SULING NAGA : JILID-36


Diam-diam ia merasa amat menyesal mengapa ia tidak membawa pedang. Semenjak ia bertemu dengan Yo Jin, ia telah menyembunyikan pedangnya dan mengubur senjata itu di dalam hutan tak jauh dari dusun tempat tinggal Yo Jin. Akan tetapi Siu Kwi tidak takut. Ia mengandalkan kelincahan gerakannya dan juga kekebalan yang disalurkan di kedua lengannya untuk menghadapi tongkat lawan dengan tangan kosong. Ia masih tetap memainkan Hek-wan Sip-pat-ciang, ilmu simpanan mendiang Raja Iblis Hitam yang membuat lengannya dapat memanjang.

Akan tetapi ilmu tongkat tosu Pat-kwa-kauw itu benar-benar ampuh dan gulungan sinar hitam itu tidak dapat ditembus Hek-wan Sip-pat-ciang. Wanita yang mempunyai banyak macam ilmu silat itu lalu merubah-rubah gerakannya dan mainkan berbagai ilmu yang dipelajarinya dari mendiang Sam Kwi. Tadi ia sudah mempergunakan ilmu tendangan Pat-hong-twi yang ampuh, mainkan ilmu silat Hun-kin-tok-ciang yang sangat berbahaya, bahkan menggunakan Kiam-ciang (Tangan Pedang). Namun, lawannya memang hebat.

Ok Cin Cu adalah seorang di antara tokoh-tokoh besar Pat-kwa-kauw yang sudah memiliki tingkat kepandaian tinggi. Bukan hanya ilmu silatnya yang sudah mencapai tingkat tinggi, juga kakek ini memiliki tenaga yang kuat. Kalau saja Siu Kwi tidak memiliki ilmu kebal Kulit Baja yang diwarisi dari mendiang Iblis Akhirat, tentu ia sudah roboh karena sudah tiga kali tongkat ular hitam itu berhasil mengenai tubuhnya.

Kini dua orang tosu itu benar-benar kagum dan juga penasaran. Hanya karena mereka merasa bahwa kedudukan mereka sudah tinggi yang mencegah mereka melakukan pengeroyokan. Walau pun kadang-kadang merasa kewalahan, Ok Cin Cu merasa malu untuk minta bantuan kawannya, sedangkan Thian Kek Sengjin juga merasa sungkan untuk turun tangan mengeroyok. Di situ terdapat banyak orang menonton dan apa akan kata dunia kang-ouw kalau mendengar bahwa mereka berdua mengeroyok seorang wanita muda?

"Takkk...!"

Untuk ke empat kalinya, ujung tongkat ular hitam itu menotok dan mengenai lambung Siu Kwi, namun wanita itu hanya terhuyung mundur sedikit dan kini Siu Kwi yang juga merasa penasaran mengeluarkan suara melengking tinggi dan tubuhnya seperti lenyap menjadi bayangan yang bergerak cepat sekali. Dan angin kuat menyambar-nyambar ganas dibarengi suara bercuitan ketika ia maju menyerang! Ok Cin Cu terkejut bukan main sehingga dia terdesak mundur sampai lima langkah!

"Tahan...!" terdengar bentakan Thian Kek Sengjin.

Tongkat tosu ini meluncur melintang ke depan dan menghadang Siu Kwi yang terpaksa menghentikan gerakan serangannya.

"Nona, aku mengenal ilmu-ilmumu. Masih ada hubungan apakah antara engkau dengan Sam Kwi?" tanya kakek dari Pek-lian-kauw itu.

Siu Kwi tidak ingin memperkenalkan guru-gurunya, tetapi karena lawan sudah mengenal ilmu silatnya, maka dia pun menjawab dengan ketus, "Mereka adalah guru-guruku dan seingatku, baik Sam Kwi mau pun aku sendiri, tidak pernah sekali pun bentrok dengan pihak Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw!"

"Siancai...! Kalau begitu engkau tentu yang berjuluk Bi-kwi!" kakek Pek-lian-kauw itu berseru lagi sambil memandang dengan penuh selidik.

Siu Kwi menarik napas panjang. Nama julukan Bi-kwi telah begitu tersohor dan kotor, bahkan jauh lebih terkenal dari orangnya sendiri. Buktinya, tosu Pek-lian-kauw ini tidak mengenal dirinya, akan tetapi telah mengenal nama julukannya. Dan ia sendiri sudah mengambil keputusan untuk membuang nama julukan itu jauh-jauh, tidak akan pernah memakainya lagi. Akan tetapi kini ia diingatkan bahwa nama julukannya adalah Bi-kwi!

"Nama itu pernah kupakai, sekarang tidak lagi!" jawabnya dengan suara dingin.

"Bagus! Kiranya di antara para antek-antek Hou Seng masih ada juga yang berkeliaran di sini!" berkata demikian, Thian Kek Sengjin sudah menerjang maju lagi dengan tongkat panjangnya yang berbentuk naga hitam. Gerakannya nampak lambat, akan tetapi terasa mendatangkan angin pukulan yang keras dan didahului oleh suara berdesir.

Siu Kwi cepat mengelak, akan tetapi dari samping, Ok Cin Cu menyambutnya dengan tongkat ular hitamnya Wanita ini meloncat dan menghadapi dua orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi itu, ia lalu memainkan ilmu silatnya yang paling baru, yaitu Sam Kwi Cap-sha-kun!

Ilmu silat ini memang ciptaan Sam Kwi yang paling hebat, diciptakan bersama dengan bersumber dari semua ilmu silat mereka yang pilihan, digabungkan menjadi satu. Dalam ilmu silat ini terkandung gerakan pukulan ilmu silat Hek-wan Sip-pat-ciang, tendangan Pat-hong-twi dan ilmu silat Hun-kin Tok-ciang, juga terkandung Kiam-ciang yang ampuh.

Dua orang tosu itu terkejut menghadapi ilmu silat ini yang memang dahsyat sekali dan beberapa kali mereka sampai terdesak mundur. Namun, mereka adalah orang-orang yang selain memiliki ilmu silat tinggi, juga banyak pengalaman dalam perkelahian, maka dengan berpencar, kedua tosu itu lalu mengurung dan gerakan tongkat mereka dapat membendung kedahsyatan Sam-kwi Cap-sha-kun.

Apa lagi pada waktu Thian Kek Sengjin mulai mengeluarkan bentakan-bentakan dengan suaranya yang parau dan penuh wibawa, mengandung tenaga sakti ilmu hitam dan ilmu sihir, maka beberapa kali Siu Kwi merasa jantungnya terguncang. Oleh karena suara ini gerakannya menjadi kurang sempurna sehingga beberapa kali hampir saja ia menjadi korban hantaman tongkat.

Siu Kwi mulai terdesak. Setelah lewat lima puluh jurus, tiba-tiba tongkat hitam di tangan tokoh Pek-lian-kauw itu berhasil menghantam pundak kirinya.

"Bukkk...!"

Biar pun tubuh Siu Kwi sudah terlindung ilmu kekebalan, tetap saja ia terpelanting dan hampir terbanting roboh kalau saja ia tidak cepat-cepat membuat gerakan jungkir balik beberapa kali. Siu Kwi menggigit bibir menahan rasa nyeri. Biar pun dia tidak terluka, namun kerasnya pukulan itu seolah-olah merontokkan isi dadanya!

Dan kedua orang kakek itu masih menerjang terus tanpa mengenal ampun. Siu Kwi berusaha mengelak, namun sebuah tusukan dengan tongkat ular hitam dari Ok Cin Cu yang menyambar dadanya ketika ia mengelak, masih saja menyerempet pangkal lengan kanannya sehingga kulit dan sedikit dagingnya robek dan mengucurkan darah!

Maklumlah Siu Kwi bahwa kalau dilanjutkan, akhirnya dia akan tewas di tangan dua orang kakek sakti ini. Dan kalau dia mati, berarti Yo Jin tidak akan ada yang menolong lagi. Maka, tiba-tiba saja dia melempar tubuh ke atas tanah, bergulingan dan ketika dua orang kakek itu mengejarnya, Siu Kwi menggerakkan kedua tangannya.

Sinar hitam menyambar ke arah muka kedua orang lawannya. Yang disambitkannya itu hanyalah pasir dan tanah, namun tidak boleh dipandang rendah karena yang diserang adalah muka dan sambitan itu didorong oleh tenaga sinkang yang amat kuat sehingga jangankan sampai mengenai mata, sedangkan baru mengenai kulit muka saja sudah dapat mengakibatkan luka-luka.

Dua orang kakek itu terkejut dan cepat-cepat memutar tongkat sambil berlompatan ke beiakang. Kesempatan ini digunakan oleh Siu Kwi untuk melompat jauh dan melarikan diri. Cuaca sudah mulai remang-remang gelap sehingga ia dapat menyelinap hilang di dalam bayangan rumah-rumah dan pohon-pohon. Dua orang kakek itu pun tidak berniat melakukan pengejaran.....

********************

Malam itu gelap dan sunyi sekali di rumah kepala dusun Lui. Agaknya peristiwa sore tadi masih berbekas. Robohnya semua pengawal yang jumlahnya dua puluh orang itu sungguh membuat gelisah hati keluarga Lui, walau pun kemudian ternyata bahwa dua orang tosu sakti itu dapat mengusir ‘siluman’.

Sekarang diam-diam kepala dusun Lui mendatangkan pengawal-pengawal baru yang jumlahnya tak kurang dari lima puluh orang, berjaga-jaga di sekitar perumahan keluarga itu. Terutama sekali di sekitar kamar tahanan terdapat penjagaan yang amat ketat, oleh karena di situlah tempat Yo Jin ditahan dan kepala dusun Lui tidak ingin melihat tahanan ini lolos.

Walau pun dia berada di dalam tahanan, Yo Jin mendengar dari percakapan para penjaga di luar kamarnya tentang siluman betina yang mengamuk dan merobohkan dua puluh orang pengawal akan tetapi kemudian dapat diusir pergi oleh kedua orang tosu. Diam-diam dia merasa heran sekali. Siapakah yang mereka maksudkan dengan siluman betina itu? Benarkah ia itu Siu Kwi? Siu Kwi mengamuk dan mengalahkan dua puluh orang pengawal? Sukar baginya untuk mempercayai berita ini. Siu Kwi demikian lemah-lembut.

Alisnya berkerut ketika dia teringat bahwa wanita itu dituduh sebagai siluman, bahkan ayahnya sendiri pun menganggapnya demikian. Jangan-jangan memang benar! Kini Siu Kwi mengamuk sebagai siluman! Dia bergidik dan cepat-cepat mengusir pikiran ini, lalu membayangkan ayahnya.

Ayahnya dipukul dan disiksa, dan dia merasa gelisah sekali memikirkan ayahnya. Dia menarik-narik belenggu kaki tangannya, namun tiada guna. Hal itu sudah dilakukannya sejak dia ditahan dan sampai kulit pergelangan kaki dan tangannya lecet-lecet dan nyeri bukan main.

Menjelang tengah malam, nampak sesosok bayangan berkelebatan di luar pekarangan perumahan kepala dusun Lui. Bayangan ini adalah Siu Kwi. Setelah sore tadi ia berhasil melarikan diri, ia bersembunyi di dalam hutan dan duduk bersila, memulihkan tenaganya dan memulihkan pula kesehatannya karena hantaman pada pundak dan tusukan pada pangkal lengannya.

Ia sudah mengobati luka di pangkal lengannya. Hatinya gelisah bukan main. Ia belum berhasil membebaskan Yo Jin dan di tempat itu masih terdapat dua orang lawan yang demikian tangguhnya. Hatinya terasa perih jika teringat kepada pria yang dikasihinya.

Tak lama kemudian, ia lalu berlari cepat, kembali ke dusun selatan dan dengan bantuan para tetangga, ia mengurus pemakaman kakek Yo. Karena keadaan, maka terpaksa jenazah itu dikubur secara sederhana sekali. Para tetangga juga melakukannya dengan ketakutan setelah mendengar dari Siu Kwi bahwa kakek itu mati karena dipukuli oleh orang-orang kepala dusun Lui, dan juga bahwa Yo Jin ditangkap oleh mereka.

Maka, setelah selesai mengubur jenazah itu malam itu juga, para tetangga bergegas pulang ke rumah masing-masing, takut kalau sampai tersangkut urusan itu. Dan Siu Kwi lalu melakukan perjalanan kembali ke dusun timur. Bagaimana pun juga, ia harus dapat menyelamatkan Yo Jin, harus dapat membebaskan pemuda itu dari dalam tahanan.

Sampai lama ia berkeliaran di luar rumah keluarga Lui. Dengan susah payah, tadi ia mengisi perutnya. Ia hampir tak dapat menelan nasi, akan tetapi dipaksakannya karena ia maklum bahwa ia membutuhkan tenaga sepenuhnya untuk dapat menyelamatkan Yo Jin. Kalau ia membiarkan perutnya kosong, tentu tenaganya menjadi berkurang.

Kini ia berkeliaran di luar pekarangan, untuk meneliti keadaan. Hatinya terasa girang. Agaknya keluarga Lui menyangka bahwa ia sudah jera untuk datang lagi, sudah takut terhadap dua orang kakek itu, maka kini keadaan di rumah itu sunyi saja, tidak terdapat penjagaan yang ketat. Sunyi dan gelap.

Namun, Siu Kwi bukan seorang bodoh. Ia tidak mau mudah terjebak oleh siasat musuh. Siapa tahu kalau-kalau pihak musuh mengatur jebakan dan sengaja memancingnya. Karena itu ia tidak segera masuk, melainkan melakukan pengintaian dan pemeriksaan dari luar. Ia menanti sampai tengah malam dan setelah melihat bahwa benar-benar tidak terdapat penjaga di sekitar pagar tembok, baru ia meloncat naik ke atas pagar tembok, mendekam di atasnya untuk mengintai ke dalam.

Ia merasa amat heran. Keadaan amat sunyi dan gelap. Benarkah keluarga Lui demikian lengahnya sehingga setelah kemenangan dua orang kakek sore tadi lalu menganggap bahwa ia tidak akan berani muncul kembali? Ataukah setelah ia merobohkan dua puluh orang penjaga itu, lalu tidak ada penjaga lain yang menggantikan karena mereka semua itu lelah dan mengalami patah tulang dan luka-luka? Tentu saja ia tidak dapat menerima kemungkinan ini. Tak mungkin, pikirnya. Andai kata kepala daerah itu lengah, dua orang tosu lihai itu pasti tidak.

Tetapi, mengingat akan Yo Jin, dia tidak peduli lagi. Biarlah mereka mengatur jebakan, ia tidak takut. Ia akan berusaha membebaskan Yo Jin, kalau perlu dengan taruhan nyawa! Setelah meneliti keadaan di dalam dan tidak nampak berkelebatnya orang, dia lalu meloncat turun ke dalam kebun di belakang rumah itu dan menyelinap di antara semak-semak, mendekati bangunan rumah di sebelah belakang. Dia menduga bahwa tentu tempat tahanan itu berada di bagian belakang.....

********************

Yo Jin mendengar percakapan para penjaga di luar pintu kamar tahanan itu dengan hati khawatir.

"Kalau dombanya dijaga, tentu harimaunya tidak berani muncul. Karena itu maka kita harus tetap bersembunyi." Demikian antara lain dia mendengar seorang penjaga bicara, kemudian terdengar suara mendesis tanda bahwa pembicara itu disuruh diam.

Keadaan lalu menjadi sunyi dan ketika Yo Jin bangkit berdiri dan menjenguk dari jeruji pintu, ia melihat betapa di luar pintu tidak terdapat seorang pun penjaga lagi. Keadaaan amat sunyi karena tempat itu hanya diterangi oleh sebuah lampu gantung saja. Agaknya lampu-lampu lainnya telah dibawa pergi atau dipadamkan. Suasana sunyi sekali, tidak nampak seorang pun di luar kamar tahanan. Sunyi dan gelap di kebun belakang itu, yang nampak dari dalam kamar tahanan.

Yo Jin menggerakkan kedua kakinya melangkah ke arah pintu. Suara belenggu kakinya terseret memecahkan kesunyian. Dia berdiri di belakang pintu kamar yang terbuat dari besi itu, dan berpegang dengan kedua tangan yang terbelenggu pada jeruji besi, lalu memandang ke luar, termenung. Apakah maksud ucapan penjaga tadi? Diakah yang diumpamakan domba tadi? Dan siapakah harimaunya yang diharapkan akan muncul? Siu Kwi kah?

Jantungnya berdebar tegang. Dia tidak dapat yakin bahwa Siu Kwi yang dimaksudkan harimau itu. Betapa pun, dia tahu bahwa para penjaga itu sedang mengatur siasat untuk memancing dan menjebak seseorang yang disebut harimau, dengan menggunakan dia sebagai domba, sebagai umpannya. Dengan jantung berdebar penuh ketegangan, Yo Jin meninggalkan belakang pintu, lalu dia memandang ke luar dengan penuh perhatian. Sepasang matanya seperti ingin menembus kegelapan malam di depan sana.

Entah sudah berapa lama dia berdiri memandang keluar itu. Tiba-tiba pandang matanya menangkap berkelebatnya sesosok bayangan hitam. Dia terkejut dan mengikuti dengan pandang matanya. Bayangan itu dengan gesit melompat dan tahu-tahu di bawah lampu gantung, hanya lima meter dari pintu kamar tahanan, berdiri seorang wanita yang bukan lain adalah Siu Kwi!

"Kwi-moi...!" serunya lirih, matanya terbelalak seolah-olah dia tak dapat percaya kepada pandang matanya sendiri. "Kaukah itu...?" Dan dia pun merasa betapa bulu tengkuknya meremang. Kalau wanita ini ternyata benar Siu Kwi, apakah ia benar-benar...siluman? Cara pemunculannya ini…!

"Sssttt...!" Wanita itu menaruh telunjuknya di depan bibir. "Jin-toako, aku datang untuk membebaskanmu..."

Akan tetapi Yo Jin teringat akan percakapan para penjaga dan wajahnya berubah pucat. Celaka, kiranya harimaunya benar Siu Kwi dan tentu kini Siu Kwi telah terperangkap.

"Kwi moi, awas! Ini sebuah perangkap...!" teriaknya. "Kau larilah, pergilah!"

Pada saat itu, tiba-tiba saja nampak sinar terang disusul suara berisik. Dan ketika Siu Kwi membalikkan tubuh memandang, ternyata tempat itu telah dikepung oleh puluhan orang bersenjata lengkap di tangan kanan dan dengan obor di tangan kiri. Agaknya mereka tadi bersembunyi dan serentak memasang obor sambil mengepung tempat itu. Dan muncullah dua orang tosu yang sore tadi telah mengalahkannya!

"Ha-ha-ha-ha, siluman betina ini berani muncul lagi. Benar-benar dia keras kepala dan sudah bosan hidup!" kata Ok Cin Cu dan perutnya yang gendut itu bergoyang-goyang ketika dia tertawa.

"Ia bukan siluman!" Yo Jin membentak marah dari dalam kamar tahanan.

"Heh-heh-heh, siapa bilang bahwa Bi-kwi bukan siluman? Engkau telah mabok oleh rayuannya, orang muda, heh-heh!"

"Tutup mulutmu yang kotor!" Siu Kwi membentak.

Ia menyerang ke arah Thian Kek Sengjin yang masih tertawa. Hatinya merasa panas mendengar dirinya dihina di depan Yo Jin. Saat tosu Pek-lian-kauw itu mengelak sambil memutar tongkatnya untuk balas menyerang, Siu Kwi sudah mencabut pedangnya dan menangkis. Ia tadi sudah mengambil senjata ini dan begitu menangkis, ia pun menusuk dengan ganasnya.

"Tranggg..."

Bunga api berpijar ketika pedangnya kini ditangkis dari samping oleh Ok Cin Cu yang menggunakan tongkat ular hitamnya. Ketua cabang Pek-lian-kauw itu pun menerjang dengan tongkat naga hitam, untuk membantu kawannya. Kembali terjadi pengeroyokan. Akan tetapi Siu Kwi mengamuk dengan hebat. Pedangnya lenyap berubah menjadi sinar bergulung-gulung yang menyelimuti tubuhnya.

Yo Jin memandang bengong. Baru dia tahu bahwa wanita yang dicintanya itu sama sekali bukanlah seorang wanita lemah, melainkan seorang ahli silat yang amat lihai! Kini dia pun sadar mengapa dalam perkelahian-perkelahiannya, dia selalu menang walau pun dikeroyok, dan kini terjawab pula keanehan ketika para pengeroyoknya mencabut belati akan tetapi tidak sempat menggunakan senjata itu. Tentu Siu Kwi bukan siluman betina, melainkan seorang pendekar wanita yang berkepandaian tinggi!

"Kwi Moi...!" keluhnya dengan terharu.

Seorang pendekar wanita telah bersikap demikian baik kepadanya! Kini dia menonton dengan hati yang tidak karuan rasanya. Ada rasa heran, bangga, akan tetapi juga rasa kegelisahan besar melihat betapa kini kekasihnya itu dikeroyok oleh banyak orang.

Para pengawal itu sudah mendengar bahwa banyak rekan mereka sore tadi dilukai oleh wanita ini. Maka, mereka pun tidak tinggal diam dan ikut menyerang. Hasilnya sungguh celaka bagi mereka. Begitu ada para pengawal ikut menyerang, gulungan sinar pedang Siu Kwi semakin melebar dan setiap kali ada sinar mencuat dari gulungan cahaya itu, terdengar pekik disusul robohnya seorang pengawal. Dalam waktu sebentar saja, tidak kurang dari tujuh orang pengawal roboh dan terluka oleh ujung pedang di tangan Siu Kwi! Melihat ini, dua orang tosu itu menjadi marah.

"Kalian semua mundur! Biarkan kami berdua yang menangkapnya!" teriak Thian Kek Sengjin.

Mendengar teriakan ini, para pengawal itu mundur karena mereka pun jeri melihat betapa dalam segebrakan saja, setiap orang rekannya yang berani menyerang pasti roboh terluka. Kini mereka mengepung sambil menonton dua orang tosu itu mengeroyok Siu Kwi!

Seperti sore tadi, kembali lagi Siu Kwi dikeroyok dua. Sekali ini mereka berkelahi lebih mati-matian karena pedang di tangan Siu Kwi kini tidak sungkan-sungkan lagi mengirim serangan maut yang amat berbahaya. Namun, seperti juga tadi, Siu Kwi belum cukup kuat untuk menghadapi pengeroyokan dua orang tosu yang amat lihai itu.

Setelah lewat lima puluh jurus, gulungan sinar pedangnya makin menyempit dan ia pun terdesak terus oleh dua batang tongkat panjang dan pendek itu. Apa lagi seperti tadi, Thian Kek Sengjin mengeluarkan bentakan-bentakan yang mengandung kekuatan sihir untuk melemahkan lawan, maka Siu Kwi hampir tidak mampu balas menyerang lagi, melainkan hanya mengelak dan menangkis sambil mundur.

Yo Jin tidak dapat mengikuti perkelahian itu dengan baik karena selain dia berdiri di belakang pintu jeruji yang sempit, juga jalannya perkelahian itu telampau cepat baginya sehingga ia tidak dapat mengikuti dengan pandang matanya yang menjadi kabur. Dia hanya melihat gulungan sinar putih dari pedang Siu Kwi dikurung dua gulungan sinar hitam, dan kadang-kadang saja nampak tubuh tiga orang itu atau kaki mereka yang menginjak tanah. Namun, hatinya merasa khawatir sekali.

"Bukkk...!"

Sebuah pukulan tongkat Thian Kek Sengjin mengenai punggung Siu Kwi dan sedikit darah keluar dari mulut wanita itu. Ia telah terluka. Maka ia pun tahu bahwa sekali ini ia juga tidak berhasil. Diputarnya pedangnya dengan nekat sambil membalikkan tubuhnya.

Para pengawal yang berada di belakangnya menjadi panik, apa lagi ketika ketika dua orang pengawal roboh. Terpaksa mereka mundur dan membuka kepungan. Siu Kwi menerobos keluar dan meloncat ke dalam kebun, terus meloncat naik ke atas tembok pagar dan melarikan diri. Seperti sore tadi, dua orang tosu itu tidak mengejarnya sama sekali, melainkan tertawa mengejek.

Terhuyung-huyung Siu Kwi lari memasuki hutan. Ketika tiba di tengah hutan, di bagian terbuka, ia pun menjatuhkan diri di atas rumput, menelungkup dan menangis! Ia bukan menangis karena lukanya, melainkan menangis karena tidak mampu manyelamatkan Yo Jin. Kalau ia mengingat kembali betapa Yo Jin berdiri di belakang pintu jeruji dengan kaki tangan terbelenggu dan muka pucat, ia merasa kasihan sekali dan tangisnya makin mengguguk.

Akan tetapi, wanita yang keras hati ini segera dapat menguasai dirinya. Tugasnya masih belum selesai. Yo Jin belum diselamatkan. Dan ia kembali terluka, sekali ini lebih parah karena pukulan dengan tenaga sinkang itu telah mengakibatkan luka dalam, meski tidak amat berbahaya namun membutuhkan pengobatan dengan segera. Diusirnya bayangan Yo Jin yang melemahkan batinnya.

Siu Kwi mengeluarkan obat dan menelan dua butir pil merah. Kemudian ia pun duduk bersila untuk mengumpulkan hawa murni, mengobati luka dan memulihkan tenaganya. Ia terus bersila sampai pagi, kesehatannya berangsur-angsur pulih, dan juga tenaganya mulai pulih kembali.

Matahari mulai meneroboskan cahayanya melalui celah-celah ranting dan daun pohon, namun Siu Kwi masih bersemedhi dengan lelap. Demikian lelapnya sampai ia tidak tahu bahwa di dalam hutan itu muncul dua orang yang sejak tadi mengintainya. Baru setelah dua orang itu melangkah dekat menghampirinya, ia sadar dan cepat ia membuka mata. Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia mengenal mereka sebagai Ok Cin Cu dan Thian Kek Sengjin!

Akan tetapi rasa kaget ini juga dibarengi kemarahan yang meluap-luap karena kedua orang inilah yang telah menggagalkan usahanya untuk membebaskan Yo Jin. Maka ia meloncat dan menghadapi dua orang tosu itu dengan sepasang mata bernyala ganas penuh kebencian.

"Dua tosu jahanam, kalian masih hendak mendesakku? Baik, aku akan mengadu nyawa dengan kalian!" bentaknya dan dia pun sudah langsung memasang kuda-kuda, siap untuk berkelahi mati-matian.

Akan tetapi dua orang tosu itu sama sekali tidak memperlihatkan sikap bemusuhan, bahkan tersenyum.

"Bi-kwi..."

"Namaku Ciong Siu Kwi dan aku tidak mau menggunakan julukan itu lagi!" bentak Siu Kwi memotong kata-kata Ok Cin Cu.

Kakek tinggi besar dan berperut gendut dengan rambut riap-riapan ini tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, harimau hendak berganti bulu domba, ya? Baiklah, nona Ciong Siu Kwi, kami datang bukan untuk mendesakmu, melainkan untuk berdamai denganmu."

Siu Kwi memandang dengan mata tajam penuh selidik. Tentu saja ia tidak dapat begitu saja percaya kepada orang-orang seperti tosu itu.

"Apa kehendak kalian?" tanyanya singkat, masih bersikap seperti seorang musuh.

"Ha-ha-ha, bukankah engkau menghendaki agar pemuda she Yo itu kami bebaskan?" kini Thian Kek Sengjin, ketua cabang Pek-lian-kauw bertanya.

Mendengar pertanyaan ini, sepasang mata Siu Kwi berkilat. Tentu saja timbul gairahnya mendengar pertanyaan itu. Akan tetapi ia seorang cerdik, dan cepat wajahnya nampak biasa seolah-olah pertanyaan itu bukan merupakan penawaran yang memikat hatinya.

"Hal yang sudah jelas itu mengapa kau tanyakan lagi?" Ia balas bertanya.

Kembali kedua orang tosu itu tersenyum lebar. "Kita adalah orang-orang segolongan dalam dunia persilatan, karena itu, perlu apa kita harus saling bermusuhan? Sebaiknya kalau kita bekerja sama, saling bantu, bukankah hal itu akan lebih menguntungkan kita kedua pihak?" kata pula Thian Kek Sengjin yang lebih pandai bicara dibandingkan Ok Cin Cu.

"Kau maksudkan, kalian akan membebaskan Yo Jin dan sebagai gantinya aku harus melakukan sesuatu untuk kalian?"

"Ha-ha-ha, dia memang seorang wanita yang amat cerdik, toyu!" Ok Cin Cu tertawa girang dan Thian Kek Sengjin mengangguk-angguk.

"Tepat dugaanmu, nona Ciong. Engkau membutuhkan pembebasan Yo Jin, dan kami berdua juga mempunyai kebutuhan yang kami harapkan akan mendapat bantuanmu agar terlaksana."

"Katakan, apa yang harus kulakukan untuk membantu kalian?"

"Kami berdua mempunyai kebutuhan masing-masing, dan kami akan membebaskan Yo Jin kalau engkau suka memenuhi dua permintaan kami untuk kebutuhan kami itu. Bagai mana, nona Ciong?" tanya pula Thian Kek Sengjin.

"Katakan, apa yang harus kulakukan." jawab Siu Kwi dan di dalam batinnya, wanita ini tentu saja telah menyetujui permintaan mereka. Demi menyelamatkan Yo Jin, pria yang dicintanya itu, apa pun akan ia lakukan.

Thian Kek Sengjin memandang kepada Ok Cin Cu, kemudian kepada Siu Kwi lagi sambil berkata. " Biarlah sahabat Ok Cin Cu akan menceritakan sendiri permintaannya. Ada pun pinto ingin engkau membantu pinto menghadapi seorang musuh besar. Kami sudah maju berdua, namun belum dapat menandinginya. Kulau engkau maju membantu kami, aku yakin akan dapat mengalahkan musuh besar itu."

Siu Kwi terkejut. Kalau dua orang seperti tosu Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw ini saja tidak mampu menandingi orang itu, tentu musuh besar Thian Kek Sengjin itu seorang yang lihai bukan main. Akan tetapi ia hanya membantu mereka berdua, dan hal ini tentu saja tidak berat baginya. Hanya, ia sudah mengambil keputusan tidak akan melakukan perbuatan jahat, maka ia pun ingin tahu lebih dahulu siapa orang yang akan mereka keroyok itu.

"Siapakah orang itu?"

"Dia adalah seorang keturunan pendekar Pulau Es."

Siu Kwi terkejut sekali dan mengerutkan alisnya. Justru keluarga Pulau Es inilah yang sudah menghancurkan semua cita-citanya, dan walau pun tadinya dia sudah tidak mau memikirkan hal itu dan tidak mau menanam permusuhan dengan siapa pun, akan tetapi sedikit banyak ada perasaan tidak suka terhadap keluarga Pulau Es dalam hatinya. Maka mendengar bahwa musuh besar ketua cabang Pek-lian-kauw ini adalah seorang anggota keluarga Pulau Es, ia pun tanpa berpikir panjang lagi lalu mengangguk.

"Baiklah! Aku akan membantu kalian menghadapi musuh itu, akan tetapi kalian harus membebaskan Yo Jin."

"Heh-heh-heh, nanti dulu!" Tiba-tiba Ok Cin Cu berkata sambil menyeringai sehingga nampak mulutnya yang tinggal mempunyai beberapa buah gigi yang besar-besar. "Itu adalah syarat yang diajukan sahabat Thian Kek Sengjin, sedangkan syarat dari pinto masih belum. Kalau engkau membantu menghadapi musuh itu, berarti baru separuh dari syarat kami kau penuhi. Engkau tentu tidak ingin kami membebaskan separuh badan orang she Yo itu, bukan? Kau memilih dari pinggang ke atas atau dari pinggang ke bawah yang harus dibebaskan?"

Siu Kwi tak mau menyambut kelakar ini. Tentu saja ia tidak mau mendapatkan setengah saja dari badan Yo Jin. "Katakanlah, apa syaratmu!" katanya cepat dan ketus.

Ok Cin Cu menyeringai dan Thian Kek Seng Jin mentertawakan temannya itu. Tetapi yang ditertawakan itu sama sekali tidak merasa malu, bahkan nampak gembira sekali ketika berkata, "Ciong Siu Kwi, sudah lama sekali pinto mendengar akan nama Bi-kwi yang selain lihai ilmu silatnya, juga lihai sekali dalam hal lain mengenai pria. Nah, ilmu silatmu sudah pinto lihat dan rasakan. Akan teapi pinto ingin membuktikan sendiri kelihaianmu dalam hal yang lain itu. Pinto ingin agar engkau tidur bersama pinto satu malam dan melayani pinto. Baru pinto mau membebaskan Yo Jin seutuhnya!"

Kalau lain wanita yang diajukan itu, tentu ia akan merasa malu dan tersinggung sekali. Akan tetapi, bagi Siu Kwi, hubungan dengan pria bukan merupakan hal yang aneh. Sejak remaja ia sudah melayani Sam Kwi, tiga orang gurunya yang sudah kakek-kakek juga, dan selama ia bertualang sebagai Bi-kwi, entah sudah berapa banyak pria yang dipermainkannya untuk melampiaskan napsunya. Permintaan terang-terangan dari Ok Cin Cu itu dianggapnya biasa saja, walau pun ia merasa terhina karena biasanya ialah yang memilih laki-laki.

Kecuali Sam Kwi, belum pernah ia melayani pria secara terpaksa. Akan tetapi, sekali ini, ia tidak berani marah, ia akan melakukan apa saja untuk pembebasan Yo Jin dan syarat yang diajukan oleh Ok Cin Cu itu, baginya adalah lebih berat dari pada syarat yang diajukan Thian Kek Sengjin. Menyerahkan badannya bagi Siu Kwi tidak ada artinya, karena hatinya sudah ia serahkan sebulatnya kepada satu orang saja, yaitu Yo Jin! Dan dia melakukan hal itu bukan karena penyelewengan, bukan karena pemuasan nafsu, melainkan semata-mata untuk menyelamatkan Yo Jin!

"Baiklah, aku terima syaratmu. Nah, sekarang kalian bebaskan Yo Jin, dan aku akan memenuhi syarat kalian!"

"Ho-ho-ho, jangan tergesa-gesa, nona manis," Thian Kek Sengjin berseru. "Kami yang mengajukan syarat, maka kami harus melihat syarat-syarat itu terlaksana lebih dulu, baru kami akan membebaskan Yo Jin."

Betapa mendongkolnya rasa hatinya, terpaksa Siu Kwi menurut. Pagi hari itu juga kedua orang tosu mengajak Siu Kwi untuk membantu mereka menghadapi musuh besar Thian Kek Sengjin. Hari telah siang ketika mereka bertiga tiba dilereng sebuah bukit tandus yang penuh dengan batu-batu besar dan goa-goa. Dan di sebuah di antara goa-goa itulah terdapat musuh besar yang dimaksudkan!

Laki-laki itu sedang duduk bersila di mulut goa ketika Ok Cin Cu, Thian Kek Sengjin dan Ciong Siu Kwi memandang penuh perhatian. Hatinya tertarik untuk melihat orang yang demikian lihainya sehingga dua orang tosu seperti Ok Cin Cu dan Thian Kek Sengjin sampai tidak mampu menandinginya.

Laki laki itu belum tua benar, paling banyak empat puluh tahun usianya. Mukanya bulat dengan kulit yang agak gelap, namun bentuk mukanya tampan dan gagah, juga terawat rapi. Rambutnya yang dikuncir mengkilap bersih dan halus karena minyak, wajahnya juga bersih, tidak ditumbuhi brewok karena agaknya ia cukup rajin mencukur kumis dan jenggotnya. Pakaiannya juga baik dan bersih, bahkan agak mewah.

Seorang pria yang pesolek, pikir Siu Kwi. Ia belum pernah bertemu dengan pria ini. Di punggung pria yang duduk bersila itu nampak sepasang pedang beronce biru dan sarungnya terukir indah.

Pria yang gagah ini memang benar keluarga Pulau Es. Bahkan dia masih cucu dari mendiang Pendekar Super Sakti dari Pulau Es, karena dia adalah Suma Ciang Bun! Seperti kita ketahui, delapan tahun yang lalu, Suma Ciang Bun menyelamatkan nyawa Gu Hong Beng yang kemudian selama tujuh tahun digemblengnya di pegunungan.

Setelah Hong Beng menjadi seorang pemuda yang lihai, Suma Ciang Bun mengutus muridnya itu untuk memperluas pengalaman dan pengetahuan, pergi ke kota raja untuk melakukan penyelidikan terhadap pembesar Hou Seng. Dan seperti telah diceritakan di bagian depan, akhirnya dengan bergabung bersama para pendekar sakti, Hong Beng membantu runtuhnya kekuasaan yang dibentuk oleh Hou Seng itu.

Sementara itu Suma Ciang Bun sendiri lalu menyepi ke gunung-gunung untuk bertapa. Seperti biasa di sepanjang perjalanannya, kalau melihat hal-hal yang tidak adil, dia pasti turun tangan sebagai seorang pendekar. Sudah beberapa pekan lamanya dia berada di pegunungan tandus itu, menanti kembalinya Hong Beng karena dia sudah berpesan kepada muridnya itu supaya dua tahun kemudian datang mencarinya di pegunungan tandus itu.

Kehadiran Suma Ciang Bun di dalam goa di gunung itu diketahui oleh Ok Cin Cu dan Thian Kek Sengjin. Dua orang tokoh besar Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw ini segera mengenal pendekar keturunan keluarga Pulau Es ini karena semenjak dahulu memang kedua aliran ini menganggap keluarga Pulau Es sebagai musuh besar.

Semenjak jaman Pendekar Super Sakti masih muda, kedua aliran ini, terutama sekali Pek-lian-kauw, sudah memusuhi Pendekar Pulau Es. Melihat Suma Ciang Bun, tentu saja Thian Kek Sengjin yang kebetulan berada di situ cepat turun tangan menyerang. Akan tetapi, dia tak dapat menandingi kelihaian Suma Ciang Bun. Bahkan ketika Ok Cin Cu membantunya, dua orang tosu itu tetap saja kewalahan dan malah akhirnya mereka melarikan diri.

Itulah sebabnya, melihat kelihaian Siu Kwi, Thian Kek Sengjin lalu mempunyai akal untuk mengajak wanita itu membantunya dengan janji akan membebaskan Yo Jin dan seperti telah diperhitungkannya, Siu Kwi yang benar-benar jatuh cinta kepada Yo Jin, tak dapat menolak syaratnya.

Dengan hati besar karena mereka kini datang bertiga, Ok Cin Cu dan Thian Kek Sengjin tertawa melihat musuh besar itu masih duduk bersila.

"Ha-ha-ha, Suma Ciang Bun! Kematianmu sudah berada di depan mata. Bangunlah dan terimalah kematianmu di tangan kami!" Thian Kek Sengjin berseru dengan suara yang nyaring sedangkan Ok Cin Cu hanya tertawa bergelak. Siu Kwi tidak bertanya, hanya memandang tajam dan mengamati gerak-gerik orang yang sedang duduk bersila itu.

Tiba-tiba saja Siu Kwi berseru, "Awas jarum...!" ketika Suma Ciang Bun menggerakkan tangan kirinya.

Jarum-jarum halus sekali menyambar ke arah mereka bertiga. Dua orang tosu itu amat kaget dan mereka pun cepat meloncat ke pinggir sambil mengebutkan lengan baju. Siu Kwi sendiri meloncat tinggi hingga beberapa jarum yang menyambar ke arahnya lewat di bawah kakinya.

Hebat bukan main serangan jarum-jarum halus itu, yang dilakukan oleh Suma Ciang Bun yang masih tetap duduk bersila sambil memejamkan kedua matanya. Pendekar itu menyerang mereka hanya mengandalkan pendengarannya saja.

Ketika mereka bertiga sudah berdiri tegak kembali dan memandang, ternyata Suma Ciang Bun kini sudah bangkit, menghadapi mereka dengan alis berkerut. Siu Kwi agak gentar melihat sinar mata yang mencorong itu dan ia dapat menduga bahwa pendekar ini berwatak keras.

Suma Ciang Bun tadi menyerang mereka dengan jarum-jarumnya karena pendekar ini merasa jengkel bahwa semedhinya di ganggu oleh dua orang tosu yang sudah pernah dikalahkannya itu. Namun dia mendengar seruan seorang wanita dan melihat betapa wanita itu dengan gerakan yang luar biasa ringannya sudah meloncat ke atas ketika menghindarkan diri diri sambaran jarum-jarumnya. Tahulah dia bahwa dua orang tosu itu telah datang lagi membawa seorang teman yang amat lihai.

"Siapakah engkau yang membantu Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw? Aku tidak pernah bermusuhan denganmu!" Suma Ciang Bun memandang tajam kepada wanita cantik dan pesolek itu.

Sebelum Ciong Siu Kwi yang merasa bimbang itu menjawab, Thian Kek Sengjin sudah mendahuluinya. "Ha-ha, engkau tidak mengenal Bi-kwi murid mendiang Sam Kwi yang tewas di tangan para pendekar Pulau Es?"

Memang Thian Kek Sengjin ini cerdik sekali. Dia sudah tahu akan keadaan Siu Kwi, maka dia segera menghadapkan wanita yang membantunya itu sebagai musuh besar Suma Ciang Bun. Mendengar bahwa wanita itu adalah murid Sam Kwi yang menjadi tokoh-tokoh besar dari dunia sesat, Ciang Bun tidak merasa heran kalau wanita itu kini membantu musuh-musuhnya.

"Bagus!" serunya marah. "Kalian memang harus dibasmi dan sekali ini aku tidak mau kepalang tanggung!" Berkata demikian, Suma Ciang Bun menggerakkan tangan untuk mencabut sepasang pedangnya. Sekarang sepasang pedang yang mengeluarkan sinar berkilauan telah berada di kedua tangannya dan dia pun sudah berdiri dengan tegak, sikapnya menantang.

Ok Cin Cu sudah melintangkan tongkat ular hitamnya yang dimainkan sebagai pedang, sedangkan Thian Kek Sengjin menggerakkan tongkat naga hitamnya sebagai sebatang tongkat panjang yang ampuh. Melihat ini, teringat akan janjinya, Siu Kwi juga melolos pedangnya ikut mengepung pendekar itu.

Ciang Bun sudah pernah bertanding melawan pengeroyokan dua orang tosu itu dan dia maklum bahwa tingkat kepandaian mereka hanya sedikit selisihnya dengan tingkatnya sendiri. Kalau dia mampu mengalahkan mereka kanyalah karena ilmu silatnya yang luar biasa sehingga dua orang kakek itu menjadi bingung dan kacau dibuatnya.

Tetapi, tenaga mereka tidak lebih kecil dari pada tenaga sinkang-nya walau pun ia telah menguasai dua macam tenaga sakti yang bertentangan dari Pulau Es, yaitu Hwi-yang Sinkang dan Swat-im Sinkang. Sayang bahwa dia tidak pernah berhasil menguasai dua sinkang itu sampai ke puncaknya.

Biar pun tidak begitu mudah baginya mengalahkan pengeroyokan dua orang tosu itu, namun dia percaya bahwa sekali ini pun dia akan mampu mengalahkan, bahkan juga mungkin merobohkan mereka, kalau saja di situ tidak ada wanita yang memiliki gerakan demikian ringannya.

Untuk menguji sampai di mana kehebatan wanita itu, dia lalu langsung menggerakkan tubuhnya menyerang Siu Kwi dengan pedang kanannya yang menusuk ke arah dada disambung pula dengan gerakan pedang kiri yang dari atas membacok ke arah kepala.

Serangan ini amat cepat dan hebat karena merupakan bagian dari ilmu silat Siang-mo Kiam-sut (Ilmu Pedang Sepasang Iblis), yaitu jurus yang dinamakan Siang-mo Jio-cu (Sepasang Iblis Berebut Mustika). Jurus ini juga dapat dikembangkan dengan serangan-serangan kanan kiri yang berlawanan atau berbeda arahnya dan dilakukan sambung-menyambung menjadi serangkaian serangan yang amat berbahaya.

Melihat betapa sepasang pedang itu menyerangnya dari depan dan atas, berarti hanya satu jurusan saja, Siu Kwi yang memiliki gerakan cepat itu karena ia telah mengerahkan ginkang (ilmu meringankan tubuh), cepat membuang diri ke kiri untuk mengelak. Akan tetapi sambil mengelak, ia telah menusukkan pedangnya dari samping ke arah lambung lawan disusul tendangan kilat ke arah lutut. Karena maklum bahwa ia berhadapan dengan lawan tangguh, maka Siu Kwi bergerak cepat, begitu diserang, mengelak sambil membalas dengan tidak kalah hebatnya.

"Cringgg...!"

Ciang Bun terkejut melihat kehebatan wanita itu. Tepat dugaannya bahwa wanita itu lihai, buktinya, menghadapi serangannya tadi, dia dapat langsung saja membalas. Dia menangkis dengan pedang kirinya kemudian membabat kaki yang menendang dengan pedang kanan. Akan tetapi Siu Kwi sudah menarik kakinya dan meloncat ke belakang untuk mengatur kedudukannya.

Pada saat itu Ok Cin Cu sudah menyerang dari samping, menusukkan tongkat ular hitam ke arah leher, sedangkan dari belakang, Thian Kek Sengjin juga ikut menyerang dengan babatan tongkat panjangnya ke arah kaki! Ciang Bun cepat memutar tubuh, menangkis tongkat yang menusuk leher, kemudian dia meloncat ke atas membiarkan tongkat lewat di bawah kakinya, tubuhnya terus meluncur ke depan, masih menyerang Siu Kwi!

Kini sepasang pedangnya itu bergerak dari kanan kiri dengan jurus Siang-mo Koan-bun (Sepasang Iblis Menutup Pintu). Gerakannya ini memang merupakan lingkaran sinar pedang yang menutup jalan ke luar lawan. Lawan yang diserangnya tidak akan mampu mengelak ke kanan atau ke kiri lagi sehingga tiada kesempatan untuk balas menyerang.

Namun, Siu Kwi mengenal serangan berbahaya. Ia menggunakan kelincahan tubuhnya, sudah meloncat ke belakang sehingga kembali serangan Ciang Bun yang amat cepat itu luput dari sasaran! Hal ini membuat Ciang Bun penasaran dan pada saat itu, melihat betapa kedua orang tosu telah menerjangnya lagi dari kanan kiri, dia memutar sepasang pedangnya menyambut.

Berkali-kali terdengar bunyi nyaring. Nampak bunga api berpijar ketika pedang di tangan pendekar itu bertemu dengan tongkat lawan. Siu kwi yang melihat betapa pendekar itu agaknya berbalik hendak mendesak kedua orang tosu, sudah cepat menerjang dengan serangan-serangan pedangnya yang sinarnya bergulung-gulung. Tentu saja serangan-serangan wanita ini tidak dapat dipandang ringan dan memecah perhatian Ciang Bun yang terpaksa harus melayani tiga orang pengeroyoknya yang tangguh.

Kalau ada yang menonton pertandingan ini, tentu orang akan merasa kagum bukan main, walau pun cepatnya gerakan mereka membuat mata biasa sukar untuk dapat mengikuti pertandingan, sukar melihat siapa yang terdesak dan siapa yang mendesak. Yang nampak hanya gulungan sinar senjata mereka, dan bayangan tubuh mereka terbungkus gulungan sinar itu, hanya kadang-kadang saja nampak bayangan mereka dan kaki mereka menyentuh tanah.

Suma Ciang Bun adalah seorang keturunan langsung dari keluarga Pulau Es dan dia telah menguasai ilmu-ilmu yang luar biasa tingginya. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa yang menjadi penentu terakhir mengenai tinggi rendahnya tingkat seorang ahli silat adalah si orang itu sendiri, bukan ilmunya.

Ilmu silat memang ada yang bagus ada yang buruk, ada yang lambat ada yang cepat, ada yang praktis tanpa kembangan ada yang memakai banyak kembangan. Namun, setelah dikuasai seseorang, tentu saja sifat-sifat itu terseret oleh keadaan orang itu sendiri.

Dan perlu diketahui bahwa sejak kecilnya, bakat ilmu silat Suma Ciang Bun tidaklah begitu menonjol dan kalah jauh kalau dibandingkan dengan keturunan keluarga Pulau Es yang lain. Ilmu-ilmu silat yang dikuasainya memang hebat bukan main, akan tetapi tidak mencapai tingkat yang terlalu tinggi sehingga kini menghadapi pengeroyokan tiga orang yang lihai ini, Suma Ciang Bun mulai terdesak hebat.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SULING NAGA (BAGIAN KE-12 SERIAL BU KEK SIANSU)

Suling Naga