalah matanya dan baru ia tahu bahwa tiga orang gurunya itu benar-benar bukan manusia lagi, melainkan tubuh-tubuh yang sudah dirasuki roh-roh jahat yang tak segan melakukan kejahatan dalam bentuk apa pun juga.
"Ha-ha-ha, tak perlu menangis, Siauw-kwi. Kami hanya akan memberi satu kehormatan kepadamu, membuatmu dewasa. Sepatutnya kau berterima kasih, bukannya menangis. Dan yang dikatakan mereka tadi benar. Mau tidak mau engkau harus melayani kami malam ini. Tentu saja kami menghendaki engkau melayani kami dengan suka rela. Kami beri waktu selagi kami memuaskan diri minum arak untuk mempertimbangkan. Kalau engkau tetap menolak, terpaksa kami akan melakukan kekerasan dan hal itu sungguh amat tidak menyenangkan," kata Iblis Akhirat sambil tersenyum, akan tetapi bagi Bi Lan, senyumnya tidak ramah lagi melainkan seperti iblis menyeringai.
"Bi-kwi, bawa ia ke dalam kamar dan jaga baik-baik sampai kami bertiga selesai minum. Dan heh-heh, jangan khawatir, engkau pun akan mendapat bagian dari kami!"
Bi-kwi mengangguk dan mencengkeram punggung baju Bi Lan, lalu dijinjingnya tubuh Bi Lan seperti orang menjinjing seekor keledai yang akan disembelih. Bi-kwi nampak diam saja. Ia tadi termenung dan berpikir keras menghadapi peristiwa yang akan menimpa diri sumoi-nya.
Tentu saja ia tidak peduli kalau sumoi-nya diperkosa oleh ketiga orang guru mereka, tidak peduli apa yang akan menimpa diri sumoi-nya yang tidak disukanya. Akan tetapi, dalam menghadapi setiap peristiwa, Bi-kwi selalu memperhitungkan dan mencari kalau-kalau ada hal yang akan dapat menarik keuntungan bagi dirinya sendiri.
Ia membayangkan bahwa kalau sumoi-nya sampai diperkosa oleh tiga orang gurunya, maka mulai saat itu sumoi-nya telah menduduki tempat yang lebih tinggi lagi, menjadi kekasih tiga orang gurunya. Sebagai wanita yang sudah banyak pengalamannya dalam mengenal watak pria dalam hal ini, ia membayangkan betapa setelah memperoleh yang baru dan yang muda, tiga orang gurunya tentu akan mengesampingkan dirinya. Dengan demikian, dalam mengambil hati guru-gurunya, ia akan kalah pula oleh sumoi-nya!
Jadi, kalau sumoi-nya sampai menjadi korban Sam Kwi, walau pun pada mulanya dia merasa puas bahwa sumoi itu menderita mala petaka itu, akan tetapi pada akhirnya sumoi-nya yang akan mendapat keuntungan dan ia malah menderita rugi! Maka ia lalu membayangkan hal sebaliknya dan mencari kemungkinan agar supaya dia memperoleh keuntungan sebanyaknya dari hal sebaliknya itu.
Sumoi-nya sekarang adalah seorang yang cukup lihai, mungkin hanya kalah sedikit olehnya, kalah dalam hal ilmu baru Sam Kwi Cap-sha-kun itu saja. Dengan demikian berarti bahwa sumoi-nya dapat menjadi pembantunya yang sangat berharga, menjadi pembantunya yang tenaganya boleh diandalkan. Dan ia merasa betapa perlunya tenaga seperti itu.
Sudah banyak ia mencari pembantu, bahkan Tee Kok ketua Ang-i Mo-pang dapat ditarik menjadi pembantunya, namun kepandaian orang itu bersama kekuatan anak buahnya belum dapat diandalkan benar. Jika ia dapat menguasai sumoi-nya, jika sumoi-nya mau membantunya dengan sungguh-sungguh dalam usahanya merampas Liong-siauw-kiam kembali, tentu hasilnya lebih dapat diharapkan.
Dengan kasar ia lalu melemparkan tubuh sumoi-nya yang tak mampu bergerak itu ke atas pembaringan, lalu ia pun duduk di dekatnya.
"Hemmm, dapatkah kau membayangkan apa yang akan dilakukan oleh tiga orang tua bangka itu terhadap tubuhmu? Tubuhmu yang muda dan mulus itu akan digeluti, akan dinodai dan dipermainkan sampai mereka bertiga puas! Setelah mereka selesai engkau sudah akan rusak sama sekali dan tak mungkin dapat dipulihkan kembali! Engkau akan merasa terhina, muak dan jijik, akan tetapi setiap kali mereka menghendaki, engkaulah yang harus merangkak kepada mereka seperti anjing kelaparan! Senangkah hatimu membayangkan itu semua?"
Air mata sudah jatuh berderai dari kedua mata Bi Lan pada waktu ia mendengar ucapan suci-nya itu. Ia tidak mampu mengeluarkan suara, hanya menggeleng kepala berkali-kali dengan perasaan ngeri terbayang pada wajahnya. Akan tetapi, ia tahu bahwa suci-nya tidak akan mau menolongnya, maka percuma sajalah andai kata ia akan minta tolong juga. Agaknya pikirannya ini dapat diduga oleh Bi-kwi.
"Hayo katakan! Hayo bilang bahwa kau minta tolong padaku!"
Bi Lan berbisik, "Tidak ada gunanya. Engkau tentu bahkan akan mengejekku. Engkau tentu girang melihat keadaanku, engkau tentu puas karena melihat aku yang kau benci ini mengalami penderitaan hebat..."
"Hemmm, belum tentu," kata Bi-kwi. "Lihat sumoi macam apa engkau ini, baru aku akan mengambil keputusan. Tak perlu kusangkal, memang aku tidak suka kepadamu, sumoi, karena kehadiranmu hanya merugikan aku. Akan tetapi, jika saja engkau dapat berguna bagiku, tentu saja aku tidak ingin melihat engkau celaka. Ada budi ada balas, tentu engkau mengerti, bukan?"
"Apa... apa maksudmu?"
"Maksudku, kalau engkau mau melakukan sesuatu untukku, tentu aku pun akan mau melakukan sesuatu untukmu. Ada budi ada balas!"
"Apa yang harus kulakukan dan apa yang akan kau lakukan?"
"Misalnya, engkau berjanji untuk membantuku mati-matian dan sekuat tenaga untuk merampas Liong siauw-kiam kembali, lalu membantuku sampai aku berhasil menjadi bengcu..."
"Bukankah itu tugas kita?"
"Tadinya memang begitu, akan tetapi kalau engkau mau berjanji melakukan itu untuk aku, bukan untuk suhu, nah, misalnya engkau mau berjanji melakukan itu, mungkin aku mau membebaskan totokanmu dan mengajakmu lari sekarang juga."
Berdebar rasa jantung di dalam dada Bi Lan. Inilah dia satu-satunya kesempatan. Dan menjanjikan seperti yang diminta suci-nya itu bukan berarti berjanji untuk melakukan hal-hal yang tidak disukainya.
"Baiklah, suci, aku berjanji."
"Sumpah?"
"Sumpah!"
"Baik, tanpa janji dan sumpah sekali pun, kalau engkau mengingkari, setiap waktu aku akan dapat membunuhmu," kata Bi-kwi. Dia pun cepat membebaskan totokan dari tubuh Bi Lan, kemudian mengajak sumoi itu untuk diam-diam melarikan diri melalui jendela.
Tiga orang kakek yang menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Bi-kwi, tak menduga sama sekali dan mereka masih enak-enak minum arak sambil main tebak jari untuk menentukan siapa pemenang pertama, ke dua dan ke tiga yang berhak menggauli Bi Lan lebih dahulu.
Setelah minum arak cukup banyak, arak yang tadi disuguhkan oleh Bi Lan, yang tidak mengandung racun atau pembius melainkan arak yang tua dan amat keras sehingga tadi Bi Lan yang tidak biasa minum arak itu menjadi pening dan setengah mabok, tiga orang kakek itu lalu sambil tertawa-tawa masuk ke dalam dan menghampiri kamar Bi Lan, dengan harapan bahwa murid mereka itu akan menyambut mereka dengan suka rela sehingga mereka tidak perlu mempergunakan paksaan, seperti yang terjadi pada Bi-kwi dahulu.
Dapat dibayangkan betapa heran dan juga marah hati mereka ketika melihat betapa kamar itu sudah kosong. Bi-kwi mau pun Siauw-kwi tidak nampak bayangannya lagi! Tanpa mencari pun tahulah mereka bahwa kedua orang murid itu telah pergi tanpa pamit. Mereka lalu duduk berunding.
"Tidak mungkin Siauw-kwi bisa membebaskan sendiri totokannya. Aku yang melakukan totokan dan dalam waktu sedikitnya tiga jam ia tidak akan dapat bebas, kecuali kalau ada yang membebaskannya," kata Raja Iblis Hitam penasaran.
"Dan yang dapat membebaskannya hanyalah Bi-kwi, satu-satunya orang yang berada di sini."
"Akan tetapi Bi-kwi tidak akan mengkhianati kita."
"Mungkin Bi-kwi hanya iri dan tidak ingin melihat kita mendekati sumoi-nya, maka ia membebaskannya dan mengajak sumoi-nya pergi tanpa pamit melaksanakan tugas mereka."
"Itu lebih tepat. Mereka tentu akan melaksanakan tugas mereka dan mereka hanya ingin menghindarkan apa yang kita kehendaki malam ini."
"Akan tetapi bagaimana jika mereka benar-benar mengkhianati kita? Habislah harapan kita dan hancurlah semua jerih payah kita."
"Ahh, kita tidak perlu bingung," akhirnya Iblis Akhirat berkata. "Hanya ada dua hal yang akan terjadi. Pertama, mereka tidak berkhianat dan hanya menghindarkan maksud kita terhadap Siauw-kwi. Kalau memang benar demikian dan mereka kelak pulang, masih belum terlambat untuk mendapatkan Siauw-kwi yang manis. Dan ke dua, kalau benar mereka itu berkhianat, kita cari mereka dan kita bunuh mereka."
"Bagus, dan kita sudah terlalu lama menganggur di sini, mari kita pergi mencari mereka dan menyelidiki apa yang mereka lakukan."
Demikianlah, pada keesokan harinya, tanpa tergesa-gesa, tiga orang kakek iblis itu pun turun dari Thai-san untuk mencari dua orang murid mereka.....
********************
Dengan cerdik Bi Lan dapat mengambil Ban-tok-kiam ketika ia diajak pergi oleh suci-nya malam itu, dengan alasan bahwa ia hendak kembali sebentar mengambil pakaiannya. Bi-kwi menanti di bawah puncak tanpa curiga dan dengan menyembunyikan pedang itu di balik bajunya, Bi Lan mengikuti suci-nya yang membawanya lari menuju ke selatan.
Perjalanan ini mendatangkan kegembiraan besar di dalam hati Bi Lan. Semenjak kecil, dalam usia sepuluh tahun, ia telah ikut bersama Sam Kwi yang membawanya tinggal di gunung-gunung dan di tempat-tempat sunyi. Jarang Bi Lan memperoleh kesempatan bergaul dengan orang lain dan ia hanya mengenal keadaan dunia melalui cerita tiga orang gurunya dan suci-nya saja. Paling banyak, ketika ia masih ikut suhu-suhu-nya, ia hanya melihat dusun-dusun dan bertemu dengan penduduk dusun dan pegunungan yang hidup sederhana.
Oleh karena itu, setelah kini melakukan perjalanan bersama Bi-kwi, memasuki kota-kota besar, Bi Lan merasa gembira sekali, gembira dan penuh keliaran memandangi rumah-rumah besar di dalam kota, toko-tokonya dan keramaian kota. Mulai teringat pulalah kehidupan di dunia ramai yang ditinggalkan semenjak ia berusia sepuluh tahun itu.
Kenyataan yang mengejutkan hati Bi Lan adalah ketika ia melihat kerusakan-kerusakan dan bekas kehancuran sebagai akibat pemberontakan-pemberontakan di selatan. Juga ia harus menahan perasaannya ketika ia dan suci-nya memasuki kota-kota besar, ia melihat betapa pandang mata kaum pria yang ditujukan kepada ia dan suci-nya, hampir semua mengandung kekurang ajaran dan nafsu birahi yang menjijikkan. Ia melihat seolah-olah kaum pria itu, sebagian besar, memiliki mata serigala yang melihat kelinci-kelinci montok lewat di depan hidung mereka!
Bi Lan adalah seorang gadis berusia tujuh belas tahun lebih. Biar pun pengalamannya dengan kaum pria dapat dikata nol, akan tetapi naluri kewanitaannya dapat menangkap semua pandang mata kaum pria itu yang membuat gadis ini selain heran juga terkejut dan tidak enak, merasa canggung dan ngeri, seolah-olah dikepung bahaya. Akan tetapi, jauh di dalam batinnya terdapat pula suatu perasaan aneh, perasaan bangga dan senang yang dengan keras ditutupnya. Ia tidak tahu bahwa semua perasaan wanita, semenjak ia dewasa, sama dengan perasaannya itu.
Sudah menjadi watak pria yang sesuai dengan naluri dan kejantanan mereka untuk tertarik apa bila melihat wanita muda yang cantik. Pandang mata mereka selalu akan menempel pada penglihatan itu seperti bubuk-bubuk besi menempel pada semberani sehingga pandang mata mereka mengandung kekaguman dan kemesraan. Dan justeru naluri alamiah wanita adalah butuh akan kekaguman dari kaum pria ini.
Tidak ada wanita yang tidak merasa bangga dan senang dikagumi pandang mata pria, walau pun hukum-hukum kesopanan dan kesusilaan memaksa wanita itu pura-pura tak senang, atau bahkan marah, atau setidaknya akan menyimpan rasa bangga dan senang ini jauh di dalam hatinya sendiri sebagai suatu rahasia pribadinya. Inilah sebabnya mengapa wanita paling mudah jatuh menghadapi rayuan-rayuan mulut manis. Dan kelemahan wanita inilah yang digunakan oleh para pria petualang asmara untuk menjatuhkannya dengan rayuan-rayuan dan pujian-pujian.
Bi-kwi mengajak Bi Lan memasuki Propinsi Yunan. Pada waktu itu, pemberontakan telah berhasil dipadamkan dan Propinsi Yunan sudah menjadi tenang dan tenteram lagi. Rakyat di daerah itu yang paling parah menderita akibat perang pemberontakan, kini telah kembali ke daerah masing-masing. Yang kehilangan rumah kini mulai membangun kembali dari bawah dan biar pun masih nampak bekas reruntuhan akibat perang, tetapi agaknya para penghuninya sudah merupakan peristiwa menyedihkan itu dan tidak lagi terbayang ketakutan pada wajah mereka.
Pada suatu pagi, tibalah dua orang wanita itu di kota Kun-ming yang merupakan kota terbesar di Propinsi Yunan. Karena dalam perjalanan itu Bi-kwi memilih jalan terdekat, maka jarang mereka melewati kota besar, hanya dusun-dusun dan kota-kota kecil. Maka begitu memasuki kota besar Kun-ming di selatan ini, Bi Lan memandang penuh kekaguman.
Ia masih ingat bahwa keluarga orang tuanya juga datang dari Yunan selatan. Ketika perjalanannya membawanya sampai di Propinsi Yunan, mendengar suara percakapan orang-orang di dusun-dusun yang dilewatinya saja sudah mendatangkan keharuan di hatinya, mendatangkan keyakinan bahwa memang ia berasal dari Yunan. Ia mengenal betul logat bahasa daerah Yunan. Walau pun ia sendiri kini sudah berlogat lain, namun logat bahasa selatan itu tidak asing baginya, bahasa orang tuanya, bahasanya ketika ia masih kecil.
Hari itu masih pagi, akan tetapi jalan-jalan raya di kota Kun-ming sudah ramai oleh mereka yang pergi ke pasar-pasar. Banyak toko yang masih tutup, akan tetapi toko-toko yang sudah buka merupakan penglihatan yang mendatangkan kagum dan heran di hati Bi Lan.
Berkali-kali ia bertanya kepada Bi-kwi arti dari tulisan-tulisan yang terpampang di depan toko-toko atau rumah-rumah besar sehingga Bi-kwi menghardiknya untuk diam. Bi-kwi merasa jengkel karena sejak tadi harus menerangkan arti tulisan-tulisan yang hanya merupakan nama-nama dari toko yang mereka lewati atau kata-kata reklame toko untuk menarik langganan.
Memang Bi Lan seorang gadis buta huruf. Ia hanya puteri seorang petani yang tidak sempat menyekolahkannya. Sejak berusia sepuluh tahun ia ikut dengan Sam Kwi, tiga orang datuk sesat yang sama sekali tak peduli akan pendidikannya, malah menganggap bahwa melek huruf merupakan hal yang tidak ada gunanya bagi wanita! Tetapi Bi-kwi sempat mempelajari baca tulis walau pun hanya secara sederhana.
Ketika mereka melewati sebuah rumah makan besar yang sudah buka, hidung mereka dilanggar bau masakan yang sedap dan perut mereka segera memberi isyarat bahwa semenjak kemarin siang mereka belum makan apa-apa. Bi-kwi memberi isyarat kepada sumoi-nya dan mereka pun melangkah ke arah restoran itu.
Bi Lan tersenyum girang. "Wah, kalau yang ini tidak perlu kau ceritakan, suci. Aku tahu bahwa di sini tentu dijual makanan enak."
Mau tidak mau Bi-kwi tersenyum juga. "Engkau memang gadis tolol. Tak perlu banyak bertanya, lihat saja dan kau tentu akan mengerti sendiri."
Seorang pelayan menyambut dua orang tamu ini dan wajahnya tersenyum gembira ketika dia melihat bahwa tamu-tamunya adalah dua orang wanita yang cantik-cantik dan manis-manis. Dia memandang dengan sinar mata penuh selidik.
Seorang adalah wanita berusia tiga puluh tahunan, berpakaian mewah dan indah, sinar matanya genit, wajahnya manis dan bertambah cantik oleh riasan muka, seorang wanita yang matang dan menarik. Orang ke dua adalah jelas merupakan seorang gadis yang baru mekar, berpakaian sederhana sekali, bahkan mukanya tanpa bedak, akan tetapi kulit muka itu jauh lebih halus dan mulus dibandingkan dengan wanita pertama, dan bentuk tubuh gadis belasan tahun itu demikian ramping seolah-olah pinggangnya dapat dilingkari empat jari tangan si pelayan.
"Selamat pagi, nona-nona. Apakah ji-wi hendak sarapan?"
Bi-kwi mengangguk.
"Silahkan masuk, ji-wi siocia, silahkan duduk."
Pelayan itu membawa mereka ke sebuah meja di sudut, di mana para pelayan dan pengurus rumah makan dapat melihat mereka dengan jelas. Sebaliknya tempat ini pun menyenangkan hati Bi-kwi karena di sini dia dapat duduk sambil melihat ke semua penjuru, juga ke arah jalan raya di depan restoran.
Tidak banyak tamu di restoran itu sepagi ini. Hanya ada lima meja yang terisi, di antara tiga puluh lebih meja di ruangan yang cukup luas itu. Bi-kwi lalu memesan makanan dan minuman. Bi Lan tidak pernah membuka mulut, membiarkan suci-nya yang memesan makanan apa saja karena ia tidak tahu harus memilih apa. Akan tetapi ia teringat akan minuman dan berbisik.
"Suci, aku minum teh saja, teh panas."
Mendengar ini, pelayan itu tersenyum lebar dan memandang kepada Bi Lan sambil mengangguk. "Kami terkenal dengan teh kami yang harum, nona."
Bi-kwi mengangkat mukanya memandang wajah pelayan itu. Sinar matanya menyambar seperti dua batang anak panah, dan muka yang tadinya menyeringai dalam senyum ramah itu segera berubah dan si pelayan menunduk dan membungkukkan tubuhnya. Dia terkejut melihat sepasang mata yang jeli itu seperti berapi, dan tahu bahwa wanita itu marah, maka dia tidak berani lagi bersikap main-main.
"Apakah arakmu juga sebaik tehmu?" tanya Bi-kwi ketus.
Pelayan itu membungkuk-bungkuk. "Tentu, tentu... nyonya, arak kami..."
"Brakkk!"
Bi-kwi menggebrak meja sehingga pelayan itu terkejut. Bi Lan menahan ketawanya karena geli melihat sikap suci-nya dan pelayan itu.
"Suci bukan nyonya, masih nona," katanya karena ia dapat menduga mengapa suci-nya marah-marah disebut nyonya.
"Ohhh... ehhh... nyo... nona, maafkan saya."
Melihat si pelayan menjadi gagap gugup, Bi Lan tertawa. Suara ketawanya bebas lepas, tanpa menutupi mulutnya karena ia memang tak pernah diajar sopan santun seperti orang-orang kota, seperti wanita-wanita yang dianggap sopan kalau menutupi mulut ketika tertawa. Hal ini tentu saja menarik perhatian para tamu lain yang duduk di situ dan mereka pun menengok, lalu ikut tersenyum melihat betapa seorang gadis, agaknya gadis dusun, tertawa begitu gembira.
"Sumoi, diam kau!" Bi-kwi mendesis dan Bi Lan menahan ketawanya. "Dan kau jangan cerewet dan ceriwis!" bentak Bi-kwi kepada si pelayan. "Cepat sediakan teh panas, arak baik dan nasi, daging panggang dan dua mangkok sayur yang paling enak!"
Kini pelayan itu tidak berani banyak lagak lagi. Dia membungkuk-bungkuk. "Baik, nona. Baik, nona..."
Akan tetapi saking gugupnya, ketika dia meninggalkan meja itu dan menghampiri meja pengurus untuk melaporkan pesanan, ia lupa berapa banyak sayuran yang tadi dipesan Bi-kwi, maka dengan muka kecut terpaksa dia menghampiri lagi meja dua orang wanita itu. Hal ini tak lepas dari perhatian Bi Lan yang merasa betapa orang ini lucu sekali.
"Maaf, nona. Tadi... pesanan sayurnya berapa banyak?"
Bi-kwi sudah hampir menghardiknya, akan tetapi didahului oleh Bi Lan yang membentak dengan wajah tersenyum geli.
"Dua mangkok!" Bentaknya nyaring, amat mengejutkan si pelayan dan kembali menarik perhatian para tamu.
Setelah si pelayan pergi, baru Bi-kwi mengomel kepada sumoi-nya. "Tidak perlu engkau tertawa dan berteriak-teriak seperti itu. Apakah engkau ingin menarik perhatian semua orang?"
"Maaf, nyo... eh, nona..." Bi Lan menirukan suara dan gaya si pelayan sehingga Bi-kwi terpaksa menyeringai gemas.
Bi Lan adalah seorang gadis yang pada hal dasarnya memiliki dasar watak gembira dan lincah jenaka. Kalau tadinya ia bersikap aneh, hal itu adalah karena ulah suci-nya yang memberi pelajaran yang menyesatkan sehingga pikirannya bingung dan agak berubah. Akan tetapi setelah ia menerima pengobatan dari Pendekar Naga Sakti dan isterinya, dan sembuh sama sekali dari pengaruh hawa beracun, dasar wataknya itu pun muncul kembali.
Maka, setelah dia berada di dalam kota dan merasa gembira dapat melihat daerah asalnya, kegembiraannya timbul dan melihat ulah pelayan yang demikian lucu, dia pun segera menggodanya.....
Komentar
Posting Komentar